Perkembangan Masjid di Köln
Sehari setibanya di Jerman, tepatnya di negara bagian Nordrhein-Westfalen, Jerman. Saya menyempatkan sholat Ashar di Masjid Cologne Central atau DITIB (Diyanet İşleri Türk İslam Birliği) -Zentralmoschee Köln. Sudah beberapa kali saya sholat di masjid ini, sejak tahun 2018. Masjid ini berada di Distrik Ehrenfeld kota Köln, hanya beberapa ratus meter dari stasiun kereta api.
Di Köln ada dua rumah ibadah besar, selain masjid ada gereja tua yang di bangun tahun 1245 dan sudah berapa kali mengalami renovasi akibat hancur karena perang dunia I dan II. Tapi kali ini saya mau berbagi cerita tentang masjid dulu. Nanti kesempatan lain saya aka bercerita tentang Gereja Kathedral di Koln, yang juga menjadi objek wisata sebagai sebuah peninggalan sejarah. Karena itu izinkan saya ingin berbagi cerita tentang masjid di kota Köln.
Masjid ini dirancang dengan gaya arsitektur Ottoman, dengan dinding kaca, dua menara dan kubah setinggi 55 meter. Luasnya 4.500 meter persegi dengan biaya 15-20 juta poundsterling (Rp 262 miliar-Rp 349,5 miliar) untuk pembangunannya.
Dengan luas tersebut, masjid ini bisa menampung jamaah 2.000 sampai 4.000 orang. Gereja Katolik St. Theodore Cologne dikabarkan juga ikut menggalang dana untuk pembangunan masjid ini.
Masjid Sentral Köln dirancang oleh arsitek Jerman, Paul Böhm, dengan gaya arsitektur modern yang menggabungkan elemen tradisional Islam dan modernitas. Masjid ini memiliki kubah besar dan dua menara setinggi 55 meter, serta dapat menampung sekitar 1.200 jamaah. Selain ruang ibadah utama, kompleks ini juga mencakup pusat budaya, perpustakaan, ruang konferensi, dan fasilitas komersial lainnya.
Pembangunan Masjid Sentral Köln awalnya menghadapi berbagai kontroversi dan penentangan dari sebagian masyarakat dan kelompok politik di Jerman. Kritikan utama datang dari pihak-pihak yang khawatir tentang meningkatnya pengaruh Islam di Eropa dan potensi ketegangan sosial. Namun, pendukung masjid berpendapat bahwa masjid ini adalah simbol dari kebebasan beragama dan integrasi yang sukses.
Konon sejak awal pembangunan masjid ini telah ditentang oleh berbagai kelompok masyarakat kota Köln. Termasuk di dalamnya adalah seorang pengarang bernama Ralph Giordano, warga sekitar lokasi, kelompok sayap kanan dan kelompok neo-Nazi. Bahkan Jörg Uckermann, sang wakil walikota pun berdiri bersama para penentang tersebut, berseberangan dengan sikap Walikota, Fritz Schramma yang mendukung pembangunan masjid terbesar di Jerman itu.
Perdebatan terbuka di ranah publik pun mencuat, kecaman dan komentar pedas terlontar dari para penentang pembangunan masjid ini, termasuk demonstrasi jalanan menolak pembangunan masjid dimaksud, seperti yang terjadi pada 16 Juni 2007. Namun menariknya justru jejak pendapat yang dilaksanakan oleh koran setempat pada waktu itu menunjukkan bahwa 63% responden mendukung pembangunan masjid tersebut sementara 27% diantaranya hanya menginginkan pengurangan dari ukuran bangunan masjid yang akan dibangun.
Konstroversi berahir ketika pada 28 Agustus 2008 hasil pemungutan suara di Dewan Kota Köln memenangkan rencana pembangunan masjid ini. Pemungutan suara tersebut diikuti oleh semua fraksi yang ada di Dewan Kota kecuali partai Demokratik Kristen. Selama proses pemungutan suara terjadi aksi protes di luar gedung dewan kota yang dilakukan oleh sekitar 30 orang penentang pengesahan tersebut semantara ada 100 demonstran lainnya menyambut gembira keputusan dewan kota tersebut.
