Peserta Tidak Jelas, NU Dan Muhammadiyah Mundur Dari POP
Lembaga Pendidikan Maarif NU dan Majelis Pendidikan Muhammadiyah menyatakan mundur dari Program Organisasi Penggerak (POP)
NU maupun Muhammadiyah sebelumnya memandang POP yang digagas Kemendikbud
merupakan program serius dalam peningkatan kualitas pendidikan dan penguatan sumber daya manusia, terutama para aktor-aktor pendidikan.
Melihat permasalahan dan tantangan serta harapan masa depan pendidikan di Indonesia, sebagai salah satu garda terdepan bangsa LP Maarif dan Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah terpanggil ikut bersama dalam mewujudkan perubahan pendidikan tersebut dengan melatih kepala sekolah dan guru penggerak mewujudkan perubahan pendidikan.
Setelah mengikuti proses dalam program organisasi penggerak Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemdikbud RI, maka Maarif dan Majelis Pendidikan Muhammadiyah menyatakan menarik diri dalam keikutsertaan program Kemdikbud tersebut.
Ketua PP LP Maarif, Arifin Junaidi menyatakan keputusan tersebut diambil setelah berkonsultasi dan mendapat pengarahan dari Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj. "PBNU menyayangkan program organisasi penggerak pendidikan, tapi seleksinya dilakukan secara serampangan," kata Arifin, Rabu 22 Desember 2020.
Menurut Arifin, sejak awal program ini aneh. LP Maarif ditelepon untuk mengajukan proposal dua hari sebelum penutupan.
"Kami nyatakan tidak bisa bikin proposal dengan berbagai macam syarat dalam waktu singkat, tapi kami diminta ajukan saja, syarat-syaratnya menyusul. Kemudian pada 5 Maret 2020, lewat website mereka proposal kami dinyatakan ditolak. Kami dihubungi lagi untuk melengkapi syarat syarat, kami diminta pakai badan hukum sendiri, bukan badan hukum NU, kami menolak dan kami jelaskan badan hukum kami NU," katanya.
Pada keesokannya, Arifin menambahkan, bahwa Arifin diminta menyerahkan surat kuasa dari PBNU, dia pun menolak karena sesuai AD/ART tidak perlu surat kuasa. Tapi terus didesak, akhirnya minta surat kuasa dan memasukkannya di detik-detik terakhir.
"Rabu 22 Juli 2020 tadi pagi kami dihubungi untuk ikut rakor POP. Padahal kami belum dapat SK peserta POP," kata orang dekat Gus Dur yang dipanggil Arjuna ini.
LP Maarif maupun Muhammadiyah menyatakan mundur setelah melihat banyak sekali organisasi/yayasan yang tidak jelas ditetapkan sebagai penerima POP.
Disamping alasan tersebut, LP Maarif sedang menyelenggarakan program pelatihan sebanyak 21.000 kepala sekolah.
"Meski kami tidak ikut POP, kami tetap melaksanakan program penggerak secara mandiri," kata Arjuna.
Sementara itu, surat pengunduran diri Majelis Pendidikan Muhammadiyah yang ditandatangani Ketua, Kasiyarno, menyebutkan bahwa Muhammadiyah mundur setelah penerima POP dinilai campur aduk.
"Tidak ada pemisahan antara lembaga pendidikan, yayasan, LSM, dan CSR. CSR yang seharusnya memberikan bantuan malah menerima bantuan dari pemerintah,"kata Kasiyarno.
Tidak jelasnya penerima POP itu, maka Muhammadiyah berpendirian lebih baik fokus mengurusi 30.000 satuan pendidikanya sendiri.
Menanggapi hal itu, Ketua Komisi X DPR RI, Syaiful Huda sebelumnya mempertanyakan masuknya Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation sebagai mitra Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dalam Program Organisasi Penggerak (POP). Dua entitas bisnis ini masuk dalam kategori Gajah yang bisa mendapatkan hibah hingga Rp20 miliar per tahun.
“Dengan demikian Sampoerna Foundation maupun Tanoto Foundation masing-masing bisa mendapatkan anggaran hingga Rp20 miliar untuk menyelenggarakan pelatihan bagi para guru penggerak di lebih 100 sekolah,” kata Huda kepada wartawan, Rabu 22 Juli 2020.
Politikus PKB ini merasa aneh, ketika yayasan dari perusahaan raksasa bisa menerima anggaran dari pemerintah untuk menyelenggarakan pelatihan guru. Padahal, kata Huda, yayasan tersebut didirikan sebagai bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan corporate social responsibility (CSR).
“Ini Mereka malah menerima dana atau anggaran negara untuk membiayai aktivitas melatih para guru. Logikanya sebagai CSR, yayasan perusahaan tersebut justru bisa memberikan pelatihan guru dengan biaya mandiri.