Perspektif Derek Manangka Yang Keliru Tentang Sosok Pak HT dan Surya Paloh
Perspektif Derek Manangka Yang Keliru Tentang Sosok Pak HT dan Surya Paloh
Oleh: Sururi Alfaruq
Koran Seputar Indonesia yang sekarang berubah nama menjadi Koran Sindo terbit perdana pada 30 Juni 2005.
Proses terbitnya Koran ini sebenarnya sudah lama, namun tim pertama yang diamanati untuk mempersiapkan terbitnya Koran Sindo, salah satunya adalah mas Derek Manangka tidak segera bisa menerbitkan sehingga Pak Hary Tanoesoedibjo (HT) mencari orang baru yang bisa diamanati untuk membuat dan menerbitkan Koran Sindo.
Melalui orang-orang dekatnya saya diminta untuk bergabung di penerbitan baru ini. Saya diminta datang menemui Pak HT dan saya langsung diinterview beliau di ruang kerjanya di gedung MNC. Pak HT mengungkapkan niatnya untuk punya koran karena media yang lain sudah punya. Beliau merasa kurang lengkap kalau belum punya koran karena sebelumnya sudah punya televisi, indovision dan radio.
Saya balik bertanya kepada Pak HT: apakah niat ingin punya koran serius? Kalau tidak serius sebaiknya jangan Pak HT karena bisnis koran itu tidak mudah. Dan kalau tidak serius saya pun tidak mau bergabung karena saya hanya akan capek dan Bapak juga hanya akan dapat capeknya saja.
Maksud anda serius apa? Penjelasan saya saat itu bahwa membuat koran itu memerlukan modal besar, bapak siap? Dan bapak sebagai pemiliknya juga harus serius karena kalau pengelolanya serius tetapi pemiliknya tidak serius juga tidak akan jadi koran.
Mendengar penjelasan saya ini Pak HT meyakinkan saya bahwa beliau memang sangat serius. "Masak mas tidak percaya kalau saya serius. Saya sudah punya RCTI, punya indovision masak dibilang tidak serius untuk niat punya koran."
Saya bisa menerima penjelasan Pak HT bahwa dia memang serius untuk membuat koran. Untuk membuktikan keseriusannya memiliki koran, pada saat pertama terbit langsung disuruh mencetak dengan jumlah tiras yang banyak. Mekipun saat terbit perdana juga tidak mudah karena koran koran yang sudah ada seperti membuat koalisi untuk menghadang peredaran Koran Sindo karena mereka khawatir menjadi ancaman besar.
Namun saya dan tim tidak putus asa dan terus berjuang untuk mengedarkan Koran Sindo. Pak HT yang dapat laporan Koran Sindo dilarang beredar di mana mana oleh pihak penerbitan yang lain, dia menyemangati dengan ikut kepanasan jualan di lapangan bersama karyawan Koran Sindo.
Untuk membuktikan keseriusannya, belum genap sebulan terbit, Pak HT sudah memerintahkan untuk mengembangkan penerbitan Koran Sindo nasional berbasis lokal di Bandung dengan diberi nama Koran Sindo edisi Jawa Barat. Setelah satu bulan terbit edisi jawa Barat, Pak HT memerintahkan untuk menerbitkan edisi Jawa Tengah dan DIY. Begitu seterusnya sampai punya edisi Jatim, edisi Sumut, edisi Sumsel, edisi Sulsel dan dan edisi Sulut.
Terakhir diterapkan sistem pengembangan ke daerah lain dengan sistem franchise yang diawali dengan menggandeng investor di Batam. Semua ini dilakukan untuk membuktikan bahwa Pak HT memiliki komitmen sangat serius ingin punya koran nasional berbasis lokal yang sangat besar. Sangat membanggakan.
Komitmen besar Pak HT mengembangkan penerbitan di setiap daerah ini bukan tanpa alasan. Ada idealisme yang sangat kuat dari pribadi dia yang melihat Indonesia, terutama di daerah-daerah di luar Jakarta yang masih jauh tertinggal. Ada yang mempertanyakan ide Pak HT dalam pengembangan penerbitan kedaerah dalam waktu yang cepat ini. Jawaban Pak HT bahwa kita memang harus bergerak cepat karena melihat kondisi Indonesia yang masih jauh tertinggal dengan negara negara lain.
Salah satu yang bisa membantu untuk membangkitkan daerah adalah memberikan daerah dengan penerbitan Koran agar informasi informasi kemajuan di daerah lain dan di negara lain yang diberitakan bisa dibaca dan menjadi inspirasi oleh masyarakat di daerah. Sebab melalui televisi kurang efektif karena mayoritas konten televisi yang dimiliki MNC saat itu (belum ada Inews) adalah berbasis hiburan.
