Perjuangan Bocah Kelas 1 SD Sekolah Tiap Hari Naik KRL dan Jalan Kaki dari Bogor ke Jakarta
Kisah Alpin yang naik kereta dan jalan kaki dari Parung Panjang, Bogor, Jawa Barat ke Tanah Abang, Jakarta Pusat mencuri perhatian.
Pengguna Facebook bernama Caroline Ferry dan Luciana Anggraini membagikan kisah mengharukan bocah kelas 1 SDN Kebon Kacang 02 Petang itu.
Setiap hari Alpin harus menempuh 40 kilometer untuk mencapai sekolahnya di Tanah Abang. Rumah keluarga Alpin di Griya Bakung Raya 3, Parung Panjang.
Pagi hari ia harus naik kereta dari rumahnya ke sekolah. Demikian pun ketika pulang, rute sebaliknya harus ia tempuh.
Mirisnya lagi, ia harus berjalan kaki dari stasiun kereta ke sekolahnya setiap pagi. Rute sebaliknya kembali ia susuri dengan berjalan kaki pada siang harinya.
Alpin selalu berangkat sendiri tanpa ditemani oleh orangtuanya. Tak ada rasa takut ketika ia berjibaku dengan jalanan ibu kota yang penuh dengan riuhnya kendaraan.
Alpin tak pernah membawa uang jajan ataupun bekal makanan. Yang ia kantongi hanyalah uang untuk ongkos naik keretanya. Jika ia diberi uang oleh orang lain, Alpin selalu memberikannya ke ibunya untuk dibelikan beras.
Kisah yang telah dibagikan sebanyak lebih dari 2.400 kali ini memantik rasa penasaran sejumlah warganet. Banyak yang bertanya mengapa Alpin harus menempuh perjalanan sejauh itu untuk bersekolah. Mengapa tidak bersekolah di Parung saja?
Bukan tanpa beban ibunda Alpin, Lasmawati, membiarkan anaknya menempuh jarak yang begitu jauh. Dia dilema lantaran tak tega melihat perjuangan Alpin bersekolah, tapi ia memang sengaja tidak memindahkan Alpin ke sekolah dekat rumah. Alasannya karena biaya.
Lasmawati tak mau Alpin pindah sekolah ke Bogor karena di Jakarta sudah mendapatkan Kartu Jakarta Pintar (KJP). Hingga kini Alpin tidak dipungut biaya apapun selama bersekolah di SDN Kebon Kacang 02 Petang itu. Dia juga difasilitasi untuk membeli perlengkapan sekolah. Jika Alpin pindah maka otomatis KJP-nya akan dicabut.
“Ya kan takutnya (pindah sekolah) bayar. KJP itu per bulannya lumayan buat beli jajan, susu. Terus setiap 6 bulan juga bisa beli sepatu dan baju. Kalau Alpin dipindahin saya bingug bulanannya ini enggak ada pemasukan,” kata Lasmawati.
Ayah Alpin saat ini hanya bekerja serabutan sehingga pemasukan setiap harinya tidak menentu. Lasmawati harus pintar-pintar mengatur keuangan agar bisa cukup untuk makan dia dan kelima anaknya.
“Penghasilan ayahnya memang tidak menentu, empat hari dia cuma ngantongi Rp 70 ribu. Dicukup-cukupin ajalah,” ucap Lasmawati lirih.
Kendati begitu, faktor utama Alpin tidak pindah sekolahnya bukan karena KJP. “Enggak juga (karena KJP), karena kebanyakan saudaranya ada di sini semua. Lagipula dia (Alpin) temanya di sini banyak,” kata Lasmawati.
Sementara itu, dia dan suami juga tak mungkin pindah ke Jakarta karena tak punya biaya untuk menyewa kontrakan.
Ibu lima anak itu bercerita, ketika Alpin kecil, mereka memang tinggal di Jakarta, tak jauh dari SDN Kebon Kacang 02 Petang. Ayah Alpin bekerja sebagai sopir dan Lasmawati membuka warung untuk berjualan gorengan.
Namun musibah datang. Delapan bulan lalu ayah Alpin di-PHK. Kondisi keluangan keluarga pun morat-marit. Mereka pun terpaksa pindah ke rumah orangtua Lasmawati di Parung Panjang. Sebab keluarga kecil itu tak mampu membayar biaya kontrakan di Jakarta.
“Suami saya kan enggak kerja jadi saya ngikut di rumah orangtua, karena di sini enggak bayar jadi saya numpang saja di sini,” tutur Lasmawati.
Meski sedih harus melihat putra ketiganya bolak-balik Bogor-Jakarta seorang diri, namun Lasmawati tak bisa banyak berbuat. Dia hanya bisa berdoa agar buah hatinya selalu mendapat perlindungan dari Tuhan dan selamat di perjalanan.
“Saya bangga sama Alpin. Sebetulnya saya merasa sedih apalagi kalau lihat anaknya tidur. Sedih banget dia kecapekan setiap hari. Tapi saya enggak mau mikir macam-macam, yang penting selamat saja sampai di rumah,” ujar Lasmawati.
Saat ini Lasmawati lebih fokus pada perkembangan dan pendidikan anak-anaknya. Anak pertama, Putri Wardargina yang duduk di bangku SMA di Jakarta, dititipkan di rumah kakak Lasmawati dengan biaya pendidikan juga memanfaatkan KJP.
Sedangkan anak keduanya, Reynaldi Ilham, seharusnya duduk di banngku SMP. Namun sejak pindah ke Parung Panjang, Reynaldi tak mau sekolah lagi. Dia bekerja serabutan dan kerap membantu perekonomian keluarga. Lalu kedua adik Alvin masih kecil-kecil dan belum masuk sekolah.
Pihak sekolah mengaku peduli dengan kondisi Alpin. Bahkan sempat memberikan saran kepada orangtua Alpin untuk pindah sekolah yang lokasinya lebih dekat dengan rumah.
“Kita perduli karena Alpin rajin sekolah. Sudah pernah diberikan solusi oleh wali kelas tapi orangtua Alpin belum ada jawaban,” ujar Rosmalina, Kepala Sekolah SDN Kebon Kacang 02 Petang.
Sementara itu, bantuan juga sudah diberikan untuk keluarga Alpin. “Dari sekolah ada bantuan untuk anak yang kurang mampu. Ada juga KJP dari pemerintah,” jelas Rosmalina.
Ada cerita saat wali kelas Alpin pertama kali tahu bocah ini menempuh perjalanan jauh ke sekolah. Beria Manalu mengatakan awalnya Alpin tinggal di dekat sekolah. Dia tahu Alpin pindah ke Parung Panjang saat bocah itu datang terlambat.
“Dia pernah telat setengah jam dan saya tanya ‘Pin ini jam berapa nak? Kok telat?’ dan dia jawab ‘keretanya begitu bu’. Nah makanya saya tanya sekarang rumahnya di mana, katanya di Parung Panjang. Di situ saya tahu. Itu juga saya tanya sebelum viral di media sosial,” kata Beria.
Alpin terkadang telat masuk sekolah, ada pula kalanya datang lebih cepat dari siswa yang lain. Alpin bukan siswa yang menonjol dalam hal akademik, namun dia adalah siswa yang mudah bergaul.
“Dekat (dengan guru-guru). Kalau dia sering nanya pelajaran ke guru. Dia itu tidak pendiam di kelas. Dia juga tidak terlalu aktif di kelas,” ujar Beria. (*)
Advertisement