Pertanian Padi Organik di Ngawi Moncer pada Masa Mas Ony
Kabupaten Ngawi menjadi daerah penghasil beras tertinggi di tingkat nasional sejak 2021 hingga 2023. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023, produksi gabah kering giling (GKG) di Ngawi mencapai 771.251 ton atau setara 445.397 ton beras.
Selain pertanian konvensional, Kabupaten Ngawi dikenal sebagai daerah dengan pertanian organik, terutama untuk tanaman padi.
Luasan pertanian organik di Ngawi pada 2024 ini melampaui target yang telah ditetapkan Kementrian Pertanian (Kementan). Pada 2024, Kementan menargetkan Ngawi mempunyai lahan pertanian padi organik seluas 1.000 hektare.
Namun, realiasasinya, saat ini Ngawi telah memiliki lahan pertanian organik seluas 1.700 hektare. Dengan kata lain, Ngawi telah melampaui 70 persen dari target.
Pegiat pertanian padi organik di Desa Jatirejo, Kecamatan Kasreman, Kabupaten Ngawi, Agus Suwoko, mengatakan ia dan kelompok tani di wilayahnya telah mulai menggalakkan pertanian padi organik sejak 2021.
Saat ini, terdapat lebih dari 11 hektare pertanian padi organik yang ada di desanya, yang telah bersertifikat.
Menurutnya, pertanian pagi organik sangat menguntungkan petani. Selain lebih menghemat biaya, beras hasil pertanian organik memiliki kualitas lebih baik, sehingga mempunyai harga jual lebih tinggi.
“Nasi dari beras organik tidak cepat basi. Beras organik dengan kualitas khusus, tidak terpatok pada HET (harga eceran tertinggi), bisa dijual dengan harga tinggi,” ucapnya.
Namun demikian, disampaikan lebih lanjut, beras organik sangat disukai oleh kutu beras, lantaran beras ini tak mengandung pestisida kimia. Oleh karenanya, beras organik butuh perlakuan khusus.
“Semisal, setelah diselep harus segera dibungkus rapat. Kalau tidak, akan mengundang kutu beras, karena sifatnya yang tidak mengandung kimia,” terang Agus, yang juga merupakan Kades Jatirejo ini.
Bukan tanpa tantangan
Dituturkan, menggarap pertanian organik bukan tanpa tantangan. Dikatakan, tantangan pertama adalah meyakinkan para petani yang telah terbiasa selama puluhan tahun menggunakan pupuk, obat-obatan, dan pestisida kimia.
“Yang sulit meyakinkan, itu butuh kesabaran dan ketelatenan. Dan kita harus bisa memberi contoh keberhasilan terlebih dulu, baru mereka yakin dan mau,” paparnya.
Diakui, pada tahap pertama peralihan dari metode pertanian kimia ke organik memakan biaya tidak sedikit. Misalnya, untuk tahap pertama 1 hektare lahan membutuhkan sekitar 30 ton kotoran hewan.
“Itu untuk pertama saja, setelah tak sampai setenganhnya. Karena untuk mengembalikan sifat dan kesuburan tanah dari yang semula terbiasa memakai kimia menjadi organik itu memang tidak semudah membalik tangan,” ujarnya.
Namun, setelahnya, pertanian organik akan lebih hemat biaya. Sebab, hampir semua bahan pupuk maupun pestisida nabati, bisa diperoleh dari lingkungan sekitar.
“Setelah berjalan, biaya lebih hemat, hasil panen organik juga tak kalah dengan pertanian dengan pupuk kimia. Satu hektare lahan bisa panen hingga 7 ton gabah,” terangnya.
Keuntungan lainnya adalah, petani tak pusing dengan ketersediaan pupuk kimia di pasaran, yang seringkali mengalami kelangkaan saat masa tanam dan pemupukan.
Pemkab serius dorong PRLB
Pada akhir 2023, luasan pertanian padi di Kabupaten Ngawi sekitar 124.923 hektare (ha). Dari jumlah itu, 1.700 hektare di antaranya adalah pertanian organik.
Sementara, luasan Pertanian Ramah Lingkungan Berkelanjutan (PRLB) sekitar 13.193 hektare, atau lebih dari 25 persen total luas lahan pertanian.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Ngawi, Supardi, mengatakan PRLB merupakan sistem pertanian yang mengelola seluruh sumber daya pertanian dan input usaha tani secara bijak, berbasis inovasi teknologi untuk mencapai peningkatan produktivitas berkelanjutan, menguntungkan secara ekonomi dan berisiko rendah atau tidak merusak fungsi lingkungan.
Inovasi PRLB tersebut antara lain, listrik masuk sawah, mandiri benih, hilirisasi pertanian yang bekerja sama dengan offtaker, dan lainnya.
Calon bupati petahana Ngawi, Ony Anwar Harsono, mengatakan pihaknya menggandeng berbagai pihak untuk mendorong PRLB. Di antaranya bekerja sama dengan PLN untuk program listrik masuk sawah atau Electricity for Farming.
“Kita juga menggandeng lembaga setifikasi pertanian Lawu Organic Certification (LOC) untuk proses sertifikasi pertanian organik dengan biaya terjangkau,” ucapnya.
Untuk kemajuan pertanian di Ngawi, Ony menegaskan, ia juga memperhatikan infrastruktur serta sarana dan prasarana lain. Semisal, manajemen air, pembangunan infrasturktur irigasi, jalan usaha tani (JUT), dan lainnya.