Tak puas dengan keputusan dewan kota aksi protes berlanjut namun Izin demontrasi yang akan dilaksanakan oleh kelompok penentang pembangunan masjid yang tergabung dalam Pro Köln pada 20 September 2008 secara mendadak dibatalkan oleh pihak kepolisian sesaat sebelum pelaksanaan demonstrasi dengan alasan keamanan publik setelah terjadi kericuhan antara polisi dan para demonstran.
Proses pembangunan dimulai setelah mendapatkan persetujuan dari dewan kota dengan berbagai revisi terhadap rancangan awal masjid.
Rancangan bangunan utamanya benar-benar menjungkirbalikkan pakem-pakem bentuk masjid universal yang biasa kita kenal. Bentuk bangunan utamanya dibangun menyerupai sebuah bola dunia dengan dinding dari bahan transparan.
Setelah diresmikan, masjid ini menjadi simbol dialog dan pemahaman antara komunitas Muslim dan masyarakat Jerman yang lebih luas. Berbagai acara yang digelar di masjid ini, termasuk Open Mosque Day (Hari Masjid Terbuka), telah membantu memperkuat hubungan antara komunitas Muslim dan non-Muslim di Köln.
Komunitas muslim di Köln mulai tumbuh signifikan setelah Perang Dunia II, terutama pada tahun 1960-an dan 1970-an ketika pemerintah Jerman Barat mengundang pekerja tamu (Gastarbeiter) dari negara-negara muslim seperti Turki, Maroko, dan Tunisia untuk membantu rekonstruksi pascaperang. Pekerja migran ini mendirikan tempat ibadah kecil di kota-kota besar, termasuk Köln, sering kali berupa ruang-ruang yang disewa atau bangunan yang diubah menjadi masjid sederhana.
Masjid-masjid pertama di Köln tidak dibangun sebagai bangunan masjid tradisional, tetapi lebih sebagai mushola atau ruang-ruang ibadah di dalam gedung-gedung yang sudah ada.
Puncak perkembangan masjid di Köln tercermin dalam pembangunan Masjid Sentral Köln (Kölner Zentralmoschee) ini yang merupakan salah satu masjid terbesar dan paling mencolok di Eropa Barat. Proyek ini dimulai pada tahun 2009 dan selesai pada tahun 2017, dengan dukungan dari DITIB, organisasi keagamaan yang berafiliasi dengan pemerintah Turki.
Masjid di Köln, termasuk Masjid Sentral Köln, memainkan peran penting dalam kehidupan sosial komunitas Muslim. Selain menjadi tempat ibadah, masjid-masjid ini menyediakan layanan sosial, pendidikan agama, kelas bahasa, serta berbagai program yang mendukung integrasi dan partisipasi sosial.
Masjid-masjid ini juga berfungsi sebagai ruang di mana Muslim Jerman dapat mempertahankan identitas budaya dan agama mereka sambil beradaptasi dengan masyarakat Jerman yang lebih luas. Mereka sering menjadi pusat dialog antaragama dan budaya, membantu mempromosikan pemahaman dan toleransi di antara berbagai komunitas di kota.
Sejarah dan perkembangan masjid di Köln mencerminkan perjalanan panjang komunitas Muslim di kota ini, dari tempat ibadah sederhana hingga berdirinya Masjid Sentral Köln yang megah. Masjid-masjid ini bukan hanya mencerminkan pertumbuhan komunitas Muslim, tetapi juga dinamika integrasi dan koeksistensi dalam masyarakat multikultural Jerman. Melalui masjid-masjid ini, komunitas Muslim di Köln terus memainkan peran penting dalam memperkaya keragaman budaya kota dan mempromosikan dialog antaragama serta toleransi. (Sukemi)