Perekonomian Indonesia Semakin Pulih
Penulis: Arif Budimanta Sebayang atau yang lebih dikenal dengan Arif Budimanta. Dia merupakan anggota DPR RI periode 2009-2014 dari Fraksi PDI Perjuangan, dan menjabat sebagai Wakil Ketua Fraksi PDI Perjuangan MPR RI.
***
Arah perekonomian Indonesien di masa pandemi terus membaik. Walaupun pertumbuhan ekonomi di kuartal I Tahun 2021 mengalami kontraksi -0,74% (yoy), tetapi trennya menunjukkan arah yg positif dari kuartal-Kuartal sebelumnya, dimana Kuartal II 2020 -5,32% (yoy) Kuartal III 2020 -3,49% (yoy), Kuartal IV 2020 -2,19% (yoy).
Selanjutnya diproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia di Kuartal II, III dan IV tahun ini berada di zona positif. Alhasil, ekonomi Indonesia tahun 2021, secara akumulasi, akan tumbuh positif dibandingkan tahun 2020 lalu.
Data BPS pada Rabu pagi yang menyebutkan ekonomi kuartal I-2021 tercatat tumbuh -0,74% dari kuartal I tahun lalu. Pada kuartal I tahun lalu, kondisi perekonomian Indonesia dapat dikatakan belum terkena dampak pandemi, mengingat kasus pertama Covid-19 di Indonesia baru terjadi pada 2 Maret 2020.
Bahkan sempat terjadi penguatan aktivitas ekonomi pada akhir Maret 2020 akibat adanya “panic buying” atas beberapa jenis barang tertentu, terutama produk kesehatan dan kebutuhan pokok. Setelah itu terjadi pandemi.
Ternyata, setelah satu tahun berlalu, ekonomi Indonesia mampu bertahan dari tekanan. “Selisih tipis, yang hanya sebesar -0,74% secara tahunan dibanding masa sebelum pandemi, menunjukan perekonomian kita sanggup bertahan. Kita akan segera masuk ke zona positif.
Menurut BPS, sebanyak 64,56% PDB menurut lapangan usaha di Triwulan I (yoy) berasal dari Industri, pertanian, Perdagangan, konstruksi dan pertambangan. Indikator tersebut mengindasikan sektor riil sudah bergerak lebih produktif dibandingkan sebelumnya.
Selain itu kita juga melihat bahwa Neraca Perdagangan kita surplus di kuartal I dengan ekspor tumbuh 6,74%, dan Impor masih terkendali tumbuh 5,27%.
Badan Pusat Statistik merilis pertumbuhan ekonomi nasional, menurut pengeluaran, terdiri atas pertumbuhan konsumsi sebesar -2,23%, investasi -0,23%, belanja pemerintah 2,96%, ekspor 6,74% dan impor 5,27%. Melihat rincian tersebut, harus diakui bahwa pandemi Covid-19 ini masih menekan perekonomian kita, baik dari sisi ‘supply’ maupun sisi ‘demand’, sehingga pemerintah terus bekerjasama dengan otoritas moneter berupaya untuk memperbaiki kedua sisi tersebut.
Presiden Jokowi optimistis perekonomian Indonesia akan kembali tumbuh positif pada kuartal II dan kuartal berikutnya di tahun 2021.
Untuk memastikan agar target itu tercapai, penanganan pandemi harus dilakukan sesuai protokol kesehatan untuk mempertahankan tren penurunan kasus aktif dan penularan wabah virus korona di Indonesia. 3M tidak boleh diabaikan, jangan mudik, belanja lebih baik secara online, selain vaksinasi akan terus digenjot pemerintah.
Selain itu, daerah perlu mempercepat serapan anggarannya masing-masing agar roda ekonomi di daerah ikut bergerak.
Presiden juga sudah meminta kepala daerah benar-benar mampu meningkatkan investasi swasta di daerahnya agar lapangan kerja ikut tercipta.
Dengan kerjasama yang solid dari banyak pihak tersebut, maka konsumsi masyarakat dapat tumbuh tinggi tanpa kembali terganggu dengan pengetatan pembatasan sosial, pembangunan terus berjalan dan mendatang investasi, diperkuat dengan belanja pemerintah yang ekspansif melalui berbagai program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional yang pada 2021 ini mencapai Rp699,43 triliun, sehingga target pertumbuhan positif pada triwulan II-2021 dapat kita capai.
Faktor eksternal juga dapat turut mendorong penguatan ekonomi Indonesia. “Beberapa negara mitra dagang utama Indonesia seperti China (18,3%), Amerika (0,4%), dan Singapura (0,2%) sudah memasuki fase pertumbuhan positif. Ini diyakini bisa memperkuat permintaan ekspor Indonesia ke negara-negara tersebut.
Namun kita juga harus mencermati, mitra dagang lain seperti India justru mengalami pemburukan dalam kasus pandemi sehingga bisa mempengaruhi perdagangannya dengan Indonesia. Negara-negara utama di Uni Eropa juga masih mengalami pertumbuhan yang negatif. Sehingga pemerintah masih mencermati perkembangan dan melakukan langkah-langkah antisipasi yang diperlukan.