Peringatan Maulid Nabi Muhammad, Ini Sejarah dan Dalilnya
Biasanya kalau bulan Rabiul-awal yang dikenal bulan Maulid banyak kaum Muslimin khususnya warga NU melakukan peringatan Maulid Nabi dengan berbagai acara.
Yang menjadi pertanyaan, sejak kapan diadakan peringatan maulid nabi dan apa hukumnya? Karena ada sebagian yang menganggap bid’ah dan mencacinya.
Begitulah pertanyaan sebagian umat Islam, yang berusaha mencari kebenaran dan dasar hukumnya dalam praktik tradisi di masyarakat, berkaitan peringatan Hari Kelahiran Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam (SAW) .
Ust Ma'ruf Khozin, Ketua Aswaja NU Center Jawa Timur menyampaikan penjelasan berikut:
Pada zaman Rasulullah dan al khulafa’ ar-rrosyidin perayaan memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW belum pernah dikenal. Rasulullah mengenang hari kelahirannya dengan puasa. Sesuai pertanyaan sahabat kepada Rosul, “ Kenapa Engkau puasa pada hari Senen yaa Rasul ?” Rasulullah menjawab, “ Pada hari itu aku dilahirkan dan pada hari itu aku diturunkan Al-Quran.”
(فِيْهَِ وُلِدْتُ وَفِيْهِ أُنْزِل عَلَيََّ ).
Sejarah peringatan Maulid Nabi itu terjadi pada abad ke 7 hiriyah pada sat terjadinya perang salib. Menurut Imam al-Suyuthi, tercatat sebagai raja pertama yang memperingati hari kelahiran Rasulullah saw ini dengan perayaan yang meriah luar biasa adalah Raja Al-Mudhaffar Abu Sa`id Kukburi ibn Zainuddin Ali bin Baktakin (l. 549 H. – w.630 H.).
Tidak kurang dari 300.000 dinar beliau keluarkan dengan ikhlas untuk bersedekah pada hari peringatan maulid ini. Intinya menghimpun semangat juang dengan membacakan syi’ir dan karya sastra yang menceritakan kisah kelahiran Rasulullah saw. Diantaranya yang paling terkenal adalah karya Syeikh Al-Barzanji yang menampilkan riwayat kelahiran Nabi SAW dalam bentuk natsar (prosa) dan nazham (puisi). Saking populernya, sehingga karya seni Barzanji ini hingga hari ini masih sering kita dengar dibacakan dalam seremoni peringatan maulid Nabi SAW.
Dengan berkah peringatan maulid nabi, maka bangkitlah semangat islam melawan tentara salib dan akhirnya kaum muslimin menang melawan terntara salib dan bebeslah baitul maqdis dari cengkeraman penjajah dibawah pimpinan Sultan Shalahuddin Al-Ayyub.
Mulai jadi Tonggak Tradisi
Maka sejak itu ada tradisi memperingati hari kelahiran Nabi SAW. di banyak negeri Islam. Inti acaranya sebenarnya lebih kepada pembacaan sajak dan syi`ir peristiwa kelahiran Rasulullah SaW. untuk menghidupkan semangat juang dan persatuan umat Islam dalam menghadapi gempuran musuh.
Dengan berbagai acara seperti pengajian umum, melakukan amal-amal kebajikan seperti bakti sosial, santunan kepada fakir miskin, pameran produk Islam, pentas seni dan kegiatan lain yang lebih menyentuh persoalan masyarakat.
Kembali kepada hukum merayakan maulid Nabi SAW. apakah termasuk bidah atau bukan, memang secara umum para ulama salaf menganggap perbuatan ini termasuk bid
ah. Karean tidak pernah diperintahkan oleh Rasulullah saw dan tidak pernah dicontohkan oleh para shahabat seperti perayaan tetapi termasuk bid’ah hasanah (sesuatu yang baik), Seperti Rasulullah saw merayakan kelahiran dan penerimaan wahyunya dengan cara berpuasa setiap hari kelahirannya, yaitu setia hari senin Nabi SAW. berpuasa untuk mensyukuri kelahiran dan awal penerimaan wahyunya.
