Permenkes Pelayanan Radiologi Ditolak 41 Organisasi Profesi
Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 24 Tahun 2020 tentang Pelayanan Radiologi Klinik memperoleh banyak kritik dan penolakan.
Aturan yang diteken Menkes Terawan Agus Putranto itu ditentang 41 organisasi profesi dan kolegium kedokteran.
Selain berpotensi menghambat pelayanan, aturan ini dinilai menghambat kompetensi program pendidikan kedokteran.
Ketua Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia (MKKI) Prof Dr dr David S Perdanakusuma SpBP-RE(K) juga turut menandatangani penolakan itu.
Dalam Pasal 5 Permenkes Nomor 24 Tahun 2020, disebutkan fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan radiologi klinik harus memiliki peralatan dan sumber daya manusia (SDM).
Adapun, SDM yang dimaksud terdiri atas dokter spesialis radiologi, tenaga kesehatan lain, dan tenaga non-kesehatan.
Perlu diketahui, pelayanan radiologi klinik terdiri atas empat jenis, salah satunya adalah pelayanan radiologi klinik pratama.
Mengutip Pasal 7, pelayanan radiologi klinik pratama merupakan pelayanan radiologi klinik dengan kemampuan modalitas alat radiologi terbatas, berupa pesawat mobile x-ray, dental x-ray, dan/atau ulta sonografi (USG).
Salah satu yang menjadi sorotan utama dari perhimpunan dokter adalah Pasal 11, yang menyebutkan SDM pada pelayanan radiologi paling sedikit terdiri atas dokter spesialis, radiologi, radiografer, petugas proteksi radiasi, tenaga administrasi.
Jadi, harus ada dokter spesialis radiologi untuk melakukan layanan tersebut. Jika tidak, kewenangan bisa diberikan kepada dokter atau dokter spesialis lain melalui pelatihan untuk mendapatkan kompetensi terbatas. Itu pun harus disupervisi dokter radiologi. David khawatir dengan peraturan ini karena berpotensi merugikan pasien.
"Dokter spesialis radiologi hanya 1.500-1.600-an. Sementara, dokter spesialis lain ada 25.000 orang dan dokter umum yang biasa melakukan pelayanan ini ada 41.000-an orang. Pasti pelayanan masyarakat akan terganggu," ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu 7 Oktober 2020.
Dalam surat keberatannya, disebutkan kekacauan pelayanan kesehatan akan timbul apabila fasilitas pelayanan kesehatan yang menyediakan pelayanan radiologi klinik, memberikan clinical privilege dan clinical appointment hanya kepada dokter spesialis radiologi.
Padahal, selama ini, hal-hal tersebut telah dijalankan oleh dokter umum dan beberapa dokter spesialis karena dipastikan akan terjadi defisit dokter yang dibutuhkan untuk memberikan pelayanan.
Menurut dia, dengan adanya Permenkes ini, USG oleh dokter kebidanan dan kandungan pun tidak bisa lagi dilakukan. Begitu pula dengan penilaian pembuluh darah jantung untuk pasien penyempitan pembuluh darah oleh dokter jantung.
"Bahkan tindakan USG dasar oleh dokter umum menjadi tidak bisa lagi, bila tidak mendapat kewenangan dari kolegium radiologi," kata David.