Perlukah Perda untuk Atur Pelaporan Pelanggaran Etik Dewan?
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Jawa Timur, usulkan adanya Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur soal mekanisme pelaporan pelanggaran etika oleh anggota DPRD Jatim. Pasalnya, selama ini banyak pengaduan terkait anggota DPRD Jatim, namun Badan Kehormatan (BK) tak bisa memproses karena keterbatasan informasi awal.
"Banyak pengaduan selama 2017 yang masuk tanpa identitas ke meja saya. Sayangnya, karena tanpa identitas itu, menyulitkan mengidentifikasi saat akan memanggil anggota dewan untuk diklarifikasi," kata Ketua Badan Kehormatan DPRD Jatim, Ahmad Tamim di DPRD Jatim, Jumat 5 Januari 2018.
Kata dia, dengan adanya peraturan tersebut akan dia membayangkan akan semakin memudahkan kerja BK DPRD Jatim. Tamim mencontohkan, misalnya ada pengaduan, maka harus ada identitas yang lengkap dari pengadu dan siapa yang diadukan.
"Jika tidak, maka pengaduan tersebut diabaikan saja," ujar politisi PKB ini.
Selain itu, Perda yang diinginkan ini tidak hanya mengatur anggota DPRD, namun juga mengatur fraksi juga. Misalnya, jika ada pengaduan dari masyarakat kepada seorang anggota Dewan, maka yang hadir untuk memberikan klarifikasi bukan hanya anggota dewan yang bersangkutan, melainkan juga fraksinya.
"Kedatangan perwakilan fraksi ini sebenarnya dibutuhkan dalam mencegah adanya pelanggaran etika dan disiplin anggota dewan," Tamim.
Data dari BK DPRD Jatim, 2017 kemarin terdapat anggota DPRD Jatim yang harus berurusan dengan penegak hukum. Keduanya diduga menyelewengkan fungsi pengawasan terhadap kinerja organisasi perangkat daerah (OPD). Saat ini kasus kedua oknum ini masih dalam tahap persidangan di pengadilan tipikor, Sidoarjo.
Sedangkan untuk absensi kehadiran BK Tamim mengatakan sudah melakukan langkah pencegahan dengan mengirimkan peringatan kepada anggota dewan yang tiga kali tidak hadir.
"Masih 3 kali kami sudah peringatkan. Batas maksimalnya 6 kali. Dengan demikian, bisa mencegah pelanggaran kode etik dan disiplin," ujar Tamim. (amr)