Perjuangan Salahuddin Direfleksikan di Fanten Fagogoru
Seru. Itulah gambaran pembukaan Festival Budaya Islam Fanten Fagogoru 2018. Kegiatan ini dipusatkan di Kecamatan Patani, Halmahera Tengah, Maluku Utara. Atraksi drama yang menggambarkan perjuangan Salahuddin Talapudin saat melawan penjajah, paling menyita perhatian.
Salahuddin Talapudin adalah pahlawan asal Patani. Ia lahir sekitar tahun 1847. Di kala itu, masyarakat Patani hidup dari meladang. Maklum, tanahnya sangat subur. Seperti juga tanah Halmahera Tengah lainnya. Namun, suasana berubah ketika penjajah masuk ke Patani. Penindasan terjadi.
Salahuddin yang tidak terima, melakukan perlawanan. Ia mendekati warga dan mengajak menghadapi penjajah. Namun pergerakannya dianggap berbahaya oleh penjajah. Salahuddin pun ditangkap. Namun, ia sempat dibebaskan. Bukannya kapok, perjuangan Salahuddin justru semakin dahsyat.
Ia mengajak masyarakat Patani melengkapi diri dengan senjata. Perjuangannya semakin masif. Hasilnya, penjajah diusir dari Patani. Namun, dengan memanfaatkan Kesultanan Ternate, Salahuddin ditangkap dan diadili. Sampai akhirnya, Salahuddin mendapatkan hukuman tembak.
Bupati Halmahera Tengah Edi Langkara mengatakan perjuangan ini harus diteladani. “Jangan mudah menyerah. Itulah gambaran perjuangan Salahuddin yang harus diteladani. Dan gambaran itu kita dapat dari pelaksanaan Fanten ini,” paparnya.
Dijelaskannya, Fanten mengajarkan masyarakat untuk saling asah asih dan asuh. Masyarakat diajak untuk peduli sesama.
“Fanten mengajarkan kita untuk saling peduli. Mengajarkan banyak kebaikan. Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Halmahera Tengah mendukung kegiatan ini menjadi kegiatan tahunan pariwisata,” paparnya.
Fanten Fagogoru adalah kegiatan budaya yang dibalut religi. Pelaksanaannya selalu dilakukan saat bulan Rabiul Awal. Tujuannya sebagai ucapan syukur atas kelahiran Nabi Muhammad SAW atau Maulid Nabi. Tiga negeri di Maluku Utara terlibat dalam kegiatan ini. Ketiganya adalah Weda, Patani, dan Maba.
Fanten biasa dipadukan dengan atraksi atrak budaya lai. Seperti Tarian Cokaiba Lalayon. Dan, acara diawali dengan memiyen atau wao.
Asisten Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Regional III Kementerian Pariwisata Ricky Fauziyani, menilai Fanten acara yang sangat luar biasa.
“Inilah budaya yang sudah bertahan ratusan tahun, namun masih dijaga kelestariannya oleh masyarakat. Sebuah atraksi yang memiliki nilai tinggi dan sangat layak menjadi destinasi wisata religi,” paparnya. (*)