Pesta Juara Persebaya; Pesta Kemenangan Perjuangan Panjang Bonek...!!
Siang tadi, Surabaya menjadi lautan Bonek. Pemain Persebaya datang dari Bandung disambut bak prajurit perang pulang dari medan tempur. Ratusan ribu bonek tumpah ruah sepanjang Jalan Ahmad Yani. Dalam sekejap berubah menjadi lautan hijau, warna kebesaran Persebaya.
Berbagai bendera dan atribut berkibar. Nyanyian dikumandangkan. Di tepi jalan, warga yang tak ikut dalam konvoi, melambaikan tangan, tidak sedikit yang sudah berusia tua dan wanita. Konvoi Bonek yang memacetkan jalan ini tidak banyak dikeluhkan pengendara jalan lain, "Tidak tiap hari, yang penting bonek bisa berubah baik, Persebaya sudah tidak ribut terus. Dulu saya juga bonek, tapi sekarang sudah gak bisa ke stadion lagi, cuma baca saja, " ucap Erwin, pengusaha perkapalan sambil tersenyum.
Kalimat ini seperti menjadi jawaban kenapa bonek begitu meluap-luap dalam melakukan penyambutan pemain Persebaya usai mengalahkan PSMS Medan dalam final Liga 2, di Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA), Selasa 28 November 2017.
Bukan sekadar gelar juara Liga 2 yang membuat bonek tumpah ruah. Keberhasilan lolos ke Liga 1 musim depan adalah sebuah kemenangan sejarah. Maklum, selama tujuh Persebaya seperti "dikucilkan" dalam pentas sepakbola di Indonesia.
Semua itu berawal dari peristiwa Agustus 2010 saat laga play off Divisi dua Persik Kediri melawan Persebaya Surabaya digelar. Saat itu, Persebaya tinggal butuh hasil imbang untuk mengamankan satu tiket play-off agar terhindar dari degradasi ke Divisi Utama.
Sementara Persik harus menang telak, setidaknya selisih lima gol agar bisa mendapat tiket yang sama. Sementara, Pelita Jaya menanti hasil dua tim itu. Jika Persebaya kalah, Pelita Jaya yang akan lolos ke Divisi 1.
Namun Persebaya memilih tidak hadir dalam laga yang akan digelar di Stadion Jakabaring Palembang. Manajemen Persebaya yang saat itu dikomandani Gede Widade memutuskan mogok karena sudah tiga kali jadwal pertandingan batal digelar sejak April 2010.
Sesuai regulasi, harusnya Persebaya sudah dinyatakan menang WO karena Persik tidak bisa mengelar pertandingan. Kejadian ini yang akhirnya membuat Persebaya terlunta-lunta selama tujuh tahun.
Perlawanan Persebaya tidak hanya mogok lawan Persik, tapi berlanjut. Saat itu Arifin Panigoro membentuk kompetisi tandingan bertajuk Liga Primer Indonesia, Persebaya memutuskan ikut kompetisi breakaway league bersama klub Liga Super lain: Semen Padang, PSM Makassar, Arema Indonesia, Persema Malang, dan Persibo Bojonegoro. Singkat cerita, semua klub itu dijatuhi sanksi.
Dualisme Persebaya
Sial bagi Persebaya, tidak hanya sanksi namun internal manajemen juga terpecah menjadi dua dan akhirnya muncul dua tim, yaitu Persebaya 1927 yang ikut Liga Primer dan Persebaya tanpa embel-embel direstui PSSI tampi di Divisi Utama.
Bonek melakukan perlawanan dengan caranya sendiri, memilih tidak hadir dalam setiap pertandingan Persebaya di Divisi Utama kompetisi resmi PSSI pada 2011 dan memilih mendukung Persebaya 1927.
Konflik hampir selesai setelah Djohar Arifin terpilih menjadi Ketua PSSI pada 2011. Persebaya 1927 di bawah PT Persebaya Indonesia (PI) diminta bergabung dengan PSSI. Namun Persebaya dinaungi PT Mitra Muda Inti Berlian (MMIB) bergabung dengan Komite Penyelamat Sepakbola Indonesia (KPSI) dan sebagian besar klub LSI membuat kompetisi baru.
Pada 2013, beberapa klub yang terpecah menjadi dua, Arema (Malang), PSMS (Medan), hingga Persija (Jakarta) satu-persatu selesai, kecuali Persebaya.
Sejak saat itu, Persebaya 1927 dilarang mengikuti turnamen sepakbola nasional, apalagi kompetisi LPI juga sudah berhenti. Namun Bonek tetap pada pendiriannya tak mau menonton pertandingan klub Persebaya dibawah kompetisi PSSI.
