Perempuan di Malang Peringati International Women’s Day
Kaum perempuan di seluruh dunia memperingati International Women’s Day yang telah ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 8 Maret 1977. Gerakan ini dilakukan untuk menyuarakan ketidakadilan yang dialami perempuan selama ini. Baik itu di lingkungan kerja, pendidikan, keluarga dan di media sosial.
Masyarakat di Malang pun ikut memperingati International Women’s Day dengan aksi pada hari Minggu 10 Maret 2019. Sejak pagi hingga siang hari, peserta mengampanyekan pentingnya kesadaran untuk memperlakukan perempuan secara adil. Kampanye tersebut disampaikan di hadapan masyarakat yang hadir pada acara Car Free Day di Jalan Besar Ijen.
Aksi ini mengangkat berbagai isu tentang kesetaraan gender. Untuk kasus di Malang, Sri Wahyuni dari Woman Crisis Center (WCC) Dian Mutiara Malang menyampaikan bahwa masih banyak perempuan dan anak, termasuk lansia yang belum mendapatkan penghidupan yang layak.
Selain itu, peraturan daerah yang mengatur tentang perlindungan untuk Pekerja Rumah Tangga (PRT) yang notabene adalah perempuan pun belum ada.
"belum ada perda untuk pekerja rumah tangga," jelas Sri Wahyuni.
Menurutnya, kondisi Malang sekarang banyak perumahan elit. Di setiap rumah di perumahan elit tersebut, bisa mempekerjakan sampai lebih dari tiga orang pekerja rumah tangga. Namun belum ada perlindungan terhadap mereka. Apabila pekerjaan mereka dianggap tidak layak, seringkali mereka hanya dipekerjakan tanpa dibayar.
Selain itu, perhatian khusus juga harus ditujukan untuk keamanan dan kenyamanan untuk anak-anak. Mengingat kasus kekerasan seksual yang sempat dialami siswi-siswi di salah satu sekolah dasar di Malang, menandakan bahwa keamanan dan kenyamanan di tempat umum belum bisa diperoleh oleh anak-anak. Padahal predikat Kota Layak Anak telah disematkan kepada Kota Malang pada tahun 2018.
“Kita warga Malang ini bayar pajak lho, sehingga dari pajak itu tolong dikembalikan untuk keamanan dan kenyamanan,” tegas Sri Wahyuni. Dia juga mencontohkan pemerintah kota Surabaya, yang menurutnya lebih memerhatikan keamanan dan kenyamanan bagi anak-anak ketimbang Kota Malang.
Isu tentang keseteraan dalam ranah politik pun juga diangkat. Menjelang Pemilu 2019, Habiba dari LBH Malang menceritakan awal mula International Women’s Day yang mendorong agar perempuan memiliki hak pilih.
Dalam undang-undang sudah ditentukan kalau ada kuota 30% kursi di parlemen itu untuk perempuan. Namun, kuota tersebut sampai sekarang belum terpenuhi. "Kebanyakan caleg dari perempuan itu tidak terpilih," ujar Habiba.
Baginya, hal tersebut terjadi karena kurangnya edukasi mengenai kesetaraan gender. Masyarakat masih menganggap penyaluran aspirasi bukan tugas perempuan, lanjutnya. Maka kampanye tentang pentingnya kesetaraan gender harus dilanjutkan, tidak hanya pada momen International Women’s Day.