Pertahankan Eksistensi Batik Ciprat Karya Disabilitas
Batik Ciprat karya anak disabilitas Kabupaten Blora, masih tetap dipertahankan. Meski menghadapi berbagai keterbatasan. Batik Ciprat tersebut masih memiliki pangsa pasar dan penggemar.
Fitria Rusmiyati (42) warga Desa Kedungwungu Kecamatan Todanan, menjadi sosok yang berjuang mempertahankan batik karya anak-anak disabilitas itu. Dia menceritakan awal mula pembuatan Batik Ciprat itu.
Ide menciptakan, setelah Fitri mengikuti pelatihan yang digelar di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Intelektual di Kabupaten Temanggung.
"Tahun 2018 lalu ada program dari Dinsos Blora. Lalu saya dikirim untuk ikut pelatihan di Balai Besar Rehabilitasi Disabilitas Intelektual Kabupaten Temanggung selama empat hari. Saat itu yang ikut pelatihan dari Desa Kedungwungu dan Tinapan,” katanya Jumat 25 Maret 2022.
Usai mengikuti pelatihan, kata Fitri, dirinya lalu mencoba mengaplikasikannya dengan mengajak anak-anak penyandang disabilitas di dua desa. Saat itu ada sekitar 20 lebih penyandang disabilitas yang terlibat.
"Waktu pertama itu banyak Mas. Ada 20an anak. Pesanan batik juga mulai ada. Tapi pada 2019 mulai goyah. Ada beberapa anak yang sudah tidak mau datang. Itu yang dari Desa Tinapan,” ujarnya.
Sekarang ini, kata dia, sekira ada 12 anak yang masih bertahan. Kondisi itu membuat Fitri mulai gelisah. Ia lalu berinisiatif untuk memindahkan proses membatik ke desanya.
"Dulu kan di Balai Desa Tinapan. Lalu saya pindah ke Balai Desa Kedungwungu karena di sana sudah mulai tidak aktif. Saya kasihan anak-anak kalau ini (batik) berhenti. Mereka mau apa lagi. Paling tidak biar mereka bisa buat jajan," katanya.
Protes pun, meluncur dari anak-anaknya di rumah saat membatik dilaksanakan di Balai Desa Kedungwungu. Pasalnya mereka merasa ibunya tidak ada waktu di rumah bersama anak-anaknya.
"Akhirnya saya izin Pak Kades agar kegiatan batik dipindah ke rumah saya," ungkap ibu dua anak ini.
Fitri pun mengaku bersyukur, meski di tengah keterbatasan, batiknya masih tetap eksis. Pesanan pun datang tidak hanya dari Kabupaten Blora. "Saya kan jual online juga Mas. Itu anaknya saya yang posting-posting di Instagram. Kemarin dari Kudus pesan 30 potong, Kulonprogo, Yogyakarta juga ada. Ada juga Jawa Timur,” jelasnya.
Untuk harga batik tersebut, dibandrol dengan Rp140.000 sampai Rp150.000. Tergantung dari tingkat kesulitannya.
Dia punya keinginan, bisa membangun tempat produksi di depan rumahnya. Sebab, tempat produski yang saat ini berada di belakang rumah, terlalu sempit.
“Kalau di depan kan juga banyak orang tahu. Tapi ini belum bisa. Karena kan butuh dana," ucapnya.
Sementara itu, salah satu pembatik Uci Lestari (17) mengaku setiap bulan bisa mendapat uang sampai Rp400.000. Uang itu ia tabung untuk membeli ternak.
"Ya senang. Kadang bisa dapat Rp400 ribu sebulan. Saya tabung mau beli sapi dan handphone" katanya.
Uci pun berharap agar produksi Batik Ciprat terus eksis agar keinginannya untuk beli ternak terwujud.
"Semoga lancar dan pesanan banyak. Biar bisa nabung terus untuk beli sapi," harapnya.