Bonek menghidupkan tim Persebaya 1927 dengan cara sendiri, mengibarkan spanduk, bendera di sepanjang jalan Surabaya. Berbulan-bulan, Surabaya dipenuhi spanduk dan bendera Persebaya 1927, meski timnya sudah tidak ada lagi alias mati suri.
Pada 2014, Bonek melakukan aksi besar-besaran di Surabaya untuk menentang Kongres PSSI. Namun kongres tetap berjalan dan La Nyala Mattaliti terpilih menjadi Ketua PSSI.
Pada April 2015, Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI)—lembaga nonstruktural pemerintah di bawah tanggung jawab Kementerian Olahraga—menuntut PT Mitra Muda Inti Berlian untuk ganti nama klub dengan melepas embel-embel Persebaya.
Awalnya PT Mitra menolak. Kisruh nama dan logo ini berjalan panjang ketika institusi PSSI sendiri tidak menuruti Kementerian Olahraga dan Badan Olahraga, hingga berujung pada pembekuan PSSI.
Karena desakan klub-klub, serta lobi dan kompromi, digelarlah sejumlah turnamen selama PSSI dibekukan: Piala Presiden 2015 , Piala Jenderal Sudirman , Piala Bhayangkara, serta Indonesia Soccer Championship 2016 .
Untuk mengikuti turnamen Piala Presiden, Persebaya dibawah PT MMIB ganti nama jadi Surabaya United. Nama itu dipakai hingga gelaran Piala Jenderal Sudirman. Menjelang Indonesia Soccer Championship, yang dipakai oleh PSSI untuk mengakomodasi klub-klub dari Liga Super, status Surabaya United diakuisisi oleh PS Polri yang ikut dalam kompetisi Liga Bhayangkara. Proses akuisisi ini melapangkan PS Polri mengikuti ISC.
Penggabungan ini mengganti nama klub menjadi Bhayangkara Football Club. Selain ganti nama, logo tim juga diubah, tidak lagi memakai ikon 'sura' dan 'baya'. Nama Bhayangkara FC secara perdana dipakai dalam laga putaran kedua ISC 2016.
Aksi Gruduk Jakarta dan Parade Bela Persebaya
Namun perubahan situasi PSSI tetap tak mengubah nasib Persebaya 1927. Mereka tetap tak bisa mengikuti kompetisi. Akhirnya, pada Agustus 2016, Bonek melakukan gerakan "Gruduk Jakarta" untuk memperjuangkan nasib Persebaya.
Tidak hanya sekali, aksi "Gruduk Jakarta Jilid II" kembali mereka lakukan pada pada Kongres Luar Biasa PSSI di Ancol, 10 November 2016. Sebelumya, di Surabaya, ribuan Bonek tumpah dalam demonstari besar-besar bertajuk "Parade Bela Persebaya" yang dimulai berjalan dari Tuga Pahlawan hingga Balai Kota Surabaya.
Namun kongres hanya menghasilkan anggota komite eksekutif PSSI yang baru dan memilih perwira Edy Rahmayadi, panglima komando Angkatan Darat, sebagai Ketua Umum PSSI.
Amarah Arek Bonek kembali tersulut. Mereka menuntut janji Tony Apriliani, anggota komite yang mengagendakan pembahasan nasib Persebaya di Kongres, ternyata tak ditepati. Alasannya, agenda kongres adalah pemilihan, bukan kongres tahunan. Dijanjikan nasib Persebaya akan dibahas di Kongres Tahunan PSSI, pada tanggal 8 Januari.
Pada 8 Januari, ribuan Bonek kembali datang ke Bandung untuk memastikan nasib Persebaya. Akhirnya, status Persebaya diakui namun harus memulai tampil di Liga 2. Keputusan ini diterima dengan suka cita, meski bukan kembali pada tempat asalanya.
Hanya perlu satu musim, Persebaya berhasil kembali naik ke kasta Liga 1 musim depan.
Melihat sejarah panjang perjuangan Bonek, wajar jika Surabaya menjadi lautan hijau, siang tadi. Bukan hanya pesta penyambutan atas perjuangan Rendi Irwan dkk selama 120 menit saat mengalahkan PSMS Medan, tapi adalah pesta perjuangan bertahun-tahun yang dilakukan Bonek.
Piala yang dipeluk Presiden Klub Persebaya, Azrul Ananda sepanjang jalan itu sejatinya juga hanya sebagian kecil dari arti kemenangan sebuah perjuangan panjang tak kenal menyerah warga Surabaya bernama Bonek...!!! tom