Perpaduan Mitos-Medsos Bikin Publik Gampang Tertipu Janji Palsu
Gejala munculnya kerajaan abal-abal di daerah menarik perhatian pengamat sosial-budaya Romo Benny Susetyo. Dia melihat fenomena tersebut sebagai kekuatan komodifikasi media sosial dengan mitos.
"Kekuatan komodifikasi media sosial yang dibalut dengan mitos membuat publik mudah tertipu oleh janji palsu," katanya kepada ngopibareng.id, Minggu, 18 Januari 2020.
Belakangan muncul banyak kerajaan abal-abal di daerah. Yang baru saja menghebohkan munculnya Keraton Agung Sejagat di Purworejo Jawa Tengah, Sunda Empire di Jawa Barat, dan Kesultanan Salacau di Tasikmalaya.
Yang menarik masing-masing kerajaan abal-abal tersebut memiliki pengikit yang banyak. Bahkan mereka rela untuk menyetor uang untuk bisa menjadi bagian dari keraton maupun pengikut dari mereka yang mengaku menjadi raja maupun pemimpinnya.
Menurut Romo Benny yang juga Staf Khusus Badan Pengarah Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), semua itu merupakan bentuk utopia. Mereka berharap akan masa depan lebih makmur dan cepat kaya tanpa bekerja keras.
"Budaya instant inilah akan berbahaya bila kesadaran kritis masyarakat rendah, karena publik akan mudah terkecoh dengan janji utopis," kata pria asal Malang, Jawa Timur ini.
Dalam situasi ekonomi yang sulit, lanjut dia, beban hidup yang berat membuat orang mencari pelarian. Mereka cenderung mencari mimpi untuk mewujudkan kemakmuran semu.
"Mimpi ini dijual oleh mereka menggunakan mitos di kombinasi kekuatan media sosial. Akibatnya nalar dan akal sehat direduksi oleh mimpi dan janji," tuturnya.
Lalu apa dampaknya? Menurut Romo Benny jelas kerugian sosial dan ekonomi bagi rakyat miskin yang menjadi korbannya.
Karena itu, ia menekankan pentingnya membangun kesadaran kritik masyarakat. Untuk apa? Agar mereka Dampaknya tidak mudah terpesona janji tidak masuk akal dan menipu nalar sehat.