Petani Menangis, 1 Kg Tomat di Jember Cuma Dihargai Rp200-300
Pada saat pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi, ternyata tidak diikuti dengan kenaikan harga hasil panen di tingkat petani.
Salah satunya, tomat di tingkat petani di Kabupaten Jember saat ini hanya Rp200-300 per kilogram.
Suhadi, salah satu pedagang Pasar Tanjung Jember mengatakan, hari ini harga tomat di tingkat petani turun drastis. Para pengepul membeli ke tingkat petani dengan harga Rp 500 per kilogram.
“Kalau mengambil Rp500 per kilo gram itu kalau langsung ke petani. Kalau saya mengambil ke teman-teman pengepul, biasanya Rp800-1.000 per kilogram,” kata Suhadi, Senin, 05 September 2022.
Sementara pengakuan berbeda disampaikan petani bernama Dafir. Petani asal Kecamatan Sumberjambe, Jember itu mengatakan, harga tomat di tingkat petani lebih rendah dari Rp 500.
“Awalnya harga Rp 500, namun itu saya salah informasi. Ternyata harga tomat per kg di petani hanya Rp 200-300,” jelas Dafir.
Harga Rp200-300 itu, merupakan harga di tingkat petani langsung. Sementara di tingkat pengecer, ada di kisaran harga Rp500.
“Tomat dengan kualitas bagus, yang harga satu plastik isi 10 Kg, dibeli dengan harga Rp 5.000. Harganya bisa lebih rendah jika tomatnya kecil-kecil dan dijual secara ecer per kg,” tambah Dafir.
Karena itu, Dafir kemudian mencoba menjual langsung ke pedagang di salah satu pasar di Kabupaten Bondowoso.
Tomat dengan kualitas bagus dan ukuran besar-besar milik Dafir, laku dengan harga Rp800-1.000 ke pedagang di pasar.
“Petani tomat kali ini benar-benar mati. Nanti saya akan berusaha membahas persoalan ini dengan teman-teman,” pungkas Dafir.
Sementara Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jember Jumantoro menyampaikan, pihaknya sangat prihatin dengan kondisi petani saat ini.
Saat biaya produksi melambung tinggi, karena pupuk bersubsidi terbatas, justru hasil panen mereka anjlok.
Jerih payah petani berjibaku dengan cuaca ekstrem dan tak menentu, ditambah biaya produksi yang terus meningkat, tidak pernah mendapat perhatian dari pemerintah daerah dan pusat.
“Ini yang disebut petani menangis di negeri agraris. Miris sekali, tidak ada yang peduli terhadap sektor pertanian,” kata Jumantoro.
Bukti petani tak lagi diperhatikan pemerintah, adalah adanya kebijakan pencabutan pupuk bersubsidi. Belum sempat memberikan solusi kepada para petani, kini pemerintah justru menaikkan harga BBM yang juga pasti berdampak terhadap biaya produksi.
Meski kondisi semakin terpuruk, Jumantoro tetap menyemangati para petani agar tetap bangkit dengan senyum bahagia.
“Ini nyata, di republik tercinta, petani hanya dilirik saat ada pesta demokrasi. Tetap saya minta semangat dan bangkit dalam kondisi apa pun,” pungkas Jumantoro.