Dengan cara ini daerah akan cepat bangkit. Karena itu spirit Pak HT membangun koran ini penuh dengan keseriusan dan idealisme yang kuat. Kepentingan bisnis? Pasti karena tidak mungkin menerbitkan koran hanya berpijak pada idialisme murni.
Tentu harus balance, ada idealisme dalam pengelolaan kontennya, dan ada kepentingan bisnis untuk pengelolaan perusahaannya agar manajemen bisa memberikan kesejahteraan kepada karyawannya dan tentu agar perusahaan bisa memiliki umur yang panjang.
Omong kosong kalau menerbitkan media surat kabar atau televisi hanya berpijak pada idealisme murni. Kalau hanya berpijak pada idealisme murni, memangnya media group yang dimiliki Pak Surya Paloh bisa hidup? Memangnya Pak Surya Paloh hidup dengan idealisme? Memangnya Pak Surya Paloh menghidupi karyawannya hanya dengan idealisme? Memangnya Pak Surya Paloh menghidupi karyawannya dengan disuruh makan kertas koran?
Masyarakat di luar tentu tidak tahu apa yang dilakukan Pak Surya Paloh bukan? Saya orang lapangan sangat paham dan tahu banyak soal ini. Ketika di lapangan banyak hal yang terjadi apa yang dilakukan timnya dalam pengelolaan bisnis milik Pak Surya Paloh. Tapi publik tidak tahu bukan? Apakah harus dijadikan topik dan diviralkan? Tidak perlu bukan? Karena buat adat kita tidak pantas.
Pak HT dalam mengelola media dan saya sudah 12 tahun bekerja dengan dia sangat paham bahwa Pak HT adalah sosok yang jelas. Jelas dalam pengertian dia orang yang punya idealisme yang jelas. Yakni idealisme yang ingin memperbaiki Indonesia.
Dia juga orang yang jelas dalam bisnis, karena dia membangun bisnis bukan untuk mengenyangkan dirinya dan keluarganya, tapi membangun bisnis untuk memberikan lapangan kerja kepada anak anak bangsa. Ada 37 ribu karyawan yang bekerja di perusahaan MNC mikik Pak HT. Berapa triliun pajak yang dibayarkan kepada negara setiap tahunnya.
Pada 2016 pajak yang dibayar MNC 1.95 triliun. Dan Pak HT bisnisnya jelas karena dihasilkan dari keringat sendiri dan tidak pernah minta minta kepada kekuasan. Bukan seperti yang lain membangun bisnis karena minta fasilitas kekuasaan, dan memanfaatkan kekuasaan untuk melebarkan bisnisnya dan dengan kekuasaan untuk meraup banyak keuntungan.
Tapi masyarakat tidak banyak tahu bukan soal jelasnya sosok Pak HT dalam berbisnis? Apa perlu diperbandingkan cara bisnis Pak HT dan cara bisnis Pak Surya Paloh? Tidak perlu bukan? Karena adat kita adat ketimuran.
Karena Pak HT punya idealisme yang jelas dan cara bisnis yang jelas inilah yang menyebabkan Pak HT tidak bisa sepaham dengan Pak Surya Paloh. Apa mau dibuka blak blakan saat cerita awal Pak Surya Paloh mengajak Pak HT masuk Nasdem?
Saya termasuk salah satu saksinya. Dengan gaya oratornya mempengaruhi Pak HT agar Pak HT yang masih muda mau memimpin Nasdem. Saya pun termasuk melarang Pak HT untuk masuk Nasdem karena saya merasa tidak pas Pak HT berkolaborasi dengan Pak Surya Paloh. Tentu saya punya alasan memberi pertimbangan Pak HT karena saya juga punya background Pak Surya Paloh. Tapi apa jawaban Pak HT?
"Mas Pak Surya sudah berubah. Dan kenapa saya pilih ikut Pak SP (Surya Paloh) karena Partai Nasdem partai baru. Ini masih murni. Kalau ikut partai yang lain sudah banyak terkontaminasi. Banyak yang kesandung kasus korupsi. " Akhirnya saya menyerah dan mendukung Pak HT ikut Nasdemnya Pak Surya Paloh.
Tapi kenapa akhirnya Pak HT memilih mundur dari Nasdem? Tentu karena idialismenya Pak HT merasa tidak cocok dengan Pak Surya Paloh. Apa sebabnya? Kan juga tidak perlu dibongkar karena adat ketimuran kita tidak mengijinkan. Tapi masyarakat sudah paham meskipun tidak dijelaskan di tulisan ini. Intinya saya melihat idealisme Pak HT yang sangat jelas tidak mungkin bisa berkolaborasi dengan idealisme versi Pak Surya Paloh.
