Persebaya, Beri Aku Kenangan Juara Seperti 11 Tahun Lalu
Hari ini, Selasa (28/11/2017), saya ingin menjadi saksi Persebaya menjadi juara. Merasakan suasana kemenangan seperti 11 tahun lalu. Saat Persebaya menjadi juara Devisi Satu 2006 dan siap menyongsong laga di kasta yang lebih tinggi di Devisi Utama.
Peristiwa yang menggetarkan hati setiap bonekmania itu terjadi di Lapangan Brawijaya Kediri. Kini, suasana yang mengharukan diharapkan terjadi di Gelora Bandung Lautan Api (GBLA) Bandung.
Jika dulu Persebaya juara setelah mengalahkan Persis Solo. Kini Persebaya akan menjadi kampiun Liga 2 jika berhasil menekuk kedigdayaan PSMS Medan. Pasti bisa.
Mengapa saya sangat ingin merasakan suasana juara Persebaya di Bandung kali ini? Sebab, suasana batiniahnya kurang lebih sama. Pada saat itu, Persebaya sebagai klub papan atas harus rela bermain di kasta kompetisi nomor dua setelah disanksi tak boleh ikut kompetisi akibat mundur dari delapan besar.
Akibat peristiwa tersebut, semua pengurus Persebaya dihukum PSSI. Ketua Umum Persebaya yang juga Walikota Surabaya Bambang DH diskors tak boleh jadi pengurus klub selama 8 tahun. Manajer Persebaya Saleh Mukadar juga bernasib sama.
Persebaya juga disanksi tak boleh main selama dua tahun.
Saya yang baru saja terpilih menjadi Wakil Walikota mendampingi Bambang DH ketiban sampur. Saya "dipaksa" menjadi ketua umum meski sebelumnya tidak pernah berkecimpung mengelola bola.
Tapi apa boleh buat. Penugasan tak bisa ditolak. Dengan dukungan penuh pengurus lama yang diskors dan klub-klub anggota Persebaya, saya pun berjibaku melobi PSSI untuk bisa ikut kompetisi. Berkali-kali saya menemui Ketum PSSI Nurdin Halid agar Persebaya dapat pengampunan. Toh pengurus Persebaya sudah ganti.
Perjuangan panjang itu akhirnya menuai hasil. Meski harus membayar denda hampir semilyar rupiah, Persebaya akhirnya bisa main dengan turun kelas di Devisi Satu. Saat itu, kompetisi kasta teratas bernama Devisi Utama.
Tim pun segera dibentuk. Fredy Muli menjadi pelatihnya. Pemain utamanya tetap seperti skuad saat kompetisi di devisi utama. Ada Bejo Sugiantoro, Mursyid, Mat Halil, Taufik, dan sebagainya. Yang baru adalah beberapa pemain asing.
Semangat untuk naik kasta lagi sangat tinggi. Kebersamaan antar pengurus, pelatih, dan pemain juga menggelora. Semuanya mengidamkan menjadi juara dan segera naik kelas. Masak Persebaya yang menjadi salah satu pendiri PSSI dan disegani klub mana pun main di devisi satu?. Kalau tidak karena disanksi akibat mundur dari 8 besar, haram hukumnya degradasi.
Pertandingan demi pertandingan dilakoni. Home dan away. Putaran pertama sampai putaran kedua selalu di puncak klasemen. Lolos delapan besar. Masuk semi final. Bertemu Persis Solo di final dan akhirnya juara. Luar biasa bahagia.
Sebagai Ketua Umum yang baru tapi bisa mengantarkan Persebaya juara itu lega rasanya. Tentu perjuangan untuk itu tidak ringan. Setiap kali laga selalu dilanda rasa was was. Deg-degan. Juga khawatir terjadi apa-apa dengan Bonek. Apalagi, image bonek saat itu tidak sebaik sekarang. Juga tidak setertib saat ini. Kalau tandang, sering tak bisa tidur nyenyak karena khawatir Bonek bikin ulah di kampung orang.
Detik-detik laga final pun sempat tercoreng ulah bonek. Pertandingan berjalan 83 menit, bonek turun menyerbu lapangan. Pertandingan tak bisa dilanjutkan. Padahal skor sudah 2:0 untuk Persebaya. Suporter setia Persebaya yang jumlahnya ribuan itu rupanya tak sabar merayakan kemenangan. Untung, wasit dan pengawas pertandingan memutuskan laga tak perlu diteruskan. Persebaya juara.
BEDA DULU BEDA SEKARANG
Persebaya kali ini menyongsong Juara Liga dalam suasana kebatinan yang sama. Semua bonek dan masyarakat bola sudah kangen klubnya menjadi juara. Juga bisa berlaga di kasta teratas sepakbola Indonesia. Asa Persebaya juara malah lebih besar karena empat tahun klub kebanggaannya absen laga.
Saya yang sudah tidak lagi ikut mengurus Persebaya pun ikut deg degan. Bisakah kelegaan dan kegembiraan 11 tahun lalu terulang di GBLA? Saya ingin ikut menjadi saksi mata kekangenan bonekmania akan Persebaya juara terlampiaskan. Naik kasta sudah pasti. Tinggal menunggu status sebagai kampiun Liga Dua.
Bedanya, kali ini, saya tidak begitu was was bonek akan bikin ulah. Sebab, suporter fanatik Persebaya itu sudah makin matang dan dewasa. Apalagi final digelar di daerah kekuasaan saudara dekatnya: Viking bobotoh Persib Bandung. Sudah tidak begitu banyak suporter yang betul-betul mbonek. Yang ingin menyaksikan laga klub kesayangannya dengan bekal seadanya.
Pengelolaan klub pun sudah sangat profesional. Lebih modern dan kaya. Di bawah manajemen Jawa Pos Group, Persebaya kali ini lebih siap menjadi juara. Lebih tertata dalam menghadapi laga di kasta tertinggi kompetisi bola di Indonesia. Harapan akan kedigdayaan kembali Persebaya jauh lebih besar dibandingkan dengan era Persebaya sebelumnya.
Kali ini, saya berangkat ke Bandung bersama bonekmania dengan keyakinan Persebaya pasti juara. Song for Pride pasti lebih menggema mengalahkan Sing Sing So milik PSMS Medan sang lawan.
Ayo Persebaya, beri kesempatan saya mengenang perasaan lega dan bahagia Persebaya juara seperti 11 tahun lalu!
*) Arif Afandi adalah Ketua Umum Persebaya 2005-2007.
Advertisement