Pesantren Muhammadiyah Hadirkan Islam Agama Peradaban
Perkembangan pesantren Muhammadiyah tumbuh pesat. Dalam 15 tahun, bertambah sebanyak 297 pesantren.
“Pada tahun 2005 pesantren Muhammadiyah sebanyak 67, kini pada 2020 totalnya mencapai 364 pesantren,” ungkap Ketua LP2 PP Muhammadiyah Maskuri dalam dalam forum webinar Lembaga Pengembangan Pesantren PP Muhammadiyah (LP2 PPM), belum lama ini.
Pesatnya pertumbuhan pesantren Muhammadiyah menurut Maskuri perlu disyukuri. Di sisi lain, LP2 PPM juga mulai melakukan adaptasi dengan penyediaan kurikulum yang membedakan pesantren Muhammadiyah dengan pesantren lainnya.
Pesantren Muhammadiyah menurut Maskuri memiliki keunggulan di bidang tahfizh quran, bahasa Arab dan Inggris, ushul fikih dan sains. Selain itu, pesantren Muhammadiyah menurutnya juga dibekali kurikulum leadership, wirausaha dan ilmu falak.
Pesantren Muhammadiyah memiliki karakterter yang berbeda dengan pesantren modern lainnya. Namun, penegasan perbedaan itu perlu penajaman lebih lanjut, terutama dalam kaitannya menghasilkan output yang sesuai dengan misi Muhammadiyah menghadirkan Islam sebagai agama peradaban.
Guru Besar bidang Fisika Institut Teknologi Surabaya sekaligus penggagas Pesantren Trensains Sragen, Agus Purwanto menganggap langkah kepeloporan perlu digarap secara masif oleh Muhammadiyah.
Pesantren menurutnya harus membuka diri terhadap filsafat dan sains yang selama ini selalu dikotomikan oleh doktrin dan ketakutan lama sebagai ilmu yang bertentangan dengan agama.
Para ulama besar masa lalu seperti Al Farabi, Ibn Sina, Al Khawarizmi dan sederet tokoh mentereng lainnya tidak hanya hafal quran dan menguasai pokok agama, tetapi juga unggul dalam bidang sains dan filsafat.
“Santri di masa depan tidak hanya berbicara tentang halal dan haram. Mereka juga akan berbicara tentang astronomi, penjelajahan luar angkasa, fisika nuklir, mekanika quantum, thermodinamika, hydrologi, meteorology, dan masih banyak lainnya,” ungkap Agus.
Karena itu, Agus berharap pengembangan kurikulum pesantren Muhammadiyah membentuk calon ulama yang holistik namun memiliki spesifikasi profesional. Apalagi selama ini umat muslim tidak berdaya dan hanya menjadi objek pasar pihak yang menguasai teknologi.
“Umat Islam saat ini sangat bergantung kepada kekuatan lain di luar dirinya. Alhasil, kita hanya menjadi masyarakat konsumen yang tak berdaya. Apa gunanya kita mendidik anak-anak, jika pada akhirnya mereka hanya menjadi buruh,” ucapnya prihatin.
Advertisement