Pertemuan Penyair Nusantara, Ini Salam Gus Mus untuk Sunan Kudus
Pertemuan Penyair Nusantara (PPN) XII berlangsung di Kudus, Jawa Tengah berlangsung mulai 28-30 Juni 2019. Menerbitkan antologi puisi PPN XI Kudus dengan judul, ‘Sesapa Mesra Selinting Cinta’. Buku antologi kemudian dibagikan Thomas Budi Santosa kepada penyair Indonesia Dharmadi dan Ahmadun Yosi Herfanda, serta penyair kehormatan Sutardji Calzoum Bachri dan D Zawawi Imron.
Sedang dari mancanegara kepada Dr Saleh Rahamad (Malaysia), Djamal Tukimin MA (Singapura), Prof Zefri Arif (Brunei), dan Awwaben Samsudin asal Thailand. Kemeriahan semakin terasa dengan selingan musik ‘Sang Suara’ dari komunitas kontemporer Kota Kretek.
Dalam perhelatan yang berlangsung di pelataran depan Menara Kudus, Sabtu 29 Juni 2019 tadi malam, penyair kehormatan lain tampil, Thomas Budi Santosa dan KH Musthofa Bisri (Gus Mus) asal Rembang. Mereka akan membacakan karya puisinya di Panggung Penyair Asia Tenggara.
Meski hadir belakangan, setelah Zawawi Imran dan Sutardji Chalzoum Bachri, penyair Ahmad Mustofa Bisri alias Gus Mus yang ditunggu-tunggu pun hadir.
"Ini lokasi yang sangat bersejarah. Kita juga dilihat Kanjeng Sunan Kudus. Karena itu, saya perlu membacakan puisi saya 'Tadarus' untuk Sunan Kudus," tutur Gus Mus.
Sebelumnya, Gus Mus mendapat hadiah puisi dari Thomas Budi Santosa yang dibacakan di depan forum para penyair itu.
"Ini lokasi yang sangat bersejarah. Kita juga dilihat Kanjeng Sunan Kudus. Karena itu, saya perlu membacakan puisi saya 'Tadarus' untuk Sunan Kudus," tutur Gus Mus.
Seperti biasanya, pada larik-larik khusus suara Gus Mus bergetar. Penuh penghayatan.
Berikut Puisi KH. A. Mustofa Bisri, "TADARUS";
Bismillahirrahmanirrahim
Brenti mengalir darahku menyimak firman-Mu
Idzaa zulzilatil-ardlu zilzaalahaa
Wa akhrajatil-ardlu atsqaalahaa
Waqaalal-insaanu maa lahaa
(ketika bumi diguncang dengan dasyatnya
Dan bumi memuntahkan isi perutnya
Dan manusia bertanya-tanya:
Bumi itu kenapa?)
Yaumaidzin tuhadditsu akhbaarahaa
Bianna Rabbaka auhaa lahaa
Yaumaidzin yashdurun-naasu asytaatan
Liyurau a'maalahum
(Ketika itu bumi mengisahkan kisah-kisahnya
Karena Tuhanmu mengilhaminya
Ketika itu manusia tumpah terpisah-pisah
'Tuk diperlihatkan perbuatan-perbuatan mereka)
Faman ya'mal mitsqaala dzarratin khairan yarah
Waman ya'mal mitsqaala dzarratin syarran yarah
(Maka siapa yang berbuat sezarrah kebaikan
pun akan melihatnya
Dan siapa yang berbuat sezarrah kejahatan
pun akan melihatnya)
Ya Tuhan, akukah insan yang bertanya-tanya
Ataukah aku mukmin yang sudah tahu jawabnya?
Kulihat tetes diriku dalam muntahan isi bumi
Aduhai, akan kemanakah kiranya bergulir?
Diantara tumpukan maksiat yang kutimbun saat demi saat
Akankah kulihat sezarrah saja
Kebaikan yang pernah kubuat?
