Perubahan UU Terkait Pilkada Harus Perkuat Integritas
Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak berbagai perubahan peraturan perundang-undangan terkait pilkada harus mampu memperkuat kerangka demokrasi yang lebih substansial demi menjawab persoalan integritas pilkada itu sendiri.
Siaran pers ICW, Minggu, 14 Januari 2018, menyatakan selama perubahan UU tidak banyak menjawab persoalan integritas pilkada, maka Pilkada 2018 yang akan dilaksanakan di 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten/kota dinilai akan dibayangi oleh 10 permasalahan yang sama dengan tahun-tahun sebelumnya.
Kesepuluh permasalahan itu antara lain jual beli pencalonan antara kandidat dan partai politik, munculnya nama bermasalah (mantan narapidana atau tersangka korupsi) dan calon dinasti, munculnya calon tunggal, kampanye berbiaya tinggi, pengumpulan modal ilegal serta politisasi program pemerintah untuk kampanye.
Permasalahan lainnya adalah politisasi birokrasi dan pejabat negara, praktek politik uang (jual beli suara pemilih), manipulasi laporan dana kampanye, suap kepada penyelenggara pemilu, serta korupsi untuk pengumpulan modal, jual beli perizinan, jual beli jabatan, hingga korupsi anggaran.
LSM antikorupsi tersebut berpendapat bahwa dana bantuan sosial adalah klasifikasi belanja daerah yang sangat rawan digunakan untuk menggalang, mempertahankan, dan membalas dukungan, di mana pos anggaran ini biasanya akan menyasar langsung ke kantong-kantong suara.
Untuk itu, ICW merekomendasikan agar Kementerian Keuangan, Kemendagri, dan KPK untuk memonitor penggunaan belanja bantuan sosial tingkat pusat dan daerah, khususnya daerah yang kepala daerah, dinasti, dan pejabatnya maju dalam pemilu.
Sedangkan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi diharapkan untuk tidak lelah-lelahnya mengingatkan larangan aparatur sipil negara (ASN) terlibat dalam proses pemenangan pemilu.
ICW juga ingin Panglima TNI dan Kapolri untuk menjaga integritas jajaran dibawahnya agar tidak memihak calon kepala daerah tertentu, sekalipun calon tersebut berasal dari TNI/Polri.
Sementara Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) diharapkan menginstruksikan jajaran dibawahnya untuk mulai menyusun data pembanding pengeluaran dana kampanye saat melakukan pengawasan lapangan, mengingat UU Pilkada telah mengatur sanksi pidana terhadap pelaporan dana kampanye yang tidak benar.
ICW juga mendesak kandidat pemilu dan partai politik untuk berkomitmen menjaga integritas pilkada dengan tidak menggunakan modal illegal dalam pemilu dan bersaing secara sehat, serta agar masyarakat sipil untuk aktif berpartisipasi dalam pemilu sebagai pemantau.
Sebelumnya, mantan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, Senin, 8 Januari 2018, mengatakan LSM mempunyai peran penting dalam pilkada.
Menurut Bambang Widjojanto, pilkada dinilainya sebagai salah satu masa yang rawan untuk tindakan korupsi, salah satunya adalah melalui praktik politik uang.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengingatkan kepada masyarakat agar betul-betul melihat latar belakang calon kepala daerah yang akan dipilih dalam Pilkada 2018.
"Ini menjadi peringatan bagi kita semua tolong nanti kalau Pilkada selalu dilihat `track record`-nya orang supaya kita bisa percaya," kata Agus di gedung KPK, Jakarta, Jumat, 5 Januri 2018. (ant)
Advertisement