Pertunjukan Musik Andang Bachtiar, Dakwah tentang Bumi
Sudah lama Surabaya kering, tidak ada pertunjukan seni yang memadai. Maka ketika Sabtu malam lalu geogolog Dr.Ir. Andang Bachtiar,M.Sc mementaskan karya-karyanya berupa lagu-lagu di Gedung Cak Durasim, Taman Budaya Jatim, Surabaya seperti diguyur hujan. Pementasan musik bertajuk ‘Kataklastik Budaya’ karya Andang Bachtiar menyadarkan warga bahwa ada yang telah hillang dari Kota Surabaya, yaitu pementasan-pementasan seni yang dulu pernah marak di kota ini.
Sebelas lagu disajikan oleh Andang Bachtiar diiringi 12 pemusik dan tiga backing vocal, dengan memainkan berbagai genre musik; blues, rock, jazz, sampai klasik bahkan lagu dolanan anak-anak. Para pemusik atau band tersebut dinamakan Penyelaras, yang para pemusiknya berasal dari beberapa kota, khusus dibentuk untuk memainkan lagu-lagu yang liriknya ditulis Andang. Sedang lagunya karya Charles Djalu, Endri Wejoe dan Andika.
Yang istimewa, dan tidak ada duanya, semua lirik lagu karya Andang bertemakan geologi. Tidak ada tema cinta dan pedesaan, misalnya seperti tema lagu-lagu karya idola Andang yaitu pemusik asal Surabaya, Leo Kristi. Padahal mendengar dan melihat lagu-lagu Andang, cukup terasa pengaruh Sang Troubador, baik cengkok, hentakan maupun diksinya. Hu...hu...hu...la..la...la... Demikian juga lekak lekuk suaranya. Tapi tidak pada liriknya.
Bumi Manusia (Antiklin Bersayap). Lempeng menunjam, tapi tidak kesakitan. Bumi manusia....Geologist berpuisi...tapi kata-katanya tenggelam dalam riuh rendah keindahan. Bumi manusia yang tak terucapkan. Antiklin bersayap tapi tidak terbang. Patahan tumbuh tapi tak pernah dewasa. Lipatan rebah tapi tidak tidur. Lempeng menunjam tapi tidak kesakitan. Bumi menua tapi selalu kembali muda.
Itu sekuplet lirik lagu Andang. Berjudul bumi manusia. Menggambarkan apa yang terjadi pada lempengan bumi, dilihat dengan kaca mata ilmu geologi. Geologist menggambar tapi sketnya terbenam. Dalam Gemerlap menakjubkan bumi manusia. Geologist berpuisi...tapi kata-katanya tenggelam dalam riuh renndah keindnahan. Teriak Andang, alumni ITB, lahir 61 tahun tahun lalu di Malang.
Malam pementasan musik karya Andang Bachtiar, adalah malam reuni para geogolog. Mereka berbaur dengan para pecinta musik, menonton bersama hampir memenuhi kapasitas Gedung Cak Durasim yang berisi 600 kursi. Sebagian dari penonton juga berasal dari komunitas pecinta Konser Rakyat Leo Kristi. Andang pernah beberapa kali memproduseri pementasan KRLK ketika tiga personil utamanya masih hidup; Mung Sriwiyana, Naniel dan Leo sendiri.
Sebanyak tujuh ahli geologi dari berbagai perguruan tinggi hadir, kebanyakan dari ITS. Mereka masing-masing adalah Dr. Eko Teguh Paripurno, Dr. Helmi Darjanto, Dr. Amien Widodo, Dr. Wahyudi, Dr.Adi Susilo dan Haris Miftahul. Para geogolog itu tidak hanya menonton sejawatnya yang juga seniman tampil di panggung, tapi mereka juga ikut naik ke panggung, masing-masing memembacakan sajak atau artikel pendek, juga tentang geologi.
Pembacaan sajak oleh ketujuh geolog itu berselang-seling dengan lagu-lagu Andang. Selesai pembacaan sajak, Andang dan para pendukungnya kembali bermusik, kemudian disusul lagi dengan pembacaan sajak oleh geogolog yang dipanggil Andang. Dalam pertunjukan, penampilan seperti ini termasuk baru, setidaknya bermanfaat untuk mengatur ritme panggung. Bagaimanapun, kehadiran para pakar membacakan sajak di atas panggung itu lebih memperkuat kesan pertunjukan ini sebagai reuni para geogolog. Apalagi di atas panggung juga disajikan sebuah layar LED besar yang menampilkan animasi peristiwa-peristiwa gelologi yang colorful.
Selama tiga jam, penonton dibawa ke dunia pertunjukan yang lain, dan utuh. Sebagai pertunjukan, ‘Kataklastik Budaya’ berlangsung sukses. Lighting dan sound ditata secara bagus, hasil kerja dari tim yang profesional. Dan yang lebih penting, misi dari pertunjukan ini bisa disebut berhasil, yaitu dakwah tentang bumi. (m. anis)