Perlindungan dan Keselamatan Jurnalis, Jaminan Negara pun Ditagih
Jurnalis merupakan pilar utama kemerdekaan pers sehingga dalam menjalankan tugas, harus mendapatkan perlindungan hukum dari negara serta mendapat jaminan keselamatan dari perusahaan media.
“Pekerja media dan jurnalis harus mendapat kepastian perlindungan, supaya dapat menghapus impunitas serta membangun iklim dan kultur yang sehat untuk demokrasi,” kata Puri Kencana Putri dari Amnesty Internasional Indonesia, mewakili Komite Keselamatan Jurnalis.
Menurutnya masih banyaknya kasus kekerasan yang dialami jurnalis, seperti saat aksi demonstrasi di depan kantor Bawaslu pada Mei 2019 serta saat aksi demonstrasi menolak revisi UU yang kontroversi di depan gedung DPR RI.
Selain itu, pembungkaman media melalui pelaporan atas karya jurnalistik jurnalis ke aparat hukum menjadi contoh nyata, terjadinya pembungkaman kepada jurnalis.
Ihwal perlindungan dan keselamatan jurnalis menjadi topik dalam diskusi memperingati Hari Hak Asasi Manusia (HAM) internasional di Erasmus Huis, Kedutaan Belanda, Jakarta, Selasa 10 Desember 2019.
Diskusi bertema “HAM, Kemerdekaan Pers, Perlindungan dan Keselamatan Jurnalis di Indonesia” dibahas dalam dua sesi. Diskusi ini diselenggarakan atas kolaborasi antara MediaLink, LPDS, Sejuk, Tenpo Institute, AJI Indonesia dengan dukungan Kedutaan Besar Belanda, Kedutaan Besar Inggris, dan International Media Support (IMS).
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Abdul Manan, pembicara pada sesi pertama mengatakan hak asasi merupakan tema penting dan sudah sepatutnya mendapatkan perhatian jurnalis dan media.
"Salah satu upaya yang dilakukan AJI untuk meningkatkan kepedulian jurnalis terhadap tema ini, dengan memberikan pendidikan dan pelatihan kepada jurnalis serta apresiasi untuk jurnalis yang membuat karya terbaik tema HAM," tutur Abdul Manan.
Selain itu, yang penting lagi dilakukan untuk mendukung kemerdekaan pers adalah dengan terus menerus menagih komitmen pemerintah untuk memproses hukum pelaku kekerasan terhadap jurnalis.
"Pembiaran suatu kasus kekerasan terhadap jurnalis bisa menjadi preseden buruk di masa-masa mendatang,” tegas Abdul Manan.
Pers Indonesia masih berada di bawah ancaman berupa impunitas bagi para pembunuh dan pelaku kekerasan terhadap jurnalis di masa lalu. Tak adanya proses hukum terhadap mereka bisa mengancam peran jurnalis dalam menjalankan fungsinya. Karena itu, negara harus dapat bekerja sama supaya jurnalis dan media bisa mendapat perlindungan dan menghilangkan impunitas.
Dalam acara ini, Duta Besar Kerajaan Belanda, Lambert Grijn memaparkan kebebasan pers adalah satu elemen penting dalam negara demokrasi. Media merefleksikan kesamaan dan perbedaan yang ada di dalam masyarakat. Peran media seperti layaknya sebuah cermin masyarakat menjadikan jurnalisme bagian penting dalam good governance – pemerintahan yang baik.
Dengan adanya debat dan diskusi, demokrasi bertumbuh. Ketika ada perbedaan pendapat, ada kebenaran yang dapat kita temukan. Untuk itu, media dan jurnalis memegang peran kunci. Ada ratusan hingga ribuan media di Indonesia menjadi cerminan atas kebebasan pers di negara ini.
“Media juga memegang peran kunci dalam pertumbuhan demokrasi di Indonesia terutama sejak 20 tahun terakhir. Undang-Undang Pers No. 40 tahun 1999 memberikan wadah perlindungan bagi jurnalis dan awak media dan melindungi hak-hak jurnalis.,” kata Lambert.
Sementara Duta Besar Kerajaan Inggris Owen Jenkins, juga menyampaikan pandangannya tentang kemerdekaan pers. Menurutnya, perlu ada komitmen nyata untuk memberikan perlindungan bagi jurnalis di Indonesia. Karena Freedom House menilai pers Indonesia tidak sepenuhnya bebas karena adanya laporan-laporan tentang kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis serta konsentrasi kepemilikan media.
“AJI mencatat ada sekitar 40-60 kasus kekerasan terhadap jurnalis setiap tahunnya. Karena itu, Saya ingin ada rencana aksi nasional untuk keselamatan jurnalis di Indonesia. Ini membutuhkan komitmen semua pihak dan kami ingin kegiatan hari ini mengarah pada komitmen nyata untuk bertindak,” kata Owen Jenkins.
Adapun Ranga Kalansooriya dari International Media Support (IMS) juga menegaskan perlu ada satu rencana aksi untuk keselamatan jurnalis di Indonesia. Upaya untuk mewujudkan rencana aksi keselamatan jurnalis ini, membutuhkan kolaborasi dari berbagai pihak, baik dari lembaga pemerintah, non pemerintah, akademisi, organisasi pers serta organisasi masyarakat sipil.
Menurutnya, Filipina telah berhasil menyusun satu rencana aksi untuk keselamatan jurnalis yang telah dipersiapkan selama dua tahun, setelah melakukan dialog intensif dengan berbagai stakeholder.
Rencana aksi lain sedang disiapkan di Myanmar yang pembahasannya mulai Januari 2020.
Indonesia adalah negara yang yang memiliki sumber daya jurnalis yang sangat besar.
“Saya berharap kita bisa bersama menyusun rencana aksi ini, sehingga jika ada serangan terhadap jurnalis, telah ada panduan langkah untuk menanganinya,” kata Ranga.
Advertisement