عَنْ أَبِيْ قَتَادَةَ الأَنْصَارِيِّ رَضِيَاللهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْصَوْمِ الْإِثْنَيْنِ فَقَال فِيْهَِ وُلِدْتُ وَفِيْهِ أُنْزِلَعَلَيَّ فِيْهِ رواه مسلم
“Dari Abi Qotadah al-Anshori RA sesungguhnya Rasulullah SAW pernah ditanya mengenai puasa hari senin. Rasulullah SAW menjawab: Pada hari itu aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku”. (H.R. Muslim)
Kita dianjurkan untuk bergembira atas rahmat dan karunia Allah SWT kepada kita. Termasuk kelahiran Nabi Muhammad SAW. Yang membawa rahmat kepada alam semesta. Allah SWT berfirman:
قُلْ بِفَضْلِ اللّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُواْ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ
“Katakanlah: “Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. (QS.Yunus:58).
Ada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari. Hadits itu menerangkan bahwa pada setiap hari senin, Abu Lahab diringankan siksanya di Neraka dibandingkan dengan hari-hari lainnya. Hal itu dikarenakan bahwa saat Rasulullah saw lahir, dia sangat gembira menyambut kelahirannya sampai-sampai dia merasa perlu membebaskan (memerdekakan) budaknya yang bernama Tsuwaibatuh Al-Aslamiyah. Jika Abu Lahab yang non-muslim dan al-Qur’an jelas mencelanya, diringankan siksanya lantaran ungkapan kegembiraan atas kelahiran Rasulullah saw, maka bagaimana dengan orang yang beragama Islam yang gembira dengan kelahiran Rasulullah saw.
Jika sebagian umat Islam ada yang berpendapat bahwa merayakan Maulid Nabi SAW adalah bid’ah yang sesat karena alasan tidak pernah dikerjakan oleh Rasulullah saw sebagaimana dikatakan oleh Rasulullah SAW.
إِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ رواه أبو داود والترمذي
Hindarilah amalan yang tidak ku contohkan (bidah), karena setiap bid
ah menyesatkan”. (HR. Abu Daud dan Tarmizi.)
Maka selain dalil dari Al-Quran dan al hadits tersebut, juga secara semantik (lafzhi) kata kullu dalam hadits tersebut tidak menunjukkan makna keseluruhan bid’ah (kulliyah) tetapi kullu di sini bermakna sebagian dari keseluruhan bid’ah (kulli) saja. jadi, tidak seluruh bid’ah adalah sesat karena ada juga bid’ah hasanah, sebagaimana komentar Imam Syafi’i .:
المُحْدَثَاتُ ضَرْباَنِ مَاأُحْدِثَ يُخَالِفُ كِتاَباً أَوْسُنَّةً أَوْأَثَرًا أَوْإِجْمَاعًا فَهَذِهِ بِدْعَةُ الضَّلاَلِ وَمَاأُحْدِثَ مِنَ الخَيْرِ لاَيُخَالِفُ شَيْئاً مِنْ ذَالِكَ فَهِيَ مُحْدَثَةٌ غَيْرَ مَذْمُوْمَةٍ.
“Sesuatu yang diada-adakan (dalam agama) ada dua macam: sesuatu yang diada-adakan (dalam agama) bertentangan dengan al Qur’an, Sunnah Nabi SAW, prilakuk sahabat, atau kesepakatan ulama maka termasuk bid’ah yang sesat; adapun sesuatu yang diada-adakan adalah sesuatu yang baik dan tidak menyalahi ketentuan (al Qur’an, Hadits, prilakuk sahabat atau Ijma’) maka sesuatu itu tidak tercela (baik)”. (Fath al- Bari, juz XVII: 10)
Juga realitas di dunia Islam dapat menjadi pertimbangan untuk jawaban kepada mereka yang melarang maulid Nabi SAW. Ternyata fenomena tradisi maulid Nabi SAW itu tidak hanya ada di Indonesia, tapi merata di hampir semua belahan dunia Islam. Kalangan awam diantara mereka barangkali tidak tahu asal-usul kegiatan ini. Tetapi mereka yang sedikit mengerti hukum agama berargumen bahwa perkara ini tidak termasuk bid`ah yang sesat karena tidak terkait dengan ibadah mahdhah / ritual peribadatan dalam syariat. Buktinya, bentuk isi acaranya bisa bervariasi