Pertegas Pesantren Anti-Penjajahan, Ini 10 Poin Risalah Tegalsari
Silaturahim Nasional Forum Komunikasi Pesantren Muadalah (FKPM), 17-19 Oktober 2021 menghasilkan Risalah Tegalsari.
Dalam silatnas FKPM yang berlangsung selama tiga hari tersebut berhasil merumuskan beberapa poin yang terangkum dalam Risalah Tegalsari. Disebut Risalah Tegalsari karena merujuk lokasi penandatangan kesepakatan tersebut di Tegalsari, Ponorogo.
Berikut isi Risalah Tegalsari, memuat 10 poin penting penjelasan:
1. Konsep wasathiyah dan tawazun dalam Islam bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits;
2. Terminologi dan konsep moderasi mengandung nilai dan konten sesuai budaya dimana terminologi ini tumbuh dan berkembang. Moderasi menurut Barat berdasarkan nilai-nilai demokrasi liberal, sekuler, dan pemaknaan toleransi yang tidak tepat. Oleh karena itu, konsep moderasi ala Barat yang tidak sesuai dengan budaya Timur dan nilai-nilai Islam, dengan demikian tidak dapat diterima sebagai sebuah konsep;
3. Kekeliruan pengistilahan saat ini adalah pada istilah ‘Islam Moderat’ atau ‘Islam Wasathiyah’, adapun yang lebih tepat adalah “Wasathiyatul Islam”;
4. Moderasi ala pesantren berdasarkan pada konsep tawazun dan tawashuth. Oleh karena itu tidak perlu ada model moderasi baru yang dipaksakan masuk ke lingkungan pesantren, karena di pesantren moderasi telah dijalankan sejak berdirinya pesantren di Indonesia;
5. Sejak awal, konsep pendidikan di pesantren telah menggabungkan dimensi kepentingan dunia dan akhirat;
Pilar Islam Moderat
6. Tiga pilar Islam, yaitu: Iman, Islam, dan Ihsan telah terimplementasikan dalam kurikulum pesantren baik salafiyah maupun ‘ashriyah (muallimin);
7. Pesantren sejak awal berdirinya memiliki semangat anti-penjajah dan penjajahan, inilah sifat dan sikap yang inheren di dalam dunia pesantren sebagai sebuah manifestasi semangat nasionalisme;
8. Pesantren akan terus mengambil peran penting dalam kepemimpinan di masyarakat sebagai bagian dari solusi, menjadi perekat, penggerak dan pencerah umat;
9. Satuan Pendidikan Muadalah dan kurikulumnya adalah contoh nyata moderasi dalam pendidikan di pesantren, karena mampu menyatukan antara kurikulum model salafiyah dan ‘ashriyah (muallimin);
10. Muadalah adalah model pembelajaran yang inklusif. Sehingga konsep ‘al-‘ilmu lil ‘ilmi’ (ilmu untuk ilmu) tidaklah tepat; yang tepat adalah ‘al-‘ilmu lil ‘ibadah wal amal’, yaitu konsep ilmu untuk mempertebal iman, akhlak dan amal.
Rekomendasi Risalah Tegalsari
Selain Risalah Tegalsari, Silatnas FKPM juga menghasilkan beberapa rekomendasi bagi Kementerian Agama RI yaitu:
1. Mendorong Kementerian Agama Republik Indonesia untuk melakukan sosialisasi Undang-undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren dan aturan pelaksanaannya secara masif pada jajaran instansi vertikal Kementerian Agama RI sehingga dapat dipahami secara komprehensif;
2. Mendorong Kementerian Agama Republik Indonesia untuk menerbitkan petunjuk teknis tentang konversi dari satuan pendidikan umum ke satuan pendidikan muadalah serta migrasi siswa/santri, pendidik profesional dan tenaga kependidikan dari satuan pendidikan umum ke satuan pendidikan Muadalah;
3. Mendukung segera terbentuknya Majelis Masayikh yang mencerminkan keterwakilan pesantren secara proporsional berdasarkan amanat Undang-undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren pasal 5 ayat 1;
4. Mendesak Kementerian Agama Republik Indonesia untuk mempermudah pendirian satuan pendidikan Muadalah sesuai dengan Peraturan Menteri Agama Nomor 31 Tahun 2020 tentang Pendidikan Pesantren dan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 3481 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Izin Pendirian Satuan Pendidikan Muadalah;
5. Mendukung terbentuknya Direktorat Jenderal Pesantren pada Kementerian Agama Republik Indonesia.
Penjelasan Ketua Umum
Ketua Umum FKPM, Prof Dr Amal Fathulalh Zarkasyi mengatakan bahwa pertemuan ini sangat bersejarah karena dihadiri oleh hampir seluruh pesantren muadalah baik salafiyah maupun ‘ashriyah (modern).
“Pertemuan ini bersejarah karena untuk pertama kalinya, FKPM mengadakan pertemuan yang dihadiri oleh hampir seluruh pesantren muadalah baik salafiyah maupun ‘ashriyah,” ungkap Kiai Amal, dalam keterangannya, Senin 25 Oktober 2021.