Perda Lama Minim Lindungi Perempuan, DPRD Surabaya Godok Raperda
DPRD Kota Surabaya merancang Raperda Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan (P3). Wakil Ketua Komisi D DPRD Kota Surabaya Ajeng Wira Wati mengatakan, saat ini Badan Pembentukan Perda (Bapemperda) sedang menggodok penyusunan raperda tersebut.
"Perda itu akan mengganti sekaligus mencabut perda yang sudah ada sebelumnya, yakni perda pengarusutamaan gender (P3G). Kami lihat lingkup perda tersebut masih minim," katanya, Rabu 3 April 2024.
Politikus Partai Gerindra itu menyebut, perda pengarusutamaan gender hanya mencakup pengaturan soal proporsional gender dalam lingkungan kerja. Seperti jumlah pegawai laki-laki dan perempuan di lingkungan Pemkot Surabaya. Perda itu dirasa belum mewadahi kepentingan para perempuan yang perlu dijamin oleh pemerintah.
Selain perlindungan, perda tersebut juga akan mencakup mengenai pemberdayaan perempuan. Agar keberadaan perempuan di Kota Surabaya dapat setara dari berbagai sisi, baik sosial maupun kemasyarakatan. Sehingga tidak ada diskriminasi yang terjadi.
"Jadi kami ingin melindungi dan melanjutkan pemberdayaan. Jangan sampai kebijakan pemerintah ini terbatas untuk penerusan kebijakan dari pusat saja. Dengan perda ini kita mengukuhkan apa saja kebijakan dan keberlanjutan di Surabaya agar perempuan dapat terlindungi," urainya.
Ajeng melanjutkan, banyak aspek yang akan diatur dalam perda itu. Misalnya hak-hak perempuan, mulai dari angkutan umum, kesehatan, dan perlindungan. Perempuan sebagai tenaga kerja harus mendapatkan keamanan ketika jam malam saat pulang kerja hingga aturan berpakaian.
"Pastinya kami menunggu akademisi dan akan mengadakan hearing, sejauh mana perda ini bisa menampung semuanya. Aturan ini juga menyambung dari kebijakan kementerian. Perda perlindungan anak sudah ada. Maka selanjutnya ada perda P3," paparnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Ida Widayati mengatakan, fungsi perlindungan dan pemberdayaan saat ini terus dijalankan.
Ida menerangkan, banyak hal yang telah dilakukan oleh pihaknya ketika menangani kasus-kasus yang melibatkan perempuan. Intervensi tersebut bukan menyasar pada kondisi kejiwaannya saja, namun juga sisi dari ekonomi.
"Kasus yang melibatkan perempuan saat ini masih sering terjadi. Seperti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) hingga pencabulan. Paling banyak faktornya karena ekonomi. Misalnya ditinggal begitu saja oleh suaminya. Ada suaminya tapi tidak bekerja," terangnya.
Karena itu dalam setiap penanganan kasus, pasti dilakukan dengan perspektif yang berbeda. Karena kasus yang ditangani juga beragam. "Yang pasti hal pertama yang kami lakukan adalah pendampingan psikologisnya. Kemudian berikutnya dilakukan intervensi untuk meningkatkan ekonominya, seperti memberi modal usaha, pelatihan keterampilan dan lainnya agar bisa lebih berdaya dan mandiri," pungkasnya.