Perhutani Catat ada 100 Hektare Hutan di Batu jadi Lahan Garapan
Administratur Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Malang Perum Perhutani, Candra Musi mengatakan, tercatat sekitar 100 hektare hutan di lereng Gunung Arjuno, Kota Batu menjadi lahan garapan. Kawasan hutan yang menjadi lahan garapan digunakan warga untuk lahan pertanian tanaman semusim.
"Ada sekitar 100 hektare lebih itu digarap (jadi lahan pertanian). Jadi masyarakat menanami sayuran untuk tanaman semusim. Ini yang menjadi pekerjaan rumah kita bersama," ujarnya pada Selasa 9 November 2021 di Balaikota Among Tani, Kota Batu.
Candra mengatakan hutan di Kota Batu terbagi menjadi dua kategori yakni hutan lindung seluas 2.900 hektare dan hutan produksi sekitar 3 ribu hektare. Kategori hutan produksi ini ujar Candra, bisa dimanfaatkan masyarakat untuk kegiatan pertanian namun harus memperhatikan kelestarian lingkungan. "Yang terjadi memang perlu dievaluasi ulang di situ ada penggarapan lahan oleh teman-teman dari masyarakat, mereka menanam untuk sayuran," katanya.
Dari total luasan hutan produksi seluas 3 ribu hektare ujar Candra, baru ada 100 hektare yang ditemukan menjadi lahan garapan. Proses identifikasi kata dia, akan berjalan terus dengan menyasar luasan lahan sekitar 600 hektare. "Sasaran strategis untuk identifikasi adanya lahan garapan itu seluas 600 hektare. Ini masih berproses terus," ujarnya.
Lahan garapan ini kata Candra diduga menjadi penyebab longsoran material tanah yang terbawa oleh arus banjir di bagian hulu Sungai Brantas. "Tapi yang jelas itu (lahan garapan) bagian yang berproses (menyebabkan banjir). Salah satunya ya longsor itu," katanya.
Untuk bisa mengatasi hal tersebut kata Candra, pihaknya bakal melakukan alih komoditi pada lahan produksi dari tanaman semusim diganti dengan tanaman tahunan.
"Kami bekerjasama dengan desa dan instansi untuk alih komoditi jangan tanaman semusim tapi tanaman tahunan sehingga memperkuat permukaan tanah yang akan mengurangi run-off," ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi E DPRD Provinsi Jawa Timur, Hikmah Bafaqih mengatakan meski hutan produksi diizinkan untuk menjadi lahan garapan. Tapi kata dia, tanaman semusim yang ada harus diimbangi dengan adanya tanaman tegakan. "Untuk hutan produksi ini boleh digarap. Tapi konsepnya harus ada tegakan. Jadi diupayakan tanaman-tanaman semusim itu bisa linear dengan tegakan," katanya.
Kondisi di lapangan kata Hikmah, masyarakat yang bertani tanaman semusim seperti kentang hingga wortel mengeluhkan kurangnya pasokan sinar matahari akibat tertutup tanaman tegakan. "Sekian meter tidak terkena sinar matahari itu masyarakat masih keberatan. Ini yang perlu terus dilakukan edukasi," ujarnya.
Advertisement