Pertamina Ancam Putus Hubungan SPBU Nakal
PT Pertamina akan mengambil langkah tegas apabila secara hukum Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) terlibat dalam praktik penyalahgunaan BBM bersubsidi.
Hal ini menyambut kasus penyalahgunaan BBM Subsidi jenis solar sebanyak 45.500 liter sebagaimana diungkap oleh penyidik Ditreskrimsus Polda Jatim.
"Apabila hasil proses hukum dinyatakan ada keterlibatan SPBU, tentu akan ada sanksi berupa sanksi tertulis, pemutusan alokasi BBM, bahkan pemutusan hubungan usaha antara Pertamina dengan SPBU," ungkap Area Manager Communication, Relations & CSR Pertamina Patra Niaga Region Jatimbalinus, Deden Mochammad Idhani.
Deden mengaku, tidak tahu pasti bagaimana praktik yang dilakukan selama ini. Namun, Pertamina terus berupaya memperbaiki sistem, salah satunya program subsidi tepat yang dirancang beberapa tahun terakhir.
"Kami sedang mengembangkan sistem QR code untuk mengeliminir kejadian seperti itu. Dengan kasus ini, tentu menjadi evaluasi bagi kami untuk memikirkan sistem yang lebih baik," pungkasnya.
Selain itu, Pertamina juga tetap akan menjalin kerja sama dengan aparat kepolisian untuk membantu mengawasi agar tidak terjadi kasus serupa.
Seperti dikabarkan sebelumnya, Polda Jatim berhasil mengungkap kasus penyalahgunaan BBM bersubsidi berjenis solar sebanyak 45.500 liter senilai Rp25 Miliar di wilayah Jatim.
Pengungkapan ini dilakukan sesuai empat laporan yang diterima. Di mana, dari pengungkapan ini terdapat 27 orang yang diamankan dari kelompok yang berbeda.
Diketahui, jika para pelaku membeli solar subsidi menggunakan mobil box yang sudah dimodifikasi dengan ditambah tangki 5.000 liter di dalamnya. Dari itu, kemudian para pelaku menjual kepada sejumlah perusahaan dengan harga yang lebih mahal.
Para tersangka pelaku disangkakan melanggar Pasal 55 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah pengganti UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja juncto Pasal 55 Ayat (1) ke (1) KUHP Pidana.
"Ancaman paling lama enam tahun hukuman penjara dan denda Rp60 miliar," kata Direktur Ditreskrimsus Polda Jatim, Kombes Pol Farman.
Advertisement