Pertanyaan Jilbab dan Istri Kedua di KPK, NU dan MUI Satu Suara
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengkritik pertanyaan 'bersedia lepas jilbab' dalam tes alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) yang mencuat ke publik. MUI menyebut hasil tes tersebut seharusnya dibatalkan.
MUI Sebut KPK Tak Pancasilasis
Waketum MUI Anwar Abbas mempertanyakan tes wawasan kebangsaan dari pewawancara dalam tes alih status pegawai KPK. Anwar menilai ada yang salah dalam pemahaman keagamaan dan kebangsaan pewawancara. "Saya punya kesimpulan sementara yang perlu dibuktikan kebenarannya bahwa pandangan yang bersangkutan, menurut saya, tentang Pancasila dan konstitusi serta masalah keagamaan dan kebangsaan adalah banyak yang salah dan bermasalah," kata Anwar Abbas Minggu 9 Mei 2021.
Anwar menyarankan agar hasil tes terhadap pegawai KPK tersebut dibatalkan. Sebab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam tes itu tidak sesuai dengan nilai Pancasila dan UUD 1945. "Oleh karena itu, agar negeri ini tidak gaduh, saya meminta supaya hasil tes terhadap semua pegawai tersebut dibatalkan, tes sepertinya tidak sesuai dengan nilai-nilai yang terdapat dalam Pancasila dan UUD 1945," ujarnya.
Anwar menyebut munculnya pertanyaan 'bersedia lepas jilbab' mencerminkan sikap aparatur negara yang tidak Pancasilais. Dia menilai ada sikap yang cenderung justru memusuhi agama. "Hal ini menurut saya mencerminkan bagaimana buruknya budaya aparatur negara kita, di mana terkesan sikap dan pandangan serta budaya dan mentality mereka tidak mencerminkan bahwa diri-diri mereka adalah insan-insan yang Pancasilais," ucap Anwar.
PBNU Minta Komnas HAM Turun
Secara terpusah PBNU melalui Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Lakpesdam PBNU) meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) membatalkan TWK itu. Bahkan Komnas HAM juga diminta turun tangan.
Ketua Lakpesdam PBNU Rumadi Ahmad dalam keterangan tertulis yang diterima Ngopibareng.id Minggu 9 Mei 2021 menegaskan TWK terhadap 1.351 pegawai KPK menunjukkan hal yang aneh, lucu, seksis, rasis, diskriminatif, dan berpotensi melanggar hak asasi manusia.
Lakpesdam PBNU mengkritisi pertanyaan TWK KPK yakni: Umur segini belum menikah? Masihkah punya hasrat? Mau nggak jadi istri kedua? Kalau pacaran ngapain aja? Kenapa anaknya sekolah di sekolah Islam (SDIT)? Kalau salat pakai qunut nggak? Islamnya Islam apa? Bagaimana kalau anaknya nikah beda agama? Menurut Lakpesdam PBNU, pertanyaan-pertanyaan itu tidak bisa dipertanggungjawabkan sebagai pertanyaan tes wawasan kebangsaan.
"Pertanyaan-pertanyaan wawancara di atas sama sekali tidak terkait dengan wawasan kebangsaan, komitmen bernegara, dan kompetensinya dalam pemberantasan korupsi. Pertanyaan-pertanyaan ini ngawur, tidak profesional, dan mengarah pada ranah personal (private affairs) yang bertentangan dengan Pasal 28G Ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan 'Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.'kata Ketua Lakpesdam PBNU, saat dihubungi Minggu 9 Mei 2021.