tanpa ada aturan yang baku. Semangatnya justru pada momentum untuk menyatukan semangat dan gairah ke-islaman. Mereka yang melarang peringatan maulid Nabi SAW sulit membedakan antara ibadah dengan syi’ar Islam. Ibadah adalah sesuatu yang baku (given/tauqifi) yang datang dari Allah SWT., tetapi syi’ar adalah sesuatu yang ijtihadi, kreasi umat Islam dan situasional serta mubah. Perlu dipahami, sesuatu yang mubah tidak semuanya dicontohkan oleh Rasulullah saw. Imam al Suyuthi mengatakan dalam menananggapi hukum perayaan maulid Nabi SAW:
وَالجَوَابُ عِنْدِيْ أَنَّ أَصْلَ عَمَلِ المَوْلِدِ الَّذِيْ هُوَ اِجْتِمَاعُ النَّاسِ وَقِرَأَةُ مَاتَيَسَّّرَ مِنَ القُرْآنِ وَرِوَايَةُ الأَخْبَارِ الوَارِدَةِ فِيْ مَبْدَأِ أَمْرِالنَّبِيّ صَلَّّىاللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّّمَ مَاوَقَعَ فِيْ مَوْلِدِهِ مِنَ الاَياَتِ ثُمَّ يَمُدُّ لَهُمْ سِمَاطٌ يَأْكُلُوْنَهُ وَيَنْصَرِفُوْنَهُ مِنْ غَيْرِ زِيَادَةٍ عَلَى ذَالِكَ مِنَ البِدَعِ الحَسَنَةِ الَّتِيْ يُثَابُ عَلَيْهَا صَاحِبُهَا لِمَا فِيْهِ مِنْ تَعْظِيْمِ قَدْرِ النَّبِيْ صََلََّى اللهُُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَإِظْهَارِالفَرَحِ وَالِاسْتِبْشَارِ بِمَوْلِدِهِ الشَّرِيْفِ.
“Menurut saya asal perayaan maulid Nabi SAW, yaitu manusia berkumpul, membaca al-Qur’an dan kisah-kisah teladan Nabi SAW sejak kelahirannya sampai perjalanan hidupnya. Kemudian dihidangkan makanan yang dinikmati bersama, setelah itu mereka pulang. Hanya itu yang dilakukan, tidak lebih. Semua itu tergolong bid’ah hasanah(sesuatu yang baik). Orang yang melakukannya diberi pahala karena mengagungkan derajat Nabi SAW, menampakkan suka cita dan kegembiraan atas kelahiran Nabi Muhamad saw yang mulia”. (Al- Hawi Li al-Fatawa, juz I, h. 251-252)
Tradisi Diajarkan Para Ulama
Pendapat Ibnu Hajar al-Haithami: “Bid’ah yang baik itu sunnah dilakukan, begitu juga memperingati hari maulid Rasulullah saw”.Pendapat Abu Shamah (guru Imam Nawawi):”Termasuk hal baru yang baik dilakukan pada zaman ini adalah apa yang dilakukan tiap tahun bertepatan pada hari kelahiran Rasulullah saw. dengan memberikan sedekah dan kebaikan, menunjukkan rasa gembira dan bahagia, sesungguhnya itu semua berikut menyantuni fakir miskin adalah tanda kecintaan kepada Rasulullah saw dan penghormatan kepada beliau, begitu juga merupakan bentuk syukur kepada Allah atas diutusnya Rasulullah saw. kepada seluruh alam semesta”.
Begitu juga Al Sayid Muhammad bin ‘Alawi al Maliki al Hasani dalam kitab Mukhtashor fi al Siroh al Nabawiah, menjelaskan bahwa perayaan Maulid Nabi yang diadakan setiap bulan Rabiul Awal dan diisi dengan berkumpul bersama dan membaca sholawat serta mauidzoh hasanah itu sesuatu yang mubah dikerjakan. Beberapa ulama’ besar seperti Syiekh al’Iz bin Abdissalam juga memperbolehkan mengadakan peringatan Maulid Nabi. Karena berkumpul yang diisi dengan dzikirullah akan mendapat siraman rahmat dan perlindungan malaikat
Peringatan Maulid Nabi perlu diadakan pada masa sekarang ini, mengingat kaum muslimin krisis keteladanan dan derasnya informasi dan tayangan di media tentang tokoh kafir, bintang film sinetron yang merusak akhlaq masyarakat, sehingga kaum muslimin mencontoh dan menteladani kehidupan Rasulullah SAW dari berbagai aspeknya. Semoga kita mendapatkan syafatau udzma dari Rasulullah SAW. Amiin Ya mujibassaliin.
Sumber:
https://aswajanucenterjatim.or.id/peringatan-maulid-nabi-muhammad-saw.html