Perdagangan On-line Marak, Mal-mal Sepi Penyewa
Maraknya perdagangan elektronik (e-commerce) atau on-line dalam beberapa tahun terakhir ini memberikan dampak turunnya permintaan ruang mal sampai beberapa tahun ke depan, kata pengamat properti Anton Sitorus memperkirakan .
"Kalau ada pemilik mal atau pusat belanja di Jakarta yang menyebut e-commerce bukan ancaman, namun data menunjukkan sebaliknya ruang kosong mencapai 10-20 persen dalam dua tahun terakhir," kata Anton yang juga menjabat sebagai Kepala Riset dan Konsultasi Savills Indonesia di Jakarta, Kamis pagi.
Ruang kosong di mal dan pusat belanja juga dapat dilihat langsung oleh pengunjung dengan telihat banyaknya penyewa yang menutup tokonya dengan alasan melakukan renovasi atau pembenahan barang dagangan.
Padahal, jelas Anton, ruang mal dan pusat belanja dalam beberapa tahun terakhir ini belum ada penambahan, hanya ada satu yang akan masuk yakni SOHO Pancoran, Menurut Anton fenomena e-commerce ini mulai dirasakan terutama untuk produk baju dan aksesoris apalagi e-commerce saat ini gencar berpromosi. Dampak ini paling dirasakan oleh pengelola departemen store, perlu perubahan format dan barang dagangan agar dapat bertahan.
"Kalau melihat kondisi sekarang banyak konsep departemen store yang ditinggalkan disamping penataan barang dagangannya kurang menarik, kenyamanan kurang karena koridornya sempit, serta harganya juga tidak murah," ujar dia.
Anton mengatakan pemilik mal harus segera mengubah konsep untuk mempertahankan tenant selain dengan cara mendesain kembali juga dengan menerapkan insentif khusus pada harga sewa.
Anton melihat sulitnya perizinan di mal membuat sejumlah pengembang melakukan inovasi melalui konsep podium.
"Kalau selama ini kita kenal mal sebagai bagian dari komplek super blok yang di dalamnya terdapat kantor, hotel, dan hunian. Maka kini dikenal podium dalam artian yang dibangun hanya perkantoran atau hunian saja, tetapi di dalamnya terdapat mal," ujar Anton.
Anton melihat kehadiran mal ini ke depannya masih sangat besar terutama untuk menarik pariwisata, salah satunya yang telah berhasil adalah Singapura, bahkan dibanding Malaysia dan Thailand, ruang mal di Indonesia masih tertinggal.
Mungkin bisa dicontoh Thailand yang mengkombinasikan mal dengan wisawatan dengan memanfaatkan areal hijau sehingga pengunjung merasa nyaman.
Anton melihat kehadiran mal terutama di Jakarta masih sangat penting bagi warga untuk dapat berinteraksi dan mendapatkan hiburan. (an/ma)
Advertisement