Perjanjian Ibrahim, UEA-Israel Perparah Derita Rakyat Palestina
Penandatanganan "Perjanjian Ibrahim" oleh Uni Emirat Arab (UEA) dan Israel, ditengahi Amerika Serikat, menjadikan dunia memanas. Amerika Serikat dan Israel semakin menjadikan derita rakyat Palestina tak berkesudahan.
AS dan Israel, dua negara sekutu abadi itu, secara mengejutkan membuat kesepakatan bersama Uni Emirat Arab (UEA). Dalam perjanjian tersebut disebutkan, dengan fasilitas Amerika Serikat, Israel dan UEA sepakat melakukan normalisasi hubungan bilateral setelah 26 tahun terakhir.
Normalisasi hubungan bilateral kedua negara itu sebagai hasil pertemuan trilateral Amerika Serikat, Israel dan UEA, Kamis 13 Agustus 2020.
Nama Ibrahim dalam perjanjian itu, disebut oleh Amerika Serikat sebab keberadaan Nabi Ibrahim sama-sama diakui di dalam ajaran Islam, Kristen dan Yahudi.
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump menyebut normalisasi akan dimanfaatkan Israel dan UEA untuk memperbaiki hubungan bilateral di berbagai sektor.
“Awalnya orang-orang bilang ini adalah sesuatu yang mustahil bagi Israel dan UEA memperbiaiki kesepakatan perdamaian. Dengan kesepakatan ini maka mereka akan memperbarui hubungan diplomatik. Mereka akan bertukar kedubes, dubes, edukasi, kesehatan, pariwisata hingga keamanan,” ungkap Trump.
Donald Trump menjelaskan dalam konferensi pers dari Washington D.C, Kamis 14 Agustus 2020, sesaat setelah pertemuan daring bersama Perdana Menteri Benyamin Netanyahu dan Putra Mahkota UEA Mohammed bin Zayed Al Nahyan.
Dengan penuh percaya diri Trump bahkan menyebut “Perjanjian Ibrahim” sebagai langkah positif untuk membangun Timur Tengah yang sejahtera dan aman.
“Ini adalah langkah signifikan dalam upaya membangun Timur Tengah yang sejahtera dan aman. Sejak ISIS hancur saya ingin lebih banyak negara Arab yang mengikuti langkah kepemimpinan UEA,” ujarnya.
Kesepakatan antara Israel dan UEA memicu amarah rakyat Palestina, yang penuh kekecewaan atas keputusan tersebut.
Nabil Abu Rudeineh, Juru Bicara Presiden Palestina, menegaskan penolakan terhadap kesepakatan UEA bersama Israel, meski disebu-sebut sebangai imbalan atas klaim dan penangguhan aneksasi (pencaplokan).
“Kepemimpinan Palestina mengumumkan penolakan dan mencela kejutan trilateral, UEA, Israel dan Amerika Serikat, yang mengumumkan normalisasi hubungan secara penuh antara Israel dan PEA,” ungkap Nabil dilansir siaran televisi nasional Palestina.
Nabil mengajak negara-negara Islam di dunia untuk turut mengecam “Perjanjian Ibrahim”.
“Mengingat perkembangan yang mengerikan itu, kepemimpinan Palestina mendesak untuk adanya pertemuan darurat oleh Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) untuk menolak pengumuman ini,” tambah Nabil.
Anwar Gargash, Menteri Negara urusan Luar Negeri UEA, menyebutkan, “Perjanjian Ibrahim” merupakan kesepakatan yang saling menguntungkan bagi perdamaian di kawasan, terutama terkait Palestina.
“Dan, itu sebenarnya membawa harapan nyata di tengah keadaan yang sulit di kawasan kami. Sehingga, jelas dengan bantuan Amerika Serikat, kami juga memerhatikan seperti banyak negara terkait tanah Palestina merupakan ancaman besar bagi kemajuan solusi dua negara,” jelas Gargash.
Selain itu dikatakan, melalui kesepakatan ini, Israel setuju untuk menangguhkan rencana aneksasi. Dan ini merupakan hal penting.
“Melalui kesepakatan ini Israel telah sepakat untuk menangguhkan rencana aneksasi dan disaat yang bersamaan kami berkomitmen untuk menormalisasi hubungan kami bersama Israel ke dalam hubungan diplomatik,” imbuh Gargash.
Adanya “Perjanjian Ibrahim” bagi Israel merupakan langkah untuk melakukan transformasi kawasan untuk masa depan bersama negara-negara di Timur Tengah.
“Saya yakin akan lebih banyak lagi negara Arab yang akan bergabung dalam perluasan lingkar perdamaian. Bersama kami akan mentransformasi kawasan untuk masa depan yang lebih baik bagi rakyat kami. Ini adalah masa depan untuk perdamaian, keamanan dan kesejahteraan,” ungkap Netanyahu penuh percaya diri.
Ia memastikan normalisasi hubungan bersama UEA akan ditindaklanjuti dengan berbagai kesepakatan.
“Akan ditindaklanjuti dengan pembangunan kedutaan besar, penerbangan langsung, dan banyak lagi kerja sama ke depannya,” tuturnya.
Bagi Israel, normalisasi hubungan bilateral dengan UEA merupakan prestasi yang dicapai untuk ketiga kalinya.
Dimana sebelumnya kesepakatan damai dibuat bersama Mesir pada 1979 dan perjanjian damai bersama Yordania pada 1994.
Sebelumnya, Benyamin Netanyahu mengumumkan akan mencaplok 30 persen wilayah Tepi Barat Palestina yang juga didukung oleh Amerika Serikat melalui proposal perdamaian “Kesepakan Abad Ini”.
Namun, Israel menunda rencana yang seharusnya dilakukan pada 1 Juli 2020 itu. Dunia makin panas di Timur Tengah dan derita rakyat Palestina semakin menjadi-jadi, setelah pencaplokan Israel di Tepi Barat kawasan Palestina.