Perawatan Pedestrian Malioboro Perlu Meniru Surabaya
Penataan kawasan Jalan Malioboro Yogyakarta makin menyenangkan. Pembangunan pedestrian telah memanjakan para pejalan kaki di pusat para wisatawan di jalan yang menjadi ikon kota itu.
Mulai dari ujung utara dekat Stasiun Tugu sampai selatan depan Gedung Agung sudah ciamik. Pedistrian dilengkapi dengan furniture jalan seperti kursi taman dan tempat sampah yang ciamik. Malioboro makin asyik.
Sayang, sampai kini belum ada perawatan yang baik. Banyak spot yang kotor meski masih baru. "Betul. Tadi pagi saya jalan di Malioboro rodo (agak, red) jorok, je," kata musisi kondang Yogyakarta, Djaduk Ferianto kepada ngopibareng.id, Rabo (2 Januari 2019).
Revitalisasi pedistrian Malioboro ini dimulai 2016 lalu. Dimulai dari sisi timur jalan legendaris itu. Materialnya terdiri dari andesit dan teraso modern. Semua material diambil dari kawasan DIY. Demikian juga street furniturenya.
Kepala Bidang Cipta Karya Dinas PUP-ESDM DIY Muhammad Mansyur berniat mematenkan material yg dikatakan khas itu. "Konsep penataanya sama dengan di Singapura. Tapi material yang dipakai khusus dan spesifik," katanya seperti ditulis Jogja.co.
Jalan Malioboro memang potensial untuk menjadi semacam Orchad Road di Singapura. Jalannya lebar dan sepanjang jalan tersebut terdapat pusat perbelanjaan. Jalan itu menjadi tempat jalan-jalan untuk para wisatawan.
Saya pernah menyusuri sepanjang Jalan Malioboro di pagi hari. Di awal tahun lalu. Saat proses pembangunan sarana pejalan kaki di Malioboro belum tuntas sepenuhnya. Saat itu pun, di beberapa tempat terlihat kotor.
Pedistrian dengan bahan adesit dan teraso modern itu tampak banyak pleg warna hitam di beberapa tempat. Belum sejumlah sampah di sekitar pedagang lesehan di sepanjang jalan tersebut.
Sampai sekarang memang banyak warung lesehan dan pedagang kaki lima di Malioboro. Belum lagi, mereka juga melakukan cuci piring dan segala peralatan makan di tempat itu juga.
Ini berbeda dengan sejumlah pedistrian yang ada di Surabaya. Hampir semua penataan pedistrian di kota Pahlawan ini diikuti dengan penataan PKL. Sehingga terbebas dari sampah dan kotoran bekas tempat jualan.
Toh demikian, perawatan terus dilakukan setiap saat. Bahkan, setiap saat, pedistrian Surabaya dengan material granit itu sering dipel dengan air. Tidak sampai ada bekas kotoran berupa fleg hitam sepanjang pedistrian.
Saya juga pernah ke Petaling Street Kuala Lumpur yang menjadi tempat PKL berjualan. Jalan di ibukota Malaysia ini sangat ngehits. Menjadi jujugan wisatawan untuk menikmati street food dan segala jenis souvenir.
Ketika itu saya datang menjelang mereka tutup. Sekitar jam 22.30 malam. Tampak para pedagang mulai berbenah menutup kiosnya. Apa yang mereka lakukan? Mereka membersihkan lantai lapaknya san mengepelnya.
Tampaknya, rehabilitasi pedistrian Malioboro perlu diikuti dengan langkah-langkah perawatan. Bisa dengan cara Surabaya maupun Petaling Street Malaysia.
Setidaknya pedagang yang memanfaatkan sepanjang jalan tersebut dibebani kewajiban. Memulai dalam keadaan bersih dan kembali seperti semula setelah berjualan. (arif afandi)