Pertama Kali Soetandyo Award Diberikan Kepada Alumni Fisip Unair
Untuk pertama kalinya Soetandyo Award 2022 diberikan kepada alumni Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip) Universitas Airlangga (Unair) yakni, Wahyu Dhyatmika yang juga CEO Tempo digital.
Dalam sambutannya, ketua dewan juri, Vinsensio M.A Dugis mengatakan, banyak nilai yang diusung oleh mendiang Soetandyo yang selaras dengan apa yang dilakukan oleh alumnus Fisip Unair tahun 1996 itu.
"Dalam pemilihannya kami mengidentifikasi banyak nama. Mencari figur yang cocok mempraktikkan nilai-nilai sosial seperti, membela kaum marjinal, pembela HAM serta pembela kepentingan publik. Setelah melewati proses panjang tersebut, kami memutuskan memberikan award ini kepada putra Fisip sendiri," terang Vinsensio, Kamis, 15 Desember 2022.
Vinsensio Dugis menyampaikan, dalam perjalanan Wahyu Dhyatmika sebagai jurnalis, banyak karya-karyanya yang memberi ruang tersendiri bagi kaum marjinal serta mengutamakan kemanusiaan dalam setiap karyanya.
"Hal inilah yang mencirikan nilai-nilai yang diusung Pak Soetandyo semasa hidup beliau," ungkapnya.
Atas penghargaan yang diterima, pria asal Bali ini mengucapkan terima kasih kepada banyak pihak. Menurutnya, prestasi yang ia terima ini merupakah hasil dari konsistensinya berkarier sebagai jurnalis Tempo dan menjadi aktivis dalam organisasi Aliansi Jurnalis Independent (AJI).
Dalam paparannya, Wahyu menyinggung mengenai perkembangan jurnalis saat ini yang relevan dengan nilai-nilai yang diperjuangkan Soetandyo semasa hidup.
"Saya ingat betul bagaimana dulu Prof Tandyo saat menjadi dosen, sangat memperjuangkan nilai kemanusiaan, sosial hingga ruang-ruang publik. Nilai ini bisa dikaitkan dengan permasalahan pengesahan RUKUHP yang dianggap mengancam kembali kebebasan masyarakat sipil, yang pernah dinikmati," ujar Wahyu menceritakan.
Selain itu, ia juga menyayangkan bahwa sebagian dari jurnalis saat ini belum sepenuhnya membela kepentingan publik. "Jurnalisme kita hari ini belum berhasil merepresentasikan ruang-ruang publik itu," ujarnya.
Dari pengamatannya, hal ini tak lepas dari model bisnis yang diterapkan media masing-masing. "Banyak media mengandalkan model bisnis yang datang dari jumlah pembaca, sehingga pembaca hanya sebatas angka dan memicu munculnya jurnalisme klik bait," tambahnya.
Ia menambahkan, permasalahan ini menjadi evaluasi dalam menyongsong 25 tahun reformasi. "Apa yang terjadi dan apa yang salah, penting untuk didiskusikan menjadi kepentingan publik bersama," imbuhnya.
Untuk diketahui, Prof. Soetandyo adalah pendiri FISIP UNAIR yang memiliki semangat multikulturalisme yang luar biasa. Untuk itu, FISIP menggagas anugerah Soetandyo Award yang sudah berlangsung selama delapan tahun terakhir.
Advertisement