Perjuangkan Hak Anak dan Harta Gono Gini, Perempuan di Jember Gugat Mantan Suami ke Pengadilan
Anita Fitriyani, perempuan warga Kelurahan Tegal Gede, Kecamatan Sumbersari, Jember menggugat mantan suaminya berinisial YRW, warga Kabupaten Situbondo, ke Pengadilan Negeri Jember, Jumat, 26 Juli 2024. Gugatan tersebut dilayangkan karena mantan suaminya itu melakukan wanprestasi atas isi putusan hakim Pengadilan Agama.
Anita menceritakan, setelah menjalani rumah tangga selama 16 tahun, Anita digugat cerai oleh suaminya pada bulan Agustus 2022. Sesuai putusan hakim, perceraian itu terjadi akibat faktor orang tua. Sebelum akhirnya bercerai, YRW jarang mengajak penggugat berkomunikasi. Bahkan saat datang ke Jember, ia langsung masuk kamar dan mengunci pintu.
Meski Fitriani mengalami tekanan batin yang cukup luar biasa, pada akhirnya ia menandatangani berkas gugatan perceraian yang diajukan kuasa hukum YRW. Apalagi, saat kuasa hukum YRW datang menjanjikan bahwa Anita akan kembali rujuk dengan suaminya.
Namun, kenyataannya tidak demikian. Anita mencoba menerima keadaan.
Namun, tiga bulan kemudian, ia membaca salinan putusan perceraian yang diterbitkan Pengadilan Agama Situbondo. Dalam salinan itu, ternyata hakim memerintahkan YRW memberikan nafkah terhadap putri yang sedang dirawatnya sebesar Rp 2 juta per bulan. Nominal tersebut harus bertambah 10 persen setiap tahunnya.
“Andai saya tidak membaca dan memahami salinan putusan itu, mantan suami saya tidak akan memberikan nafkah kepada putrinya yang tinggal bersama saya,” katanya.
Setelah ditagih, YRW akhirnya memberikan nafkah kepada putrinya. Namun, nominal yang diberikan tidak sesuai putusan. YRW hanya memberikan nafkah Rp 1,5 juta per bulan.
Saat itu Anita berpikir positif. Ia menduga nominal itu ditotal dengan biaya SPP dan operasional putrinya yang juga dibayar YRW. Namun, ternyata definisi hukumnya tidak demikian. Nafkah dan SPP sekolah merupakan hal yang berbeda. Karenanya YRW tetap berkewajiban melaksanakan putusan hakim itu.
Sudah berkali-kali Anita meminta agar YRW memberikan nafkah sesuai putusan hakim. Namun, sampai saat ini belum dipenuhi. Selai persoalan nafkah anak, Anita juga menuntut pembagian harga gono-gini. Sebab dalam kesepakatan bersama harga gono-gini harus dibagi.
Pasca kesepakatan itu, Anita menagih janji YRW. Pertama ia meminta bagian dari hasil penjualan aset berupa rumah yang ada di Jember. Sesuai kesepakatan hasil penjualan rumah itu dibagi rata antara Anita dengan YRW.
Namun, sejak tahun 2022 sampai sekarang janji tersebut belum dipenuhi. Saat Anita menagih, YRW selalu beralasan akan merenovasi rumah itu agar mudah terjual.
Namun kenyataannya, sejak tahun 2022 sampai sekarang tidak terlihat ada tukang satu pun yang merenovasi rumah itu. Padahal, Anita sudah sejak lama diusir dari rumah itu dan kini ia tinggal di rumah kontrakan bersama putrinya yang berusia 9 tahun.
Tak hanya rumah, hak Anita juga ada pada dua unit mobil yang kini berada di tangan YRW. Bahkan Anita juga berhak atas 30 persen kepemilikan saham dalam perusahaan milik YRW. Sebab mobil dan perusahaan itu diperoleh dan dibentuk pada saat Anita hidup bersama dengan YRW.
Atas persoalan itu, Anita melakukan langkah hukum, dengan melayangkan gugatan. Tak hanya di Pengadilan Agama Situbondo, gugatan itu juga dilayangkan ke Pengadilan Negeri Jember. Sebab, memang ada poin-poin gugatan yang harus didaftarkan di Pengadilan Negeri.
Anita berharap langkah hukum yang ditempuhnya itu dapat memberikan tekanan kepada YRW. Sehingga ke depannya ia tidak perlu lagi susah payah menagih.
“Gugatan harga gono-gini kita layangkan ke Pengadilan Agama Situbondo dan untuk gugatan di Pengadilan Negeri Jember terkait tindakan wanprestasi. Gugatan dilayangkan ke PN Jember karena objek yang digugat berada di Jember,” pungkasnya.