Persoalan Moral Bangsa Sudah Sangat Serius!
Moral bangsa ini dihadapkan pada cobaan yang sangat berat. Tingkat kerusakannya sudah bisa dan pantas diberi status ‘sangat serius’. Bangsa yang menempatkan Pancasila sebagai pandangan hidupnya, ternyata hidup dan berjalan di atas pijakan nilai moral yang justru jauh dari nilai-nilai yang terkandung dalam lima butir Pancasila. Lebih cenderung dikategorikan sebagai bangsa yang berpijak pada nilai-nilai barbar ketimbang bangsa yang menghayati dan melaksanakan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya.
Bayangkan, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Ketua Dewan Perwakilan Daerah, Ketua Mahkamah Konstitusi yang dimiliki negeri ini, semuanya menjadi mantan karena masuk penjara. Sejumlah ketua umum partai juga harus mendekan di penjara Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, karena melakukan tindak pidana korupsi. Sejumlah anggota DPR RI pun dijebloskan ke penjara dan terakhir malah terindikasi sejumlah anggota DPR RI secara berjamaah melakukan tindak kejahatan korupsi. Tak juga kalah aktifnya, sejumlah anggota DPRD, baik di tingkat I maupun II, cukup banyak yang sekarang tengah ‘menginap’ di hotel prodeo karena kasus yang sama (korupsi).
Di sektor pendidikan, sejumlah Rektor dan Wakil Rektor juga harus mendekam di balik terali besi. Juga karena korupsi. Di jajaran eksekutif, tidak sedikit pula menteri dan sejumlah kepala daerah yang tak mau ketinggalan melakukan korupsi dan berakhir dengan lengser dari jabatan dan mendekam di penjara.
Di kalangan penegak hukum pun cukup ramai bermunculan nama pelaku tindak pidana korupsi. Ada sejumlah hakim, jaksa, dan perwira tinggi polisi yang beruntun turut memperpanjang daftar nama para pelaku korupsi di negeri ini.
Di sisi lain, perilaku amoral yang hanya pantas dilakukan oleh segerombolan binatang, terjadi juga di tengah kehidupan masyarakat kita. Terakhir kasus anak-anak kecil yang tergolong bocah ingusan yang ‘dipaksa’ shooting video melakukan adegan persetubuhan dengan seorang PSK. Konon, anak-anak ini justru dijadikan sumber nafkah bagi orang tuanya. Sungguh gilaaaa! Belum lagi pesta seks plus narkoba di kalangan remaja. Terjadi bukan hanya remaja di kalangan keluarga berada, tapi telah merambah sampai dengan pergaulan di tingkat perkampungan dengan penduduk berpenghasilan rendah. Dan masih banyak lagi berbagai perilaku masyarakat bangsa ini yang sudah berada pada tahap sangat menghawatirkan.
Menengok daftar minus yang begitu mengkhawatirkan ini, sepertinya kehadiran negara yang lebih serius menangani hal ini sudah bersifat mendesak. Bisa jadi merebaknya tindakan menyimpang ini disebabkan penegakan hukum kita yang begitu lemah. Rentannya lembaga peradilan terkena suap dan kian maraknya para pengacara andal yang setiap kali menangani kasus yang gawat sekalipun, selalu tampil sebagai pemenang. Setidaknya berhasil mengurangi secara signifikan hukuman yang dijatuhkan bagi si pelaku kejahatan. Semua ini turut memudarkan efek jera bagi para pelaku kejahatan, terutama dalam kasus tindak pidana korupsi. Perhatikan saja sikap cengengesan dan umbar senyum mereka saat berhadapan dengan kamera para wartawan. Seperti tak ada masalah dan hilang rasa malu maupun perasaan bersalah yang dalam.
Sementara para rohaniawan atau tepatnya para pemuka agama, terutama pemuka agama mayoritas, sibuk saling lempar tuduhan dan amarah yang berdampak menebar kebencian ketimbang menebar kesejukan dan pencerahan. Bahkan ada yang diduga melakukan pelecehan seksual. Para Guru pun bekerja sebatas tanggungjawab sesuai bayaran yang diterimanya. Bukan lagi figur yang diguGU (dipercaya-dihormati) dan ditiRU. Para orang tua sibuk dengan kerjaannya, dan menyerahkan pembinaan moral– intelektual anak-anaknya kepada Mister Gadget, sang maha guru anak-anak zaman now! Dan masih banyak lagi catatan minus serupa.
Intinya, yang bangsa ini hadapi bukan lagi masalah politik atau ekonomi an sich, tapi sudah masuk ke jantungnya masalah kehidupan: KEBUDAYAAN!
Bagaimana menteri kebudayaan kita melihat ini semua? Juga Presiden sudah saatnya lebih memperhatikan masalah dekadensi moral yang menjadi bagian dari problema kebudayaan kita sebagai bangsa! Jangan hanya berkutat dan berkubang di wilayah politik dan ekonomi semata. Sementara yang paling substansial, Kebudayaan, yang menjadi modal dasar bangunan sebuah bangsa, hancur lebur, berantakan tak berbentuk dan tak berwajah. Bagaimana mau menjadi bangsa yang berkarakter?
Memikirkan 2019 boleh-boleh saja, tapi berpikir seratus tahun ke depan juga harus lho, Pak Presiden..!
*) Erros Djarot adalah budayawan, seniman, politisi dan jurnalis senior - Tulisan ini dikutip sepenuhnya dari laman Watyutink.com