Pesantren Bukan Institusi Pendidikan Semata, Kata Gus Hamid Wahid
Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo, KH Hamid Wahid, mengatakan, peran pesantren selama ini tidak bisa dipandangan sebagai institisi pendidikan semata. Dalam praktiknya, pesantren juga ada institusi fungsi. Yakni, fungsi sosial kemasyarakat dan fungsi dakwah.
"Bila dilihat dari dasar ideologis, pendidikan adalah sasaran antara. Sasaran utamanya, bagaimana insan yang sudah dididik di pesantren, mampu melakukan fungsi sosial," tutur putra KH A Wachid Zaini (almaghfurlah).
Berkait dengan UU Pesantren, Gus Hamid Wachid mengingatkan, harus disambut dengan pengakuan negara. Meski tanpa itu pesantren telah berjalan.
"Pesantren adalah pranata. Apakah dengan pengakuan tersebut punya makna terhadap pesantren, ini yang harus kita pikirkan lebih dalam," tuturnya.
"Pesantren adalah pranata. Apakah dengan pengakuan tersebut punya makna terhadap pesantren, ini yang harus kita pikirkan lebih dalam," tutur Gus Hamid Wahid.
Menurut Gus Hamid Wachid, bila Undang-Undang hanya terkait pendidikan Islam, sebenarnya tidak memadai.
Ia pun berkisah soal Sultan Mudzaffar Syah dari Ternate, telah sekitar 10 tahun berkeinginan untuk menyatukan Nusantara, dalam kaitan dengan Islam dan karakter budaya.
Nah, pesantren telah mengembangkan soal hubungan ini sebenarnya. Karena, pesantren menyangkut soal identitas Islam di Nusantara.
Gus Hamid Wachid mengungkapkan hal itu, dalam seminar "Kemajuan Pembangunan dan Tantangannya" di Hotel Alana Surabaya, Kamis 21 Februari 2019. Menghadirkan sejumlah pembicara, Prof Dr Ahmad erani Yustika, staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi, Dr Mohammad Anas, M Phil, dosen FISIP Universitas Brawijaya.
Dalam panel diskusi, selain KH Abdul Hamid Wachid MSi, juga Diah Agus Muslim, Sekretaris MPW Pemuda Pancasila Jawa Timur, HM Kusnan SE, Ketua Koperasi Peternakan Sapi Perah Setia Kawan Nongkojajar Pasuruan, dan Durrul Izza Al-Fatawi, Ketua Korwil Gempita Jawa Timur. Diskusi dimoderatori Khodafi Msi, dosen UIN Sunan Ampel Surabaya.
Yang perlu dipikirkan, kata Khodafi, dosen Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, terkait eksistensi pesantren.
"Apakah Undang-Undang justru menguatkan ekonomi pesantren, atau justru menjatuhkan kemandirian pesantren," tuturnya," tuturnya.
Networking Pesantren
Sementara itu, Dyah Agus Muslim mengatakan, sebelum NKRI ada ormas telah ada. Ormas memberi kesadaran politik, ekonomi maupun kesadaran beragama.
"Menghasilkan institusi pendidikan. Ormas NU, Muhammadiyah, Persis dll. hingga pada era Orde Baru telah jelas perannya," tuturnya.
Saat ini, menurut Agus Muslim, ada upaya keadilan distributif. Contoh nyata, dana desa telah memberikan manfaat yang dirasakan masyarakat secara luas.
"Nah, Pesantren menginspirasi kegiatan masyarakat. Awalnya bicara soal agama, lalu ada proses keluh kesah pada pengajian.
"Maksudnya, kita mencoba untuk networking. Di Perkotaan dengan Muhammadiyah, di desa-desa NU melakukan jejaring sosial itu, " tutur Agus Muslim.
Menurutnya, pesantren bisa jadi katarsis, pelipur lara. Program dana desa bisa ditindakjuti dengan dikomunikasikan dengan ormas dan masyarakat.
"Dana desa jangan hanya dijadikan domain perangkat desa. Bagaimana perangkat ormas bisa diberdayakan dalam kaitan ini," kata Agus Muslim.
Ke depan kita berharap, kata Agus Muslim, dana desa lebih optimal untk bisa memberika kontribusi kepada masyarakat bersama-sama dengan ormas. (adi)