Perbedaan Jadi Senjata Ketahanan Indonesia, Ini Penjelasannya
Akhir-akhir ini kebersamaan antarwarga perlahan-lahan terkikis. Itu disebabkan adanya perbedaan pandangan yang disikapi berlebihan. Sehingga, ancaman terhadap keamanan negara masih bisa dirasakan hingga kini.
Sebagai contoh, panasnya hubungan antara Jawa Timur dengan Papua beberapa waktu lalu sampai-sampai memunculkan wacana memisahkan diri dari Indonesia. Begitu juga dengan keberadaan kaum-kaum yang dianggap pengikut khilafah dengan ciri khusus yang banyak dimusuhi.
Melihat kondisi ini, putri dari Presiden Republik Indonesia ke-4 Abdurahman Wahid, Inayah Wulandari Wahid mengatakan, masyarakat, utamanya pemuda harus kembali mengingat bagaimana bangsa ini dibangun dengan sejarah panjang. Sampai akhirnya merdeka dan muncul dasar negara dengan ideologi Pancasila yang mempersatukan.
Menurutnya, Pancasila menjadi harga mati. Karena ini adalah senjata andalan utama Indonesia agar tetap kokoh berdiri dengan semangat perbedaan, yang menjunjung tinggi kebersamaan.
Inayah mencontohkan, Indonesia sangat berbeda jauh dengan Korea Utara yang masyarakatnya terkekang dalam kekuasaan pemerintah. Di Korea, seluruh masyarakatnya harus menaati peraturan yang ada agar tidak banyak diketahui dunia luar.
"Ke sana gak ada sambungan telepon, kalau ada pun hanya untuk orang lokal. Kemudian gak ada internet, kita juga gak boleh bergaul dengan penduduk lokal, gak boleh melakukan hal yang dilakukan orang lokal, lalu mau ketemu orang harus dapat izin. Jadi, semua harus dengan persetujuan pemerintah," ungkapnya.
Inayah mengungkapkan hal itu, dalam diskusi Titik Temu Membangun Manusia Indonesia Dalam Perspektif Pancasila di Gedung Rektorat Universitas Airlangga, Surabaya, Rabu 20 November 2019.
Putri bungsu Gus Dur itu menilai, hal itu sangat salah jika diterapkan di Indonesia. Sebab dengan mengekang, maka orang itu akan memberontak dan membuat hal itu menjadj lebih besar. Maka itulah, menurutnya kekuatan perbedaan ini harus digunakan secara bijak.
"Kekuatan kita ya perbedaan kita ini. Ini menjadikan kita Indoensia, kemudian demokrasi bisa berjalan karena perbedaan. Pemuda harus jaga keragaman kita, itu kekuatan kita. Kunci demokrasi kita adalah sepakat untuk tidak selalu sepakat," katanya.
Ia menilai, apa yang berkembang saat ini sangat jauh dari harapan karena hanya mengembangkan isu yang tidak banyak berdampak bagi kemaslahatan orang banyak. Padahal masalah ekonomi, masalah pendidikan, dan masalah pembangunan daerah masih menjadi permasalahan yang harus diperjuangkan bersama.
Karena itu, menurutnya, masyarakat harus berkumpul di ruang-ruang budaya yang selama ini paling ampuh menciptakan persatuan di tengah perbedaan.
Sementara itu, Yudi Latif selaku Dewan Pembina Nurcholis Madjid Society mengatakan, permasalahan muncul karena Pancasila sudah kurang membuminya di masyarakat, khususnya anak-anak yang kini lebih asyik dengan gawainya.
Karena itu ia mengatakan, jika ada ideologi lain yang mulai berkembang di Indonesia, sangat wajar dan itu adalah bentuk kritik terhadap seluruh masyarakat.
"Kalau Pancasila sungguh-sungguh dibumikan, tata nilai kita didikan secara benar diseluruh jenjang pendidikan, tata kelola negara kita perbaiki, dan tata material sejahteranya mengara ke keadilan yang lebih baik mestinya ideologi alternatif gak punya tenaga," kata Yudi.
Bahkan, lanjut Yudi, saat ini masyarakat terlalu peduli dengan hal-hal sepele. Seperti tawuran, kemudian beda pendapat yamg berbuntut panjang, ketimbang memikirkan permasalahan yang ada.
Di sisi lain, Rektor Unair, Prof Mohammad Nasih menjelaskan, kegiatan ini diselenggarakan untuk memberikan pemahaman kepada generasi milenial, bahwa kemajemukan yang dimiliki bangsa harus dipertemukan dalam satu forum untuk membangun Indonesia dalam perspektif Pancasila.
Nasih mengatakan, adanya gerakan ekstrim kanan dan kiri dalam sebuah negara itu merupakan hal yang normal, tapi tidak boleh dikesampingkan karena bisa menimbulkan suatu kerugian.
"Jadi sesungguhnya kita punya gagasan yang kurang lebih sama. Membangun Indonesia itu harus berbasiskan Pancasila. Sebagai bagian dari kesepakatan nasional juga bagian dari titik temu nasional dari para pendiri bangsa sehingga semua pikiran semua gagasan semua terbagi, termasuk pembangunan manusia harus segera diarahkan kesana," ungkapnya.