PERSI Bantah Pernyataan Moeldoko soal Status Pasien Covid-19
Tujuh bulan pandemi corona, tudingan rumah sakit telah mempermainkan vonis Covid-19, belum mereda. Konon, ada pasien bukan Covid-19 berubah status terkonfirmasi positif demi mendapatkan anggaran negara.
Menanggapi kabar tersebut, Kepala Staf Kepresidenan ini meminta rumah sakit tak sembarangan memvonis semua pasien yang wafat disebabkan oleh penyakit Covid-19. Hal ini disampaikan usai Moeldoko menemui Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo, di Semarang, Kamis 1 Oktober 2020.
Menurut eks Panglima TNI ini, ada beberapa orang yang sebetulnya negatif Covid-19, tapi divonis sebaliknya. Bahkan, Moeldoko mengaku mendengar ada orang meninggal kecelakaan, tapi tetap divonis positif Covid-19.
Pernyataan Kepala Staf Kepresiden Moeldoko tersebut mendapat reaksi banyak protes dari kalangan tenaga medis dan rumah sakit. Ketua Umum Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI), Kuntjoro Adi Purjanto kecewa atas pernyataan tersebut.
Ia menegaskan, pihaknya sampai saat ini berkomitmen mendukung upaya pemerintah pusat dan daerah dalam penanggulangan pandemi Covid-19 dengan memberikan pelayanan kesehatan bagi pasien Covid-19 maupun pasien umum yang membutuhkan.
“PERSI melalui rumah sakit anggotanya secara penuh kesadaran memenuhi tanggungjawabnya untuk melayani kesehatan seluruh masyarakat baik pasien Covid-19 dan non-Covid-19 dengan segala risiko tinggi pada berbagai aspek baik kesehatan maupun non kesehatan,” kata Kuntjoro Adi Purjanto, dalam siaran tertulis yang diterima ngopibareng.id, Senin 5 Oktober 2020.
Menurut Kuntjoro Adi Purjanto, rumah sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi pasien Covid-19, memegang teguh dan melaksanakan pelayanan kesehatan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan protokol kesehatan yang ditetapkan oleh Pemerintah pusat dan daerah.
"Dalam hal manajemen klinis dan tatalaksana jenazah, rumah sakit berpedoman yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan, terakhir revisi kelima yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/413/2020 tentang Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Coronavirus Disease 2019 (Covid-19)," bebernya.
Lebih lanjut, kata Kuntjoro Adi Purjanto, diatur status pasien Covid-19 yaitu Suspek, Probable, Konfirmasi dan Kontak Erat; kasus probable merupakan kasus suspek dengan ISPA Berat/ARDS atau meninggal dengan gambaran klinis yang meyakinkan COVID-19 dan belum ada hasil pemeriksaan laboratorium RT-PCR. Selanjutnya, dalam hal pasien kasus probable dan konfirmasi meninggal dunia, pemulasaraan jenazah diberlakukan dengan tatalaksana Covid-19," jelas Kuntjoro Adi Purjanto.
Dalam hal mengajukan klaim pembayaran atas pelayanan pasien Covid-19, rumah sakit senantiasa didasarkan dan memang harus mematuhi ketentuan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/446/2020 tentang Petunjuk Teknis Klaim
Penggantian Biaya Pelayanan Pasien Penyakit Infeksi Emerging Tertentu Bagi Rumah Sakit Yang Menyelenggarakan Pelayanan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
a. Pengajuan klaim pasien Covid-19 harus dibuktikan dengan assesmen klinis, resume medis, pemeriksaan laboratorium dan data dukung lainnya;
b. Rumah sakit yang memberikan pelayanan tidak sesuai tata kelola pelayanan diatur dalam pedoman ini tidak akan diberikan penggantian biaya
pelayanan COVID-19;
c. Metode pembayaran klaim pasien Covid-19, pelayanan yang diberikan dan maksimal lama perawatan, ditentukan dengan menggunakan tarif INA-CBG dan tarif per hari (cost per day) yang efektif dan efisien;
d. Rumah Sakit mengajukan klaim pembayaran ditujukan kepada Kementerian Kesehatan dengan ditembuskan kepada Dinas Kesehatan setempat, dan diverifikasi oleh BPJS Kesehatan. Jika terjadi ketidaksesuaian/dispute, dilakukan penyelesaian oleh Tim yang dibentuk oleh Menteri Kesehatan;
e. Pembinaan dan pengawasan dalam pelaksanaan pengajuan dan pembayaran klaim ini dilakukan bersama-sama oleh Kemenkes, BNPB, BPPKP, Dinkes Provinsi, Dinkes Kabupaten/Kota;
"Adanya pernyataan atau tanggapan yang tak disertai fakta, bukti atau tidak terbukti kebenarannya membangun persepsi keliru atau menggiring opini seolah-olah Rumah Sakit melakukan perilaku yang tidak sesuai dengan ketentuan atau kecurangan (fraud). Persepsi keliru dan opini ini menghasilkan misinformasi dan disinformasi yang merugikan pelayanan rumah sakit dalam penanganan pandemi Covid-19," kata Kuntjoro.
Ia menambahkan, terbangunnya opini “rumah sakit mengcovid-kan pasien” menimbulkan stigma dan pengaruh luar biasa pada menurunnya kepercayaan publik terhadap rumah sakit dan meruntuhkan semangat dan ketulusan pelayanan yang dilaksanakan rumah sakit dan tenaga kesehatan.
“Hal ini dikhawatirkan dapat menimbulkan dampak negatif dalam pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh rumah sakit kepada pasien dan masyarakat umum. Jika benar dan dapat dibuktikan secara sah, PERSI sangat mendukung pemberian sanksi terhadap oknum petugas atau institusi rumah sakit yang melakukan kecurangan dengan “mengcovid-kan pasien,” terang Kuntjoro Adi Purjanto.
PERSI mengimbau, mengajak dan senantiasa berkolaborasi kepada para pihak yang berkepentingan memperbaiki pelayanan kesehatan dalam penanganan pandemi Covid-19. PERSI menerima masukan, aspirasi dan keluhan dapat disampaikan dengan cara yang tepat dan saluran yang benar.
Advertisement