Tapi yang sangat saya sayangkan kenapa ada karyawan Pak Surya Paloh bernama mas Derek Manangka dengan telanjang mencoba membandingkan sosok Pak HT dan Pak Surya Paloh. Dengan telanjangnya seolah olah Pak Surya Paloh disosokkan sebagai figur yang hebat dan Pak HT difigurkan sebagai sosok yang tidak baik.
Tahu banyak apa mas Derek Manangka tentang Pak HT. Apalagi membawa bawa nama Koran Sindo. Saya sebagai Dirut Koran Sindo sangat menyesalkan mas Derek Manangka yang tidak tahu banyak tentang Pak HT dan Koran Sindo, mengangkat dua topik itu. Apakah karena "kecewa" dengan Pak HT atau disuruh Pak Surya Paloh.
Sedih kalau sebagai wartawan senior tidak bisa memilah mana berita yang baik yang perlu disebarkan, mana yang bukan berita yang tidak perlu disebarkan. Kalau kecewa dengan Pak HT karena mas Derek Manangka bekerja tidak bisa mengikuti gaya Pak HT itu cerita lain. Di MNC semua karyawan tahu Pak HT pimpinan pekerja keras dan tidak banyak yang bisa mengikuti gayanya akhirnya memilih mundur sendiri.
Tapi gaya pekerja kerasnya Pak HT punya reason. Ini yang selalu ditekankan kepada seluruh karyawan bahwa semua kesuksesan bisa dicapainya salah satunya dengan kerja keras dan speed yang tinggi. Kalau mas Derek Manangka tidak bisa mengikuti gaya Pak HT saat itu sebaiknya tidak perlu menyalahkan Pak HT. Cukup menyalahkan diri sendiri.
Saya juga pernah jadi anakbuahnya Pak Dahlan Iskan dan Pak Jacob Oetama, ketika saya memilih keluar dari perusahaannya Pak Dahlan dan Pak Jacob, saya tidak pernah menjelek jelekkan mantan dua bos saya itu di luar. Saya tetap menghormati dan menjaga nama baik kedua mantan bos saya itu.
Karena itu saya yang menjadi bagian Pak HT (karena saya karyawannya) dan menjadi bagian penting Koran Sindo merasa terganggu dengan celotehan yang tidak bermutu dan disebarluskan ke publik oleh mas Derek Manangka. Memang ada apa mas Derek Manangka mengangkat topik seolah olah ada issue PHK di Koran Sindo.
Kita ini sama sama orang media harus saling menghormati, baik saling menghormati secara pribadi pun harus saling menghormati urusan internal masing masing perusahaan.
Ada urusan apa dengan Koran Sindo mas Derek? Toh mas Derek tidak tahu apa apa tentang Koran Sindo. Issue PHK di Koran Sindo yang mas Derek Manangka angkat itu tidak seperti yang mas beberkan. Saya sebagai pengendali manajemen Koran Sindo perlu meluruskan bahwa yang dilakukan manajemen saat ini adalah merubah strategi dari Koran Sindo berbasis lokal menjadi Koran Sindo nasional.
Perubahan strategi ini dalam sebuah perusahaan adalah sesuatu yang wajar karena setiap perusahaan dalam situasi seperti sekarang diperlukan kreativitas dan inovasi inovasi baru. Perubahan ini bukan menjadi kemauan Pak HT. Jadi jangan mengaitkan dengan Pak HT.
Perubahan ini adalah kemauan manajemen Koran Sindo yang kebetulan saya adalah Direktur Utamanya. Saya sebagai pengendali manajemen tentu harus melakukan banyak ikhtiar yang lebih kreatif untuk membuat masa depan Koran Sindo lebih kokoh dan mampu adaptif dengan perkembangan jaman yang terus berubah.
Konsekuensinya dari perubahan strategi ini koran edisi daerah tidak diterbitkan lagi karena yang akan beredar di daerah adalah Koran Sindo nasional. Mengapa? Karena perubahan Koran Sindo berbasis lokal berubah menjadi Koran Sindo nasional. Koran Sindo tetep beredar di daerah, namun yang beredar ini adalah Koran Sindo Nasional.
Seperti halnya Kompas yang beredar di daerah adalah Koran Kompas nasional. Dan Kompas juga pernah melakukan perubahan strategi yang sama, di mana beberapa tahun lalu Kompas menerbitkan edisi Kompas lokal yang masuk dalam section Kompas nasional, namun seiring waktu Kompas juga merubah strategi sehingga Kompas lokal yang menjadi section Kompas nasional dihilangkan sehingga yang beredar di daerah adalah Kompas nasional.
