Soal Zero Dollar Tour di Bali Cok Ace Temui Menpar
Zero dollar tour jadi polemik di Bali. Polemik yang memungkinkan bisa jadi panjang. Bisa merugikan bali. Bisa membangun persepsi yang tak bagus. Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati atau yang akrab dipanggil Cok Ace bergerak cepat. Bersama Founder Markplus Hermawan Kartajaya segera menemui Menteri Pariwisata Arief Yahya di Gedung Sapta Pesona, Jakarta.
Gerak cepat dalam menemui Menpar itu intinya adalah untuk menyamakan persepsi. Menyelaraskan pemaham soal polemik zero dollar tour itu.
“Kami sudah bertemu Pak Menteri Arief Yahya. Kami sudah jelaskan kondisi yang terjadi di Bali. Beliau sangat memahami dan semua sejalan. Tidak ada yang perlu diperdebatkan,” jelas Cok Ace yang juga Ketua PHRI Bali.
Pertama, terhadap toko souvenir yang menjadi langganan wisman Tiongkok, yang melanggar peraturan, ditindak. Sebaliknya, yang tidak menabrak aturan silakan beroperasi.
Ini sama persis yang dilakukan Pemprov Bali, hanya yang terbukti melanggar aturan, yang ditutup. “Kami bersama Pak Menpar sama-sama setuju,” jelas Cok Ace.
Menpar Arief Yahya di Beijing pekan lalu menyampaikan, bahwa jika izin sudah lengkap, tidak melanggar aturan, maka mereka juga boleh membuka usahanya kembali di Bali. Perlakuan yang sama dilakukan pada pelaku usaha Pariwisata dari semua negara yang memiliki hubungan perdagangan dan diplomasi. Karena itu, tidak relevan mempertentangkan soal buka-tutup toko souvenir untuk melayani market China ini.
Kedua, Cok Ace dan Menpar Arief Yahya, sama-sama tidak ingin suasana bisnis Pariwisata di Bali terganggu karena gaduh. Seolah-olah terjadi pertentangan dahsyat antara Pemerintah Pusat dan Provinsi Bali. Seakan tidak kompak, tidak sejalan, dan bahkan saling melempar kesalahan.
Cok Ace juga setuju bahwa pariwisata adalah industri yang sangat akrab dengan suasana keramah tamahan atau hospitality. Pariwisata adalah pelayanan atau services kepada manusia. Karena itu, cara menangani customers-nya pun harus menggunakan cara yang baik, santun, dan menjaga adat istiadat ketimuran.
Ketiga, lanjut Cok Ace, pihaknya akan berhati-hati dan menjaga kondusivitas industri pariwisata Bali sebagai destiasi terbaik dunia. Menurut Cok Ace, Menpar Arief Yahya meminta agar Pemprov Bali lebih teduh ketika memberikan keterangan di media agar tidak menciptakan kesan gaduh dan polemik berkepanjangan. Karena itu juga akan merugikan image pariwisata Bali sendiri.
“Pak Menteri pada intinya sepakat. Namun hanya mengingatkan tidak perlu membangun polemik yang terlalu keras, apalagi di era digital yang bisa berpotensi viral termasuk di Tiongkok. Kondisi Bali harus dijaga agar tetap adem demi pariwisata," sebut Cok Ace.
Wagub juga menjelaskan bahwa Menpar Arief Yahya sangat khawatir, dengan situasi Bali belakangan ini. Kalau soal legalitas, sudah sama persepsinya. “Tapi kalau polemik itu dipicu oleh persaingan usaha, persaingan bisnis, maka sebaiknya kita harus bersatu. Karena pasti ada yang tidak happy jika pariwisata Indonesia maju. Suasana polemik itu bisa dimanfaatkan oleh pihak lain, destinasi negara lain, yang berusaha mengambil keuntungan,” kata Cok Ace menirukan Menpar Arief Yahya.
Mengapa begitu? Rupanya Menpar Arief Yahya terus memantau angka kunjungan wisman Tiongkok ke Bali. Bulan Oktober 2018, masih di kisaran 200 ribu sebulan, memasuki November 2018, jatuh 50%-nya, tinggal 100 ribu. Sementara, bencana gempa sudah lewat, dan saat bertemu para pelaku bisnis pariwisata di Beijing Minggu lalu, polemik itulah yang selalu ditanyakan media di Tiongkok.(*)