Pertemuan dan Pesan Terakhir Rachmawati Sukarnoputri
Oleh: Erros Djarot
Satu lagi tiang penyangga ajaran Bung Karno meninggalkan dunia fana. Rachmawati Sukarnoputri berpulang ke alam baka menghadap Sang Khaliq, pagi dini hari, 3 Juli 2021, di RSPAD Jakarta, karena Covid-19. Berita duka ini saya terima langsung dari Bung Eko, orang dekat kepercayaan Rachma, sesaat detik-detik kepergian almarhumah. Seraya saya tundukan kepala dan berdoa…Alfatihah. Semoga almarhumah husnul khotimah, amin.
Saat menerima berita duka ini, pikiran pun langsung menghadirkan peristiwa beberapa hari jelang haul Bung Karno, 21 Juni 2021. Saat itu Bung Eko menghubungi saya menyampaikann keinginan Rachma agar saya bisa datang ke rumahnya untuk membicarakan berbagai hal. Seperti biasa, saat bertandang dan bertemu dengannya, kami pun ngobrol di sebuah meja makan tempat biasa kami bertemu. Siang itu hadir bung Eko, Kristanto asisten Rachma, anak Rachma Dadek dan istrinya.
Obrolan Santai: Masalah Bernegara
Seperti biasa pula, pembicaraan tidak lepas dari masalah kehidupan berbangsa dan bernegara yang menjadi tema sentral obrolan di setiap temu kangen. Istimewanya saat itu, pertemuan tidak seperti biasa. Dialog berjalan minus suara tinggi yang biasanya setiap menit hadir, keluar dari mulut Rachma. Siang itu ia lebih tenang, banyak senyum, dan bicara pun cukup datar dan menyejukan. Kritikan tajam yang dilontarkan diperdengarkan Rachma dengan nada suara yang lebih tenang dan terdengar hangat.
Bahkan pada saat obrolan masuk ke masalah Megawati, kakaknya yang selama ini dianggap sebagai lawan politiknya, tidak seperti biasa. Ia lebih menempatkan diri sebagai adik yang tidak ada sedikit pun kesan menyimpan rasa bermusuhan sebagaimana biasanya. Satu hal yang mengejutkan ketika saya mendengar reaksinya saat saya sedikit keras mengeritiknya…
"Ma…kenapa sih kamu ini selalu nyerang Adis (panggilan Megawati)…mbok ya sudah to. Yang damai dan jangan marah-marah terus. Apalagi kesehatanmu harus kamu jaga dan itu yang lebih penting saat ini dijaga dan diperhatikan. Berhenti deh marah-marah dan jangan lagi seperti bermusuhan abadi…!”
Biasanya, setiap kali saya mengajukan ajakan seperti nada di atas, reaksinya begitu keras. Seakan meraung bak macan betina yang terluka, marah sambil unjuk taring dan kuku tajamnya. Namun dalam pertemuan siang itu, sangat jauh berbeda. Dengan lembut dia merespon…
"Mas Erros…pintu rumahku terbuka lebar untuk menyambut kedatangan Adis kapan aja..silahkan. Ayo kita ngmong baik-baik. Gak ada marah-marah. Kita bicara sebagai kakak dan adik. Kalo perlu gak usah masuk ke pembicaraan masalah politik…silahkan kapan saja. Atur deh…dan kalian (kepada yang hadir saat itu), kalian semua saksi ya atas apa yang saya katakan ini..!”
Hati Makin Teduh
Mendengar apa yang baru saja ke luar dari mulut Rachma, suasana hati dan bathin saya menjadi sejuk. Kepadanya pun saya katakan bahwa tidak benar bahwa selama ini Adis tak mau tahu soal dirinya. Bahkan pada saat terjadi musibah masalah tuduhan makar terhadap dirinya, seluruh keluarga berusaha meyakinkan para pihak bahwa tidak benar Rachma berbuat seperti itu.
Saya sampaikan juga kepada Rachma bahwa baru beberapa hari lalu saya bicara dengan Mas Tok (Guntur) dan Sukma. Mereka semua menyayangimu dan sangat prihatin atas penderitaan penyakitmu. Tidak benar mereka cuek dan menjauhimu. Semua menyayangimu, juga Guruh! Mendengar apa yang baru saja saya sampaikan, tampak sekali wajahnya berbinar dan dari wajahnya tersembul senyumnya yang renyah dan melegakan hati kita semua yang hadir menyaksikan.
Ternyata Itu Pertemuan Terakhir
Maka ketika mendengar kabar akan kepergian saudaraku, sahabatku, kawan seperjuanganku, Rachmawati Sukarnoputri telah berpulang menghadap Sang Khaliq, betapa terkejutnya hati ini. Namun dalam hati saya bersyukur telah memaksakan diri memenuhi permintaannya untuk bertandang ke rumah almarhumah, sekalipun kondisi pandemik merupakan kendala psikologis yang selalu menghadang.
Ternyata pertemuan kali terakhir dengan almarhumah menjadi kesaksian bahwa kepergiannya telah dihantar oleh rasa damai dan cinta terhadap para kakak dan adiknya yang yang begitu dalam dan tulus diucapkannya dihadap kami yang hadir dalam pertemuan di siang itu.
Memang pertemuan mesra dengan para kakak dan adiknya belum sempat terselenggara, yang rencananya akan dijadwalkan setelah masa pandemik mereda, karena Tuhan telah lebih dahulu memeanggilnya pulang. Tapi setidaknya saya meyakini, ia pergi dengan meninggalkan pesan dan rasa damai, juga ungkapan cinta tulus kepada para kakak dan adik-adiknya. Siang itu ia berpamit pulang sambil tak lupa membisikkan ke telinga hati saya…Teruskan perjuangan,
Revolusi Belum Selesai!
Selamat jalan saudaraku, sobatku, kawan seperjuanganku…RIP, Rach…