Karena itu apa yang dilakukan Koran Sindo bukan sesuatu yang aneh dan tetap dalam kerangka perubahan strategi yang benar dalam rangka menghadapi persaingan di era digital yang menuntut media cetak harus super kreatif. Selain itu dengan perubahan strategi ini tentu memberikan keleluasaan koran koran lain yang asli daerah bisa lebih berkembang.
Efek dari perubahan strategi Koran Sindo ini memang akan menyangkut masalah karyawan di daerah. Tetapi kebijakan yang dilakukan manajemen terkait kekaryawanan ini sangat hati hati dan bijaksana.
Pertama; sebagian karyawan di setiap daerah ada yang tetep dipertahankan karena produksi konten dan bisnis di daerah tetep berjalan seperti biasa.
Kedua; sebagian karyawan di setiap daerah ada yang ditarik ke Jakarta karena konsekuensi perubahan strategi yang menuntut tim Koran Sindo Nasional harus lebih kuat.
Ketiga; sebagian karyawan di setiap daerah juga dialihkan ke setiap unit bisnis MNC yang ada di daerah maupun di nasional.
Keempat; bagi karyawan di setiap daerah yang tidak masuk dalam daftar dipertahankan di daerahnya masing masing dan tidak masuk dalam daftar yang ditarik ke Jakarta serta tidak masuk dalam daftar yang masuk ke unit unit bisnis MNC perlakuan manajemen adalah dilakukan dengan cara musyawarah kekeluargaan dengan masing masing karyawan.
Namun ada karyawan di daerah yang memiliki ikatan historis yang sangat kuat dengan Koran Sindo yang menginginkan Koran Sindo edisi daerah tetap dipertahankan, masing masing karyawan dibantu manajemen untuk memfasilitasi bertemu calon investor untuk tetap bisa menerbitkan Koran Sindo edisi daerah.
Sudah ada yang berhasil. Seperti di makasar dan Palembang sudah dapat investor yang sudah sangat siap menerbitkan Koran Sindo edisi daerah dengan pola bisnis franchise. Bagi karyawan di daerah yang memang tidak masuk dalam skema penyelamatan tersebut, sampai saat ini masih dalam proses hubungan musyawarah dengan tim manajemen.
Dengan penjelasan ini, saya berharap tidak disalahtafsirkan dan dibumbui dengan aroma politik yang tujuannya adalah sentimen negatif terhadap Koran Sindo dan sentimen terhadap pribadi Pak HT yang dibungkus dengan tendensi politik yang sangat jahat.
Saya juga ingin menegaskan bahwa tulisan yang dibuat mas Derek Manangka tentang Koran Sindo sangat insinuatif yang tidak berdasar. Asal tahu saja kebijakan Pak HT terhadap karyawan Koran Sindo sampai saat ini, menurut hemat saya yang sudah 12 tahun bekerja di Koran Sindo merasakan lebih baik dibandingkan di tempat kerja di media yang lain.
Ada hal-hal yang tidak bisa atau belum bisa dilakukan oleh media yang lain. Pertama; ada penghargaan bagi karyawan berprestasi dari setiap level yang dilakukan setiap tahunnya untuk mendapatkan reward dalam bentuk uang maupun reward dalam bentuk lain.
Kedua; Reward lainnya; mulai level section head ke atas setiap tahunnya mendapat hadiah ibadah umroh (bagi yang muslim) dan perjalanan spiritual ke holy land. Program ini dibuat manajemen setahun dua kali.
Ketiga; mulai karyawan dari level section head ke atas setiap tahunnya mendapat bonus dalam bentuk saham yang nilainya cukup besar. Bahkan sekarang reward dalam bentuk saham juga diberikan kepada karyawan level terbawah yang memang berprestasi.
Keempat; karyawan karyawan berprestasi Koran Sindo juga setiap tahunnya mendapatkan fasilitas pendidikan S2 di perguruan tinggi ternama di Indonesia.
Kelima; karyawan Koran Sindo yang berprestasi juga mendapatkan fasilitas tugas dinas keluar negeri untuk meliput event event internasional yang bergengsi.
Jadi banyak hal yang saya jelaskan tersebut untuk memberikan data dan fakta kepada masyarakat bahwa apa yang terjadi di Koran Sindo tidak seperti yang ditulis oleh mas Derek Manangka. Saya berharap setelah membaca tulisan ini mas Derek Manangka meminta maaf kepada manajemen Koran Sindo dan juga kepada Pak HT agar hubungan kemanusiaan tetep berlangsung baik.
Mas Derek kan punya keluarga siapa tahu kelak ada saudara, anak, cucu mas Derek bisa bekerja di group MNC, perusahaan milik Pak HT.(*)
* Sururi Alfaruq, Dirut Koran Sindo
Advertisement