Kisah Perjuangan Guru Honorer Mojokerto Berangkat ke Tanah Suci
Untuk bisa berangkat ibadah haji ke Makkah membutuhkan biaya besar. Karena itu, ibadah yang satu ini hanya wajib bagi orang-orang yang mampu. Meski begitu, hal itu tak berlaku bagi Wiwik Ernawati. Guru honorer yang gajinya jauh di bawah upah minimum regional (UMR).
Meski gajinya terhitung sangat minim, guru dengan upah rendah ini tetap bisa berangkat haji. Keruan saja, tak sedikit yang terkejut sekaligus salut saat mengetahui ibu dua anak ini bisa berangkat ke tanah suci di musim haji kali ini.
Wiwik sendiri mengungkapkan, uang yang ia gunakan untuk mendaftar haji bukan hanya hasil dari tabungannya, tapi juga hasil sumbangan tamu undangan yang datang ke pernikahannya beberapa tahun silam.
Sebagai informasi, Wiwik mulai menjalankan profesi sebagai pahlawan tanpa tanda jasa sejak tahun 2008 lalu. Kala itu, ia hanya mendapat upah Rp24.000 setiap kali mengajar. Ia mengaku, gaji tersebut sangat tidak sebanding dengan pengeluarannya selama mengajar. Bukan hanya itu, ia harus mengendarai sepeda motor selama 40 menit untuk sampai ke sekolah tempatnya mengajar.
"Setiap hari, saya harus menempuh sekitar 50 km di daerah pegunungan untuk bisa sampai di tempat saya mengajar, di daerah Pacet (Mojokerto)," kata Wiwik, Sabtu, 2 Juli 2022.
Meski gajinya sangat minim, putri dari penjaga sekolah SD di daerah Mojokerto ini pun akhirnya nekat untuk mendaftar haji pada 2011 silam. Kala itu, ia baru sebulan melangsungkan pernikahan.
Wiwik mengungkapkan, sang suami mengizinkan uang amplop pernikahan dan tabungannya digunakan untuk mendaftar haji meski hanya cukup untuk satu orang saja.
"Alhamdulillah, karena tekad saya sudah kuat, dapat uang buwuhan saya gunakan untuk daftar haji. Tapi hanya saya, suami tidak bisa ikut karena uangnya hanya cukup untuk satu orang saja," jelasnya.
Berkah Mengajar
Hebatnya, meski sampai saat ini gajinya bisa dikatakan kurang dari cukup. Wiwik tetap bisa menyisihkan uangnya untuk bekal di Tanah Suci.
"Seiring waktu berjalan, akhirnya gaji saya bertambah. Meski tetap saja masih jauh dari kata cukup untuk memenuhi kebutuhan. Tapi hidup hemat dan terencana membuat saya bisa haji," tutur jemaah haji yang tergabung di kloter 34 Embarkasi Surabaya itu.
Wiwik sendiri hingga kini juga belum mendapatkan sertifikasi non Pegawai Negeri Sipil (PNS) meski sudah mengabdi selama 14 tahun. Namun, hal itu tak membuatnya kurang bersyukur. Wiwik mengaku ikhlas dan senang menjalani profesi itu.
Menurut Wiwik, menjadi guru honorer secara finansial memang tidak menjanjikan. Tetapi dia sangat meyakini jika keberkahan dari mengajar salah satu faktor yang bisa membawanya ke Makkah.
"Kalau dilihat dari sisi untung ruginya, mungkin ndak mau jadi guru honorer ya. Gaji segitu, 450 ribu sebulan belum termasuk bensin, makan. Tetapi yang kita lihat adalah keberkahannya," ucapnya.
Selain itu, keikhlasan membantu orang tua adalah salah satu yang ia percaya bisa membuatnya bisa berangkat haji.
Betapa tidak, jemaah haji yang berdomisili di Dusun Mejero, Desa Jumeneng, Mojoanyar, Kabupaten Mojokerto ini lantas menceritakan kesehariannya yang harus mengantar orang tuanya berjualan cecek di pasar.
"Biasanya kami berangkat dari rumah pukul 01.00 WIB dini hari dan pulang ke rumah pukul 06.00 pagi. Pagi mengajar, malam membantu orang tua jualan. Semua saya lakukan dengan ikhlas karena memang hidup butuh perjuangan," ujar dia.