Perpanjang Pembatasan Sosial Sebulan ke Depan, Fakta di Singapura
Singapura memperpanjang pembatasan sosial Covid-19 selama satu bulan ke depan demi mengendalikan lonjakan infeksi virus corona dalam beberapa waktu terakhir.
Singapura masih menerapkan PPKM dengan sebutan Fase Stabilisasi yang diterapkan sejak 27 September lalu dan dijadwakan berakhir pada 24 Oktober mendatang.
"Hampir 90 persen tempat tidur isolasi di rumah sakit kami telah terisi. Lebih dari dua pertiga tempat tidur ICU kami sudah terisi," kata Lawrence Wong, ketua gugus tugas Covid-19 Singapura, dikutip dari CNN, Jumat 22 Oktober 2021.
PPKM versi Singapura ini mencakup aturan kerumunan, kebijakan makan di luar, dan pembukaan tempat publik secara terbatas demi memperlambat penyebaran Covid-19.
Namun, infeksi harian Covid-19 terus meningkat hingga mencapai rekor 3.994 kasus.
Padahal, 80 persen lebih dari 5,45 juta populasinya telah rampung divaksinasi Covid-19 menggunakan Pfizer atau Moderna.
Karantina di Rumah
Saat ini, sebagian besar kasus Singapura masuk kategori ringan atau tanpa gejala dengan pasien pulih di rumah. Kondisi tersebut memungkinkan rumah sakit untuk fokus pada pasien covid-19 yang sakit parah.
"Namun, dengan tekanan baru yang dihadapi sistem kesehatan kami, lebih banyak waktu yang dibutuhkan untuk memulihkannya. Kementerian Kesehatan terus melakukan segala cara untuk membantu rumah sakit dan fasilitas kesehatan lain," paparnya menambahkan.
Wong khawatir jika lonjakan terus terjadi, sistem kesehatan Singapura terancam kolaps.
"Bukan hanya soal menambah tempat tidur dan kapasitas rumah sakit atau membeli peralatan kesehatan baru, tapi tenaga medis kami sudah kelelahan," kata Wong seperti dikutip Reuters.
Per Oktober ini, Kemenkes menuturkan lebih dari 84 persen populasi Singapura telah rampung divaksinasi. Sementara itu, lebih dari 85 persen populasi telah menerima setidaknya satu dosis vaksin Covid-19.
Namun, di akhir September lalu, Singapura menghadapi gelombang lonjakan infeksi Covid-19 baru akibat penyebaran varian Delta. Hal itu memicu pemerintah menunda relaksasi pembatasan sosial dan ekonomi menjelang fase new normal.
Advertisement