Perlukah Tajdidun Nikah, Memperbarui Akad Nikah! Ini Dalilnya
Dalam kehidupan sehari-hari, pasangan suami-istri tak selalu berjalan mulus dan damai-damai. Terkadang dalam satu rumah tangga terjadi ketegangan dan pertengkaran. Dalam ketegangan itu, bisa jadi muncul kata-kata yang tak berkenan di antara keduanya.
Di masyarakat Islam, khususnya di kalangan pesantren, ada dikenal istilah Tajdidun-nikah. Artinya, memperbarui akad nikah. Benarkah demikian harus? Atau sekadar untuk keyakinan agar hidup lebih bahagia?
Bagaimana hukumnya memperbarui nikah (tajdidunikah). Masalah ini telah dibahas di Bahtsul Masail PWNU Jatim di Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong Kraksan Probolinggo, 22-23 Nopember 1981. Keputusannya adalah sebagai berikut:
Hukumnya tajdidunnikah (memperbaharui nikah tanpa terjadinya cerai) adalah boleh, bertujuan untuk memperindah atau ihtiyat dan tidak termasuk pengakuan talak (tidak wajib membayar mahar) akan tetapi menurut imam Yusuf al-Ardabili dalam kitab al-Anwar wajib membayar mahar karena sebagai pengakuan jatuhnya talak.
Dasar Pengambilan Hukum:
At-Tuhfah, Juz VII, Hlm. 391
أَنَّ مُجَرَّدَ مُوَافَقَةِ الزَّوْجِ عَلَى صُورَةِ عَقْدٍ ثَانٍ مَثَلاً لاَ يَكُونُ اعْتِرَافًا بِانْقِضَاءِ الْعِصْمَةِ اْلأُولَى بَلْ وَلاَ كِنَايَةَ فِيهِ وَهُوَ ظَاهِرٌ إِلَى أَنْ قَالَ وَمَا هُنَا فِي مُجَرَّدِ طَلَبٍ مِنْ الزَّوْجِ لِتَجَمُّلٍ أَوْ احْتِيَاطٍ فَتَأَمَّلْهُ.
“Sesungguhnya persetujuan murni suami atas aqad nikah yang kedua (memperbarui nikah) bukan merupakan pengakuan habisnya tanggung jawab atas nikah yang pertama, dan juga bukan merupakan kinayah dari pengakuan tadi. Dan itu jelas ….s/d … sedangkan apa yang dilakukan suami di sini (dalam memperbarui nikah) semata-mata untuk memperindah atau berhati-hati”.
Al-Anwar, Juz II, Hlm. 156
وَلَوْ جَدَّدَ رَجُلٌ نِكَاحَ زَوْجَتِهِ لَزِمَهُ مَهْرٌ آخَرُ ِلأَنَّهُ إِقْرَارٌ بِالْفُرْقَةِ وَيَنْتَقِضُ بِهِ الطَّلاَقُ وَيَحْتَاجُ إِلَى التَّحْلِيْلِ فِى الْمَرَّةِ الثَّالِثَةِ.
“Jika seorang suami memperbaharui nikah kepada isterinya, maka wajib member mahar (mas kawin) karena ia mengakui perceraian dan memperbaharui nikah termasuk mengurangi (hitungan) cerai/talaq. Kalau dilakukan sampai tiga kali, maka diperlukan muhallil“.
Sumber:
Muhammad Ma’ruf Khozin, Jawaban Amaliyah dan Ibadah, Yang Dianggap Bid’ah, Sesat, Syirik dan Kafir: 75.