Petani di Banyuwangi Sukses Terapkan Konsep Pertanian Terintegrasi
Petani di Banyuwangi berhasil menerapkan konsep pertanian terintegrasi (Integrated Farming System). Konsep pertanian terintegrasi ini memanfaatkan kesinambungan antara tanaman pangan, ternak dan perikanan untuk mendukung produksi pertanian dalam satu lahan.
Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani sempat mengunjungi usaha pertanian terintegrasi ini saat pelaksanaan program Bunga Desa (Bupati Ngantor di Desa), Senin, 3 Juni 2024. Ada tiga desa sasaran program Bunga Desa Hari itu, yakni Desa Gendoh, Temuguruh, dan Karangsari, Kecamatan Sempu.
Salah satu petani yang menerapkan konsep ini adalah Nuryanto, petani di Desa Temuguruh, Kecamatan Sempu, Banyuwangi. Dia mengembangkan peternakan domba, budidaya ikan lele, tanaman padi, dan berbagai tanaman buah yang ditanam di pinggiran lahan. Dia sudah mulai menerapkan konsep ini sejak tahun 2021.
“Awalnya ya terpikir ingin beralih ke pertanian organik agar sawah saya terjaga kelestariannya. Supaya tidak terkena bahan kimia terus,” jelasnya.
Sejak saat itu, Nuryanto mulai belajar membuat pupuk organik secara mandiri untuk mengurangi penggunaan pupuk kimia. Dia lalu memelihara ternak domba. Kotoran dari domba ini bisa diolah menjadi pupuk. Saat ini ada sekitar 30 ekor domba yang dipeliharanya. Kotoran dan urine domba diproses menjadi pupuk organik padat (dari kotoran) dan pupuk organik cair (dari urine).
Air dari kolam ikan lele digunakan sebagai bahan pembuatan Photosynthetic Bacteria (PSB) yang dimanfaatkan sebagai nutrisi tanaman. Hasil proses limbah tersebut dimanfaatkan untuk pemupukan tanaman Padi di sawah.
“Sehingga bisa mengurangi dosis pemakaian pupuk kimia, lebih hemat dan ramah lingkungan,” bebernya.
Nuryanto juga menjual pupuk organik yang dia produksi. Bahkan, saat ini permintaannya semakin banyak. Rata-rata, pembelinya adalah petani hortikultura di sekitar desanya. Di lahan yang sama, Nuryanto juga menanam rumput gajah untuk makanan dombanya.
Dengan demikian dia bisa menghemat waktu dan tenaga karena tidak perlu mencari rumput ke tempat lain. Dia juga punya cara untuk memastikan stok pangan domba-dombanya dengan membuat fermentasi dari rumput gajah yang bisa tahan sampai tiga hari.
"Saya tidak perlu mengambil rumput setiap hari,” katanya.
Setelah tiga tahun menerapkan konsep pertanian terintegrasi ini, Nuryanto mengaku kondisi lahannya menjadi semakin subur. Hasil panennya juga lebih baik.
“Beras saya lebih enak dan pulen,” ujarnya.
Ditularkan ke kelompok petani lain
Bupati Ipuk berharap konsep pertanian ini bisa diterapkan pada kelompok tani di Banyuwangi. Menurutnya, ini adalah penerapan konsep pertanian yang berkelanjutan. Konsep pertanian terintegrasi seperti ini, kata Dia, terbukti menguntungkan.
“Karena semua proses bertaninya saling berkaitan, antara tanaman pangan maupun peternakannya. Kalau bisa ilmunya ditularkan ke petani sekitar,” katanya.
Konsep pertanian terpadu, menurut Ipuk, lebih ramah lingkungan dan mampu menekan biaya produksi petani. Untuk itu, pemkab terus mendorong pertanian terpadu ini. Pemkab juga rutin memberikan bantuan pupuk organik cair (POC). Hingga saat ini, bantuan POC yang telah disalurkan sebanyak 466.636 liter atau setara untuk 83.524 hektar.
“Dinas Pertanian dan Pangan juga telah memberikan pendampingan transfer ilmu dan teknologi kepada para petani, termasuk stimulan peralatan seperti chopper rumput untuk memudahkan membuat pakan fermentasi,” ujarnya.