Perkuat Dakwah Delegasi MUI Kunjungi Deputi Grand Syeikh Al-Azhar
Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Miftachul Akhyar terus berupaya mengembangkan dakwah di pentas dunia. Dengan melakukan perjalanan untuk menghadiri Konferensi Fatwa Internasional di Kairo, Mesir, di tengah situasi pandemi, berbuah manis.
Setelah mendapatkan komitmen kerja sama dari Kementerian Wakaf Mesir, Universitas Al-Azhar Cairo juga membuka pintu untuk program kerjasama dengan MUI dan peluang tambahan alokasi beasiswa bagi mahasiswa Indonesia.
Komitmen itu disampaikan Deputi Grand Syekh Al-Azhar Mohammed Al-Dhuwainy saat menerima kunjungan Kiai Miftach di Ruang Wakil Rektor Universitas Al-Azhar, Rabu 4 Agustus 2021 sore waktu Kairo.
Hubungan Historis
Di awal pertemuan, Syekh Al-Dhuwainy menegaskan kedalaman hubungan historis antara Universitas Al-Azhar dan bangsa Indonesia, khususnya di bidang pendidikan. Menurutnya, mahasiswa Indonesia merupakan jumlah terbesar dari mahasiswa internasional yang belajar di Al-Azhar, dan mereka merepresentasikan negara mereka dengan baik dari sisi moral dan pengetahuan.
“Banyak di antara mereka juga mencapai kesuksesan luar biasa di berbagai bidang kajian,” puji Syekh Al-Dhuwainy.
Syekh Al-Dhuwainy juga menyatakan keinginan yang kuat dari Al-Azhar untuk semakin memperdalam hubungan yang sudah ada, dengan menyiapkan berbagai aspek dukungan kepada mahasiswa Indonesia sehingga mereka dapat menjadi duta pemikiran wasathiyatul Islam saat kembali kampung halaman.
Juga, dukungan pelatihan bagi para akademisi, imam dan dai Indonesia melalui Akademi Internasional Al-Azhar untuk menambah bobot keterampilan dan pengetahuan mereka dalam menghadapi ide-ide ekstremis serta diskusi masalah-masalah kontemporer dengan pemikiran yang tercerahkan.
Pesan Kiai Miftachul Akhyar
Dalam kesempatan tersebut, Kiai Miftach menyampaikan ucapan terima kasih atas dukungan dan perhatian Universitas Al-Azhar kepada para mahasiswa Indonesia. “Al-Azhar merupakan kiblat keilmuan bagi seluruh dunia yang menjadi sumber keilmuan dan pengetahuan yang jernih, serta memiliki tempat khusus di hati masyarakat Indonesia,” tegas Kiai Miftach.
Turut serta dalam kunjungan tersebut, Wakil Sekretaris Jenderal MUI Ali Hasan Al-Bahar, perwakilan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Mesir Mukhlason Jalaluddin, anggota Komisi Fatwa MUI Muzakki Yamani dan anggota Komisi Penelitian dan Pengkajian MUI Nur Hidayat.
Demikian dilaporkan Nur Hidayat, staf khusus Ketua Umum MUI dari Kairo, Mesir.
Pesan Islam untuk Dakwah
Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Miftachul Akhyar mengingatkan para mufti dunia terhadap tanggung jawab mereka sebagai ulama.
“Semua manusia dalam keadaan mabuk, kecuali para ulama. Dan para ulama pun dalam keadaan bingung, kecuali mereka yang mengamalkan ilmunya,” ujar Kiai Miftach mengawali paparannya di hadapan para mufti.
Kiai Miftachul Akhyar hadir dalam Konferensi Fatwa Internasional ke-6 digelar Dâr Al Iftâ’ Mesir di Kairo, awal Agustus 2021.
KH Miftachul Akhyar diminta mengawali sesi panel yang dipandu Menteri Agama Pakistan Noor-ul-Haq Qadri, Selasa 3 Agustus 2021 pagi waktu Kairo.
Kiai Miftach menyampaikan tiga tanggung jawab yang layaknya dimiliki seorang ulama. Pertama adalah tanggung jawab kepada diri sendiri. Kedua, tanggung jawab kepada umat dan bangsa. Dan terakhir, tanggung jawab kepada Allah SWT.
“Kita perlu menghidupkan kembali mas’uliyah (rasa tanggung jawab) para ulama yang semakin menipis terhadap ketiga hal tersebut,” ujar Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ini.
Menjaga Ilmu
Mengutip Sahabat Ibnu Mas’ud, Kiai Miftach mengingatkan, seandainya para ahli ilmu menjaga ilmu mereka dan meletakkannya kepada ahlinya, maka mereka akan dapat memimpin dan memandu penduduk zaman itu. Namun mereka menyerahkan ilmu itu kepada para pemilik dunia agar mereka dapat bagian dunia itu dari mereka, maka mereka telah menghinakan ahli ilmu.
Dalam makalahnya, Kiai Miftach juga menjelaskan peran MUI dalam proses pemberian fatwa kepada umat Islam Indonesia. Mulai dari fatwa atas kehalalan suatu produk, problem aktual, hingga fatwa seputar pandemi Covid-19. Juga tantangan lembaga fatwa di era digital.