Perdagangan Budak Menghantui Dunia, Fakta Terkini Diakui PBB
Perdagangan budak masih menghantui dunia hingga saat ini. Guterres menjelaskan, perbudakan sebagai warisan rasisme dari era kolonial yang sudah berjalan selama berabad-abad.
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, menyebutkan fakta-fakta eksploitasi manusia saat mengikuti Peringatan Internasional Korban Perbudakan dan Perdagangan Budak Transatlantik, Sabtu (25 Maret 2023).
“Kita dapat menarik garis lurus dari eksploitasi kolonial selama berabad-abad ke ketidaksetaraan sosial dan ekonomi saat ini,” kata Guterres.
“Kita dapat mengenali kiasan rasis yang populer untuk merasionalkan tindakan tidak manusiawi seputar perdagangan budak dalam kebencian supremasi kulit putih yang bangkit hari ini,” sambungnya sebagaimana dilansir Anadolu.
Guterres bahkan menjelaskan bahwa tindakan perdagangan budak ini telah berjalan selama lebih dari 400 tahun. Ia tidak segan menyebut tindakan ini sebagai sebuah bagian dari sejarah penderitaan dan kebiadaban yang menunjukkan sisi kemanusiaan yang paling buruk.
“Jutaan anak, wanita dan pria di Afrika diperdagangkan melintasi Atlantik, direnggut dari keluarga dan tanah air mereka. Komunitas mereka tercabik-cabik, tubuh mereka dimodifikasi dan kemanusiaan mereka disangkal,” jelas Guterres.
“Sejarah keberanian inilah yang menunjukkan manusia dalam kondisi terbaik mereka. Hari ini adalah bukti sekaligus kewajiban kita semua untuk melawan warisan rasisme perbudakan,” imbuhnya.
Guterres pun menjelaskan bahwa cara memerangi warisan perbudakan adalah melalui jalur pendidikan. “Senjata paling ampuh di gudang senjata kita adalah pendidikan,” jelasnya.
“Dengan mengajarkan sejarah perbudakan, kami membantu agar mereka terjaga dari dorongan manusia yang paling jahat. Dengan mempelajari sasumsi dan keyakinan yang memungkinkan praktik tesebut berkembang selama berabad-abad. Kami berhasil membuka kedok rasisme di zaman kita sendiri,” ucapnya.
“Perbudakan yang melibatkan lebih dari 13 juta orang Afrika selama Perdagangan Budak Transatlantik didorong oleh ideologi rasis bahwa wanita, pria dan anak-anak ini lebih rendah karena warna kulit mereka,” tuturnya.
Fakta dan Data
Praktik perbudakan seharusnya sudah tidak ada lagi di zaman modern seperti sekarang. Faktanya, hingga saat ini praktik perbudakan masih terus terjadi di seluruh dunia.
Berdasarkan laporan tahunan kedua Indeks Perbudakan Global (GSI) 2014 yang dikeluarkan Yayasan Walk Free, lembaga berbasis di Australia, saat ini di seluruh dunia terdapat sekitar 35,8 juta manusia yang menjadi korban perbudakan modern. GSI menyebutkan ada sekitar 20% lebih manusia menjadi korban perbudakan modern. India mempunyai angka tertinggi dari praktik perbudakan modern.
“Ada asumsi yang menganggap bahwa perbudakan hanyalah isu dari zaman yang telah hilang. Ada pula anggapan bahwa perbudakan hanya ada pada negara-negara yang dilanda peperangan dan kemiskinan,” ungkap Ketua Yayasan Walk Free, seperti dilansir Al Jazeera.
Yayasan Walk Free mendefinisikan beberapa kegiatan yang masuk kategori perbudakan modern. Di antaranya kawin paksa, eksploitasi anak, perdagangan manusia, dan kerja paksa.
Laporan yang dibuat dengan melibatkan kegiatan di 167 negara ini juga menyebutkan bahwa perbudakan modern ini berkontribusi terhadap produksi sedikitnya 122 macam barang dari 58 negara.
Organisasi Buruh Internasional (ILO) memprediksi keuntungan dari hasil kerja paksa di seluruh dunia ini mencapai USD150 miliar (sekitar Rp1.823.439.861.000.000) per tahun. ILO juga memperkirakan hampir 21 juta orang menjadi korban akibat kerja paksa.
“Sekarang beberapa manusia terlahir dalam situasi perbudakan secara turun-temurun. Hal yang mengejutkan, tapi merupakan kenyataan pahit, khususnya di wilayah Afrika Barat dan Asia Selatan,” tulis laporan itu.