Peringati Kudatuli, PDIP Surabaya Ziarah ke Makam Pejuang Partai
Kader-kader PDI Perjuangan Kota Surabaya mengenang 26 tahun tragedi kerusuhan 27 Juli 1996 atau Kudatuli. Digelar refleksi, doa bersama hingga ziarah ke makam pejuang-pejuang PDI Perjuangan di TPU Keputih.
Peringatan berlangsung selama dua hari. Pertama, Selasa 26 Juli 2022, para kader banteng menggelar refleksi dan doa bersama di kantor DPC PDIP Kota Surabaya. Para dai, ustaz, dan kiai Bamusi (Baitul Muslimin Indonesia) yang merupakan organisasi di bawah PDI Perjuangan, menggelar khotmil Quran di kantor DPC PDI Perjuangan Kota Surabaya.
“Sudah 26 tahun berlalu, tragedi kerusuhan 27 Juli 1996. Banyak pelajaran yang berharga, terutama tekad bulat untuk menegakkan kedaulatan partai dari intervensi luar. Dan, kesetiaan total massa kepada kepemimpinan Ibu Megawati Soekarnoputri,” kata Adi Sutarwijono, Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Surabaya, Rabu 26 Juli 2022, dalam refleksi dan doa bersama.
Hadir dalam acara itu Wakil Walikota Armuji, Wakil Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Timur Whisnu Sakti Buana, serta Sekretaris DPC Kota Surabaya Baktiono beserta jajaran pengurus. Pimpinan dan anggota Fraksi Perjuangan DPRD Kota Surabaya dan DPRD Jawa Timur juga hadir, termasuk para aktivis PDI Promeg yang menjadi korban kekerasan 1996. Hadir pula PAC, Ranting, Anak-Ranting, kader, anggota, dan simpatisan PDI Perjuangan. Demikian pula organ-organ sayap seperti Taruna Merah Putih, BKN dan Repdem.
“Peristiwa Kudatuli sekaligus membuktikan, bahwa PDI Perjuangan lahir dan dibesarkan dati pengorbanan berbagai pihak: keringat, darah dan air mata, bahkan harta benda dan nyawa. Bukan sekadar partai politik yang didirikan dengan akte notaris,” kata Adi, yang juga Ketua DPRD Kota Surabaya di hadapan ratusan kader-kader banteng.
“Sehingga penting kiranya bagi para pelaku sejarah di masa lalu dan senior partai melakukan pewarisan sejarah terhadap generasi muda, kaum milenial, yang bergabung dengan PDI Perjuangan,” kata Adi.
Doa bersama dipimpin tokoh-tokoh lintas agama yang tergabung dalam Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Surabaya, yang diketuai KH Mohammad Yasid. Setelah itu dilakukan pemotongan 26 tumpeng. Tumpeng ini diberikan kepada loyalis PDI Pro Megawati yang saat itu menjadi korban kekerasan aparat keamanan.
Tragedi kelam 27 Juli 1996 merupakan penyerbuan dan pengambilalihan secara paksa kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro 58, Menteng Jakarta Pusat. Kantor semula dikuasai Ketua Umum DPP PDI Megawati Soekarnoputri dan barisan pendukung setia yang waktu itu disebut PDI Promeg (Pro Megawati).
Penyerbuan dilakukan barisan Soerjadi-Buttu Hutapea, yang menyebabkan korban meninggal dunia dan luka-luka. Diyakini luas, penyerbuan itu juga mendapat back up dari pemerintah dan aparat keamanan.
Penyerbuan itu mendapat reaksi keras dari berbagai daerah, termasuk Surabaya. Pada 28 Juli 1996, di Kota Pahlawan ini terjadi unjuk rasa besar dari area Kebun Binatang Surabaya terus berlanjut ke Jalan Diponegoro. Di tengah jalan, aparat militer menyapu bersih membuat massa kocar-kacir, puluhan orang luka-luka dan ditangkap.
Tragedi 27 Juli 1996 adalah puncak tragedi dan perlawanan PDI Pro-Megawati terhadap rezim Orde Baru. Bermula dari Kongres Luar Biasa PDI 1993 di Asrama Haji Sukolilo Surabaya.
Pada 22 Juni 1996, kepemimpinan Megawati yang sudah sah, dilengserkan melalui Kongres PDI di Medan yang dinilai ilegal. Satu bulan sebelum peristiwa 27 Juli. Kongres di Medan yang disponsori rezim Orde Baru menaikkan Soerjadi-Hutapea.
Wakil Walikota Surabaya Armuji, yang juga kader senior PDI Perjuangan, mengingatkan generasi penerus harus terus menghidmati perjuangan para pejuang-pejuang partai sebelumnya.
“Masih banyak kurban akibat tragedi Kudatuli yang belum ditemukan, hilang, luka-luka dan cacat. Bagi semua pejuang partai yang telah meninggal dunia, kita mendoakan agar mereka beristirahat dalam tenang dan damai. Mendapat tempat yang mulia di sisi Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa,” kata Armuji.
Wakil Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Timur, Whisnu Sakti Buana, berpesan agar peringatan peristiwa Kudatuli membuat kader-kader banteng selalu ingat sejarah. “Jangan sekali-kali melupakan sejarah! Kata Bung Karno, Jas Merah. Kita ingat terus pengorbanan dan perjuangan para pejuang partai,” kata Whisnu.
Pada 1996, perlawanan PDI Pro Megawati (Promeg) di Jawa Timur dipusatkan di Posko Pandegiling Kota Surabaya. Dipimpin Ir Sutjipto, Ketua DPD PDI Jawa Timur. Pergerakan itu di antaranya melahirkan tokoh-tokoh L. Soepomo dan Bambang DH.
Peringatan Kudatuli berlanjut hari ini, Rabu 27 Juli 2022. Para kader PDIP melakukan ziarah ke makam Ir. Sutjipto, Ibu Sudjamik Sutjipto, dan L. Soepomo di TPU Keputih. Dihadiri Adi Sutarwijono, Baktiono, Armuji, Whisnu Sakti Buana, dan ratusan kader dan pengurus PDI Perjuangan Kota Surabaya.
“Peringatan Kudatuli memberi hikmah, pentingnya memiliki kesabaran revolusioner, sebagaimana yang diajarkan Ibu Megawati Soekarnoputri dan dimiliki pemimpin PDI Perjuangan di masa lalu,” kata Whisnu Sakti Buana.
Advertisement