Mahasiswa ITS Ciptakan Rumah Pintar Membuat Garam Berkualitas
Kualitas garam lokal masih dianggap belum bisa memenuhi kebutuhan dunia industri yang mensyaratkan garam dengan kualitas tinggi.
Berawal dari masalah tersebut, Muhammad Arif Billah, mahasiswa Departemen Teknik Infrastruktur Sipil Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), membuat Smart House Salt Maker dengan tenaga surya yang bernama SHASA.
"SHASA merupakan rumah garam yang berbentuk setengah lingkaran dan di bawahnya terdapat kolam garam dan lampu pemanas,” kata pemuda kelahiran Banyuwangi, 14 Juli 2002 tersebut.
Mahasiswa yang akrab disapa Arif ini mengatakan, lampu dikontrol menggunakan arduino dan sensor yang berfungsi untuk memanaskan air laut yang masuk ke dalam rumah garam.
Selain itu, SHASA dilengkapi dengan empat sensor lain, di antaranya adalah sensor cahaya, sensor hujan, sensor salinitas, serta sensor suhu dan kelembaban.
“Sensor-sensor tersebut memiliki peran penting dalam mendeteksi keadaan cuaca sekitar,” kata mahasiswa yang aktif tergabung dalam Tim Penalaran ITS tersebut.
Arif mencontohkan, jika cuaca mulai mendung dan terjadi hujan, sistem pemanas dari SHASA akan bekerja sehingga air tua atau air jenuh dari laut tetap dapat terproses.
Meskipun sistem ini dinilai tidak ekonomis bagi para petani garam, namun sebenarnya pengeluarannya terhitung lebih murah jika dibandingkan dengan jumlah produksi garam yang dihasilkan.
“Untuk kolam berukuran 7x8 meter diprediksi mampu menghasilkan garam sebanyak 500 kilogram, dan jika harga garam berada di kisaran Rp 500 per kilogram maka untung yang dihasilkan bisa lebih banyak,” katanya.
Untuk mengembangkan inovasi tersebut, Arif memilih kota Banyuwangi sebagai objek guna mendorong Swasembada Garam Nasional Berkelanjutan di Wilayah.
Ke depan, Arif berharap ide tersebut tak hanya berupa gagasan, melainkan dapat direalisasikan ke kehidupan nyata.
“Semoga garam lokal dapat terus berkembang, sehingga mampu mengurangi ketergantungan impor,” tandasnya.