Perlu Dikaji, Diaspora Pemikiran Kiai Dahlan dan Kiai Hasyim
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir mengapresiasi rencana pembuatan film Jejak Langkah Dua Ulama yang digagas Lembaga Seni Budaya dan Olahraga (LSBO) Pimpinan Pusat Muhammadiyah bersama Pondok Pesantren Tebuireng.
Film yang menceritakan pendiri Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) yakni KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asyari ini, bagi Haedar kiprahnya sangat patut untuk dicontoh oleh tokoh ulama, elit bangsa, dan tokoh politik, untuk belajar bagaimana bangsa ini dibebaskan dari penjajahan oleh para pejuang.
“KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asyari adalah tokoh umat dan tokoh bangsa yang telah memberi teladan bahwa agama, khususnya Islam dalam konteks ini, hadir tidak ekslusif, namun juga untuk memajukan, mencerahkan, dan mencerdaskan bangsa dan umat,” ujar Haedar, dalam keterangan diterima ngopibareng.id, Kamis 25 Juli 2019.
Tidak banyak orang peduli pada sejarah, dan juga mengulik sejarah, melalui film ini LSBO dan Ponpes Tebuireng menjadikan film ini sebagai jembatan bagi generasi baru untuk mengenal sejarah.
“Kita perlu memproyeksikan kedua tokoh ini baik bagi saudara kami di NU maupun di Muhammadiyah, tujuannya selain menampilkan pesan yang moderat, tasamuh dan damai, juga membawa pikiran kemajuan, dan komitmen untuk bangsa yang luar biasa,” jelas Haedar.
“Kita perlu memproyeksikan kedua tokoh ini baik bagi saudara kami di NU maupun di Muhammadiyah, tujuannya selain menampilkan pesan yang moderat, tasamuh dan damai, juga membawa pikiran kemajuan, dan komitmen untuk bangsa yang luar biasa,” jelas Haedar.
Hal ini dapat pula menjadi role model tentang islam, melihat bagaimana belakangan ini banyak orang memproyeksikan watak islam ke dalam dunia nyata yang cenderung mengeras.
Diaspora pemikiran kedua tokoh ini yang dituangkan dalam film diharapkan dapat memberikan manfaat bagi generasi lintas dan warga bangsa, lebih-lebih bagi generasi milenial.
“Generasi baru di luar Muhammadiyah dan NU bisa saja memposisikan dua tokoh ini sebagai primordial dari dua organisasi dengan melupakan bahwa, dua tokoh ini sebenarnya juga tokoh bangsa,” imbuh Haedar.
Haedar pun menyebutkan, kelebihan dari kedua tokoh ulama ini memiliki sifat zuhud dan wara', rendah hati, kuat spiritual tapi tetap cerdas dan jernih.
“Ini menjadi value yang bisa diteladani. Muhammadiyah dan NU dengan dua tokoh inspiratif ini harus tetap Istiqomah menyebar nilai Islam yang mencerahkan dan memberi optimisme,” tutur Haedar.
Sementara dalam konteks kebangsaan, Haedar berpesan kedua tokoh ini dapat menjadi value membawa pencerahan dan didialogkan bagi gerakan kebangsaan dan kekuatan politik.
“Karena parpol di Indonesia, punya akar pada tokoh-tokoh masa lampau sehingga harus turut mentransfer nilai-nilai kebangsaan, sebagaimana menjadikan negara ini sesuai dengan cita-cita yang digaungkan oleh generasi masa lampau yang berdarah-darah untuk kemerdekaan Indonesia,” jelas Haedar.
Bagi tokoh parpol, harus belajar dari kedua tokoh ini, agar generasi kedepan tetap punya nilai-nilai mulia.
“Kehebatan tokoh lama, dalam memperjuangkan sesuatu dengan tetap saling support walaupun ada perbedaan dalam pandangan, kelebihan tokoh lama yakni tidak pernah memberi label negatif kepada pihak yang punya pandangan berbeda. Marilah kita belajar dari film ini nantinya,” ajak Haedar.
Khusus untuk generasi milenial, Haedar berpesan untuk banyak belajar sejarah, agar tokoh-tokoh bangsa seperti KH Ahmad Dahlan, KH Hasyim Asyari, Cokroaminoto, Agus Salim, Soekarno, Hatta dapat menjadi panutan.
“Tokoh-tokoh tersebut punya jasa besar untuk Republik ini, sehingga perlu ditiru komitmennya untuk memajukan bangsa. Dan para tokoh bangsa itu mengutamakan kepentingan umat dan bangsa di atas kepentingan sendiri,” pungkas Haedar, yang sebelumnya tampil dalam acara Konferensi Pers Pembuatan Film Jejak Langkah Dua Ulama pada Rabu 24 Juli, di Kantor PP Muhammmadiyah Yogyakarta. (adi)