Pertama, Anggota Militer AS Meninggal Akibat COVID-19
Untuk pertama kalinya, seorang anggota militer Amerika Serikat meninggal akibat COVID-19.
Pejabat Pentagon pada Senin kemarin waktu setempat mengumumkan, kenaikan tajam jumlah anggota pasukan yang terinfeksi.
Pentagon menyebutkan personel yang meninggal itu merupakan anggota Garda Nasional Militer New Jersey. Personel yang tidak disebut nama dan pangkatnya itu dirawat di rumah sakit sejak 21 Maret dalam keadaan positif mengidap COVID-19, penyakit yang disebabkan virus corona, dan meninggal pada Sabtu, katanya.
"Hari ini menjadi hari yang menyedihkan bagi Departemen Pertahanan sebab kami untuk pertama kalinya kehilangan anggota dinas Amerika akibat virus corona," kata Menteri Pertahanan Mark Esper melalui pernyataan. Tak ada informasi lain yang diberikan mengenai korban tersebut.
"Ini kehilangan yang menyakitkan bagi komunitas militer kami dan kami menyampaikan belasungkawa kepada keluarga korban, teman, rekan-rekan sipil dan seluruh komunitas Garda Nasional."
Sebelumnya pada Senin, Pentagon mengungkapkan bahwa 568 personel militer positif mengidap virus corona. Angka itu naik dari 280 pada Kamis lalu. Sementara itu, lebih dari 450 warga sipil, kontraktor dan pembantu di Departemen Pertahanan juga tertular COVID-19, katanya.
Sementara itu, Korps Insinyur Angkatan Darat sedang merencanakan untuk menyiapkan lebih dari 100 fasilitas di Amerika Serikat guna membantu rumah-rumah sakit yang dibanjiri pasien di tengah penyebaran virus corona, kata panglima korps tersebut.
"Hari ini kami mempertimbangkan 114 fasilitas berbeda di 50 negara bagian dan lima wilayah," kata Letnan Jenderal Todd Semonite kepada awak media di Pentagon. Ia mengungkapkan bahwa sejauh ini Korps telah memantau 81 fasilitas.
Semonite menuturkan dirinya telah mendirikan 2.910 ruangan siap pakai di Javits Center di New York.
Ia menambahkan bahwa Korps Angkatan Darat sedang menyediakan fasilitas, paling lambat pada 24 April, bagi 3.000 pasien pengidap virus corona di pusat konvensi McCormick di Chicago. Proyek itu memakan biaya sekitar 75 juta dolar AS atau sekitar Rp1,2 triliun. (ant/rtr)