Perempuan Haid, Ini Tata Cara Selama Berhaji
Menstruasi alias datang bulan (haid) setiap bulan dialami oleh kaum perempuan, sering menjadi persoalan saat melaksanakan ibadah haji.
Konsultan Ibadah Haji Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi, Mastanah mengatakan, perempuan tetap bisa menyempurnakan ibadah haji kendati terhalang menstruasi. Terutamanya dalam pelaksanaan tawaf.
Problematika yang sering ditanyakan para jemaah haji perempuan adalah masalah haid saat pelaksanaan haji. Ketika jumhur utama mengatakan bahwa syarat sah saat tawaf (mengelilingi Kabah) adalah harus suci. Lalu bagaimana saat haid?
Seperti diriwayatkan dalam hadist Aisyar r.a saat mengalami haid bertanya pada Rasullullah bagaimana hukumnya saat melaksanakan haji? Jawab Rasulullah lakukanlah apa yang dilakukan oleh orang-orang yang berhaji, kecuali tawaf di Baitullah"
Demikian kata Mastanah dalam keterangan diterima ngopibareng.id, Senin 5 Agustus 2019.
Untuk itu agar jemaah perempuan bisa melaksanakan tawaf, maka harus menunggu haid selesai.
"Jadi langkah pertama adalah menunggu masa suci atau berhenti darah haidnya. Baru kemudian segera mandi dan menyelesaikan tawaf. Adapun dia ingin melanjutkan pelaksanaan sa'i, kemudian kembali keluar darah haidnya, tawafnya dianggap selesai," ujarnya.
Namun ada kalanya haid itu datang saat para jemaah haji akan pulang ke Tanah Air, atau harus meninggalkan Mekkah menuju ke Kota Madinah. Para jemaah haji yang meninggalkan Kota Mekkah harus melaksanakan tawaf Ifadah dan tawaf Wada.
"Dalam keadaan darurat maka boleh mengambil pendapat Ibnu Taimiyah diperbolehkan perempuan haid melaksanakan tawaf Ifadah dan tawaf Wada," terangnya.
Ada kalanya perempuan lebih suka mengonsumsi obat untuk menunda haid agar pelaksanaan haji bisa berjalan lancar. Mastanah menyarankan agar obat tersebut diminum seminggu sebelum haid datang. Demikian juga pada saat haid, perempuan tetap diperbolehkan mengucapkan kalimat talbiyah namun dengan suara pelan, dan hanya dia sendiri yang mendengarnya.
Sementara itu, dari khazanah kitab kuning dijelaskan seperti berikut.
Dalam hukum Islam perempuan haid ketika melewati miqot dan dia ingin menunaikan Haji atau Umrah, maka dia wajib berihram dari miqot. Dan tidak diperbolehkan mengakhirkan ihram sampai ke Mekah dan bersuci. Sunah dan ijma’ ulama’ telah menunjukkan bahwa orang haid tidak menghalangi ihram. Sehingga seorang perempuan berihram dalam kondisi haid. kemudian tidak menunaikan umrah sampai bersih dan mandi. Diriwayatkan Muslim, (1210) dari Jabir bin Abdullah radhiallahu anhuma dalam hadits Asma binti Umais ketika nifas di Dzulhulaifah, bahwa Rasulullah sallallahu alaihiwa sallam memerintahkan Abu Bakar radhiallahu anhu, kemudian dia memerintahkan (Asma) mandi dan berihram.
Imam Nawawi rahimahullah juga mengatakan, “Nifas maksudnya melahirkan. Di dalam hadits menunjukkan sahnya ihram orang nifas dan haid. serta anjuran keduanya mandi untuk berihram.” Selesai
Hal ini sesuai dengan hadist nabi yang berbunyi : Kami keluar bersama Nabi sallallahu alaihi wa sallam dalam haji Wada’. Ketika sampai Mekah saya mendapatkan haid. saya tidak towaf di Baitullah tidak juga antara Shofa dan Marwah. Maka saya mengadu kepada Nabi sallallahu alaihi wa sallam, maka beliau bersabda, “Lepaskan (rambut) kepalamu dan sisirlah kemudian berihramlah dengan haji.” Hadits diriwayatkan Bukhori pada bab Bagaimana berihramnya orang haid dan nifas.
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Dalam hal ini ada dalil bahwa orang haid, nifas, orang berhadas dan junub sah semua amalan haji, perkataan dan caranya kecuali towaf dan dua rakaatnya. Maka sah wukuf di Arafah dan lainnya sebagaimana yang telah kami sebutkan. Begitu juga mandi yang dianjurkan dalam haji. Dinajurkan bagi orang haid dan lainnya sebagaimana yang telah kami sebutkan. Didalamnya ada dalil bahwa towaf tidak sah bagi orang haid. dan ini telah disepakati (ijma’).”
Advertisement