Nafasku memburu diburu firmanMu
Dengan asma Allah Yang Pengasih Penyayang
Wa'aadiyaati dlabhan
Falmuuriyaati qadhan
Fa-atsarna bihi naq'an
Fawasathna bihi jam'an
(Demi yang sama terpacu berdengkusan
Yang sama mencetuskan api berdenyaran
Yang pagi-pagi melancarkan serbuan
Menerbangkan debu berhamburan
Dan menembusnya ke tengah-tengah pasukan lawan)
Innal-insana liRabbihi lakanuud
Wainnahu 'alaa dzaalika lasyahied
Wainnahu lihubbil-khairi lasyadied
(Sungguh manusia itu kepada Tuhannya
Sangat tidak tahu berterima kasih
Sunggung manusia itu sendiri tentang itu menjadi saksi
Dan sungguh manusia itu sayangnya kepada harta
Luar biasa)
Afalaa ya'lamu idza bu'tsira maa fil-qubur
Wahushshila maa fis-shuduur
Inna Rabbahum bihim yaumaidzin lakhabier
(Tidakkah manusia itu tahu saat isi kubur dihamburkan
Saat ini dada ditumpahkan?
Sungguh Tuhan mereka
Terhadap mereka saat itu tahu belaka!)
Ya Tuhan, kemana gerangan butir debu ini 'kan menghambur?
Adakah secercah syukur menempel
Ketika isi dada dimuntahkan
Ketika semua kesayangan dan andalan entah kemana?
Meremang bulu romaku diguncang firmanMu
Bismillahirrahmaanirrahim
Al-Quaari'atu
Mal-qaari'ah
Wamaa adraaka mal-qaari'ah
(Penggetar hati
Apakah penggetar hati itu?
Tahu kau apa itu penggetar hati?)
Resah sukmaku dirasuk firmanMu
Yauma yakuunun-naasu kal-faraasyil-mabtsuts
Watakuunul-jibaalu kal'ihnil-manfusy
(Itulah hari manusia bagaikan belalang bertebaran
dan gunung-gunung bagaikan bulu dihambur-terbangkan)
Menggigil ruas-ruas tulangku dalam firmanMu
Waammaa man tsaqulat mawaazienuhu
Fahuwa fii 'iesyatir-raadliyah
Waammaa man khaffat mawaazienuhu faummuhu haawiyah
Wamaa adraaka maa hiyah
Naarun haamiyah
(Nah barangsiapa berbobot timbangan amalnya
Ia akan berada dalam kehidupan memuaskan
Dan barangsiapa enteng timbangan amalnya
Tempat tinggalnya di Hawiyah
Tahu kau apa itu?
Api yang sangat panas membakar!)
Ya Tuhan kemanakah gerangan belalang malang ini 'kan terkapar?
Gunung amal yang dibanggakan
Jadikah selembar bulu saja memberati timbangan
Atau gunung-gunung dosa akan melumatnya
Bagi persembahan lidah Hawiyah?
Ataukah, o, kalau saja maharahmatMu
Akan menerbangkannya ke lautan ampunan
Shadaqallahul' Adhiem
Telah selesai ayat-ayat dibaca
Telah sirna gema-gema sari tilawahnya
Marilah kita ikuti acara selanjutnya
Masih banyak urusan dunia yang belum selesai
Masih banyak kepentingan yang belum tercapai
Masih banyak keinginan yang belum tergapai
Marilah kembali berlupa
Insya Allah Kiamat masih lama. Amien.
1963+1988
(dari Antologi Puisi A. Mustofa Bisri "Tadarus", Prima Pustaka Yogyakarta, 1993)
Perhelatan PPN yang didukung Bakti Budaya Djarum Foundation, memberi kesempatan para penyair Indonesia dan mancanegara untuk mengirimkan karya puisinya. Lebih dari 700 penyair mengirimkan sekitar seribu karyanya, namun yang lolos kurasi hanya 100 penyair Indonesia dan 30 penyair negeri tetangga. Dari 100 penyair Indonesia, 50 penyair di antaranya berasal dari Jawa Tengah- termasuk 13 penyair tuan rumah Kudus. (adi)