Persaudaraan Membangun Peradaban Besar
“Pada masa-masa Islam awal, banyak pergaulan sosial yang lancar di antara kaum Muslimin, Kristen dan Yahudi. Sementara menganut agama masing-masing, mereka membentuk masyarakat yang satu di mana relasi persahabatan pribadi, kerjasama bisnis hubungan guru-murid dalam ilmu pengetahuan dan bentuk-bentuk aktivitas bersama lainnya berjalan normal dan sangat umum di mana-mana. Kerjasama budaya ini dibuktikan dalam banyak cara". (Nurcholis Madjid, "Islam Agama Peradaban", hal. 60).
Akar-akar Konflik
Ada sejumlah renungan yang perlu disampaikan KH Husein Muhammad, terkait isu akhir-akhir ini:
Seorang teman HA yang aktif merespon postingan FB ku, bertanya mengapa ada konfik, permusuhan?.
Aku bilang ada banyak faktor. Akar konflik dan permusuhan dalam masyarakat pada umumnya adalah iri hati, dengki, ketamakan, kedunguan dan ambisi berkuasa untuk menguasai kenikmatan diri.
Akan tetapi dalam upayanya untuk mensterilkannya, emosi-emosi yang memperturutkan nafsu sendiri ini kerap dibungkus dalam retorika agama.
Ada pepatah mengatakan :
التجارة بالأديان هي التجارة الرائجة في المجتمعات التي ينتشر فيها الجهل.
Jualan paling laris adalah jualan agama pada masyarakat yang di dalamnya kebodohan menyebar. (Ibn Rusyd).
Kaum radikalis dan teroris telah menggunakan agama untuk membenarkan kekerasan dan kekejaman yang melanggar nilai-nilai agama yang paling sakral.
Fanatisme, radikalisme atau ekstrimisme, adalah gaya berpikir untuk lari dari rasa ketidakpastian dan kecemasan yang akut.
Bergerak ke Depan dan Terbuka
Bersama dua anak kandungnya yang tak dapat kita tolak kelahirannya, kebebasan dan HAM, arus modernitas terus bergerak cepat ke depan. Sementara, umat Islam tetap berada dalam keadaan stagnan. Akibatnya, realitas kebudayaan kaum Muslimin di seluruh dunia termarginalisasi.
Tradisi dan kebiasaan-kebiasaan mereka dicabik-cabik dan digerus oleh proses modernitas. Bahkan, di banyak negara Islam, umat Islam menjadi sasaran pembodohan dan pemiskinan bangsa-bangsa maju.
Lantas, bagaimana kaum Muslimin menjawab klaim diri bahwa “Islam adalah unggul dan tak bisa diungguli”, di tengah amuk gelombang paling gila bernama modernisme itu? Bagaimana pula kaum Muslimin dapat membuktikan klaim bahwa “Hukum Islam itu selaras dengan perkembangan zaman”?
alam Buku "Islam Tradisional yang terus Bergerak", merekam dengan sangat baik dinamika pemikiran Islam tradisional, yaitu kalangan intelektual muda NU dan pesantren, di tengah gempuran dahsyat modernisme dalam satu dasawarsa ini. Realitas-realitas yang terjadi di kalangan kaum Muslimin tersebut ditatap dengan tajam dan keprihatinan yang penuh oleh generasi muda yang progresif itu. Semua itu dilakukan dalam rangka agar kaum Muslimin mampu berdiri tegak di atas kaki agama Islam di tengah cengkeraman modernisme.
Demikian catatan KH Husein Muhammad.
Advertisement