Perusakan Balai Pemuda adalah Bukti Pemkot dan DPRD Surabaya Tidak Punya Visi Seni dan Budaya
Makin terbukti bahwa rencana pembangunan gedung DPRD Kota Surabaya di kawasan cagar budaya Balai Pemuda adalah proyek yang ceroboh.
Masjid Assakinah sudah dibongkar, dan kantor DKS (Dewan Kesenian Surabaya) dan BMS (Bengkel Muda Surabaya) yang sudah berada di Balai Pemuda sejak tahun 1970, juga akan dibongkar. Padahal gedung DPRD yang akan diperluas itu baru diresmikan tahun 1997.
Seniman Surabaya secara bergelombang melakukan aksi untuk mempertahankan Balai Pemuda sebagai oase seni dan budaya kota Surabaya. Pemkot dan DPRD yang selama ini tidak memiliki visi kebudayaan dan kesenian dituntut untuk memperkuat visinya dalam hal kebudayaan dan kesenian ini. Membangun dan memperindah taman memang penting, tetapi mengembangkan kesenian jauh lebih penting.
Meimura, salah satu seniman Surabaya, hari hari Senin 27 November pagi melakukan aksi untuk mempertahankan Balai Pemuda jari menjarahan para politikus di DPRD Surabaya. Dengan wajah diblok warna putih, berpakaian pejuang dan membawa bendera merah putih yang diikat ke bambu runcing, dia berjalan berkeliling ke areal Balai Pemuda. Aksi Meimura ini bertema Menjaga Rumah Kita.
Kemudian Meimura yang memang aktor teater ini, didampingi s eniman muda Seno Bagaskoro menuju ke lobi kantor DPRD yang dibangun tahun 1997 itu, dan melakukan monolog di lobi lantai dua, dengan latar foto-foto para Ketua DPRD Surabaya jaman dulu hingga jaman now.
Menurut Seno Bagaskoro yang berorasi, “manusia yang tidak mengenal sejarahnya adalah manusia yang setengah-setengah," katanya. Seno adalah generasi milenial yang tidak ingin jadi generasi linglung. Ia merasa prihatin dengan kondisi kompleks Balai Pemuda yang semakin porak-poranda. Masjid As-Sakinah dibongkar, dan gedung DKS dan BMS akan digusur oleh penguasa kota yang tuna sejarah.
“Kayaknya mereka hanya berpikir proyek, proyek dan proyek serta sibuk membuat kalkulasi laba,” kata